Menghidupkan ‘Paradigma Berbagi’

Grady Nagara
Direktur Eksekutif Next Policy
Konten dari Pengguna
15 Oktober 2023 9:37 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grady Nagara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi remaja bernyanyi di taman. Foto: Tom Wang/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi remaja bernyanyi di taman. Foto: Tom Wang/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bisakah kita menjalani hidup bersama sehingga semua orang mampu mengakses berbagai kebutuhan penting bagi kehidupan tanpa terkecuali?
ADVERTISEMENT
Selama ini, segala bentuk sumber daya seperti lahan, air, dan hunian semakin langka karena selalu ditempatkan dalam perspektif kepemilikan (ownership). Akibat sekelompok orang menguasai lahan di Jabodetabek, misalnya, menyebabkan kelangkaan atas lahan terjadi. Kelangkaan mendorong pelebaran (gap) antara supply dan demand sehingga harga lahan semakin melangit tak terjangkau, bahkan oleh kelas menengah kota sekalipun.
Bagaimana jika perspektif kita dalam melihat sumber daya bukan lagi berdasarkan ‘kepemilikan’, melainkan ‘akses’? Menggeser sudut pandang ‘kepemilikan’ menjadi ‘akses’ secara prinsipil akan mengubah status sumber daya dari ‘kelangkaan’ menjadi ‘keberlimpahan’. Dalam khasanah akademik dekade terakhir, konsep ini berjangkar pada apa yang disebut sebagai Paradigma Berbagi (Sharing Paradigm).
Istilah ‘berbagi’ dalam Bahasa Indonesia sangat dekat maknanya dengan ‘gotong royong’. Oleh karenanya, Paradigma Berbagi juga bisa dikatakan sebagai Paradigma Gotong Royong.
ADVERTISEMENT
Paradigma Berbagi adalah suatu inovasi yang mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia. Paradigma Berbagi, dalam esensinya, adalah pola pikir dan tindakan di mana individu, komunitas, atau bahkan perusahaan lebih cenderung memilih untuk berbagi akses terhadap suatu barang atau jasa daripada memiliki atau mengontrolnya secara eksklusif. Lebih dari sekadar meminjam atau memberikan, paradigma ini menawarkan suatu visi baru mengenai kepemilikan, konsumsi, dan kolaborasi.
Konsep ini, walaupun diterapkan secara parsial, telah mendorong munculnya berbagai model bisnis dan inisiatif sosial, mulai dari layanan berbagi kendaraan (ride-share), platform penyewaan rumah, hingga tempat kerja bersama (co-working space). Daripada Anda memiliki mobil, Anda bisa menumpang dengan biaya tertentu kepada si pemilik mobil yang bangkunya masih kosong. Proses berbagi semacam ini di-mediasi oleh platform seperti Gojek dan Grab yang kemudian menentukan tarifnya.
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat konvensional, konsep kepemilikan seringkali ditempatkan pada posisi sentral. Memiliki rumah, mobil, atau barang-barang lainnya telah lama dianggap sebagai simbol kesuksesan dan keamanan. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan isu-isu seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan sosial, dan tantangan urbanisasi, Paradigma Berbagi menawarkan model inovasi sosial yang berkeadilan dan berkelanjutan (sustainable).
Di sinilah Paradigma Berbagi hadir sebagai alternatif yang menarik. Inti dari konsep ini terletak pada ide bahwa akses ke sumber daya bisa jadi lebih penting daripada memiliki sumber daya tersebut. Mengapa membeli mobil jika kita hanya membutuhkannya beberapa jam dalam sebulan? Mengapa memiliki ruang kerja tetap jika kita bisa berkolaborasi di berbagai tempat dengan beragam individu?
Dengan bantuan teknologi, ide berbagi ini semakin mudah untuk diwujudkan. Platform digital seperti Airbnb atau Uber adalah contoh konkret bagaimana teknologi memfasilitasi berbagi sumber daya dengan efisien. Namun, di balik kemudahannya berkat teknologi, terdapat nilai-nilai mendasar yang membuat Paradigma Berbagi begitu penting: kolaborasi, kebersamaan, dan keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Paradigma Berbagi mendorong kolaborasi antara individu-individu yang mungkin tidak pernah berinteraksi sebelumnya. Ini menciptakan jaringan dukungan sosial dan memperkuat kebersamaan. Lebih jauh, dengan berbagi sumber daya, kita dapat mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi penggunaan, mendukung upaya keberlanjutan (sustainability).

Pembangunan Gotong Royong

Ilustrasi pembangunan kota. Foto: REUTERS/Maxim Shemetov
Bagaimana jika Paradigma Berbagi dihidupkan dalam skala pembangunan dan kebijakan publik?
Ketika membicarakan pembangunan, pemerintah sering kali terjebak dalam pemikiran neoliberal yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi semata. Pembangunan kemudian mengarah pada suatu pencapaian landmark fisik seolah mencitrakannya sebagai suatu makna kemajuan (seperti kereta cepat dan IKN), tanpa mempertimbangkan efisiensi sosial dan lingkungan.
Model pembangunan semacam ini, tanpa disadari, cenderung memprioritaskan kepentingan segelintir pihak dengan fokus pada kepemilikan privat. Pembangunan neoliberal yang selama ini dominan di berbagai negara, termasuk Indonesia, kerap menimbulkan masalah ketidaksetaraan. Banyak proyek pembangunan yang justru menggusur hak-hak hidup warga, membatasi akses publik atas ruang-ruang sosial, serta menempatkan kepentingan bisnis di atas kepentingan rakyat banyak.
ADVERTISEMENT
Bagi Indonesia, Paradigma Berbagi bukanlah sesuatu yang asing. Nilai gotong royong dan kebersamaan telah lama dianggap sebagai kepribadian bangsa. Dengan mengadopsi Paradigma Berbagi, Indonesia dapat merestorasi nilai-nilai gotong royong dan memberdayakan warga untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan.
Hal ini akan menciptakan pembangunan yang lebih demokratis, di mana setiap individu memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan kesempatan. Dalam jangka panjang, konsep ini bisa menghasilkan pembangunan yang lebih berkelanjutan, adil, dan inklusif.
Paradigma berbagi bukan hanya tentang berbagi sumber daya, tetapi juga tentang bagaimana memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, dan komunitas dalam masyarakat. Ini adalah tentang bagaimana setiap pihak dapat saling memberikan kontribusi, berkolaborasi, dan membangun sinergi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks pembangunan nasional, paradigma berbagi mendorong adanya pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT

Belajar dari Seoul

Ilustrasi Kota Seoul, Korea Selatan. Foto: anek.soowannaphoom/Shutterstock
Seoul, Korea Selatan, memberikan jawaban inspiratif melalui konsep "Sharing City" atau “Kota Berbagi”. Di sana, pemerintah dan masyarakat bekerja sama menciptakan ekosistem yang memungkinkan warga untuk berbagi sumber daya, baik itu ruang, alat, pengetahuan, maupun keterampilan. Konsep ini tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, namun juga pada pengembangan sosial dan budaya masyarakat. Dengan begitu, pembangunan menjadi lebih berkesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup warga.
Sebagai ibukota Korea Selatan, Seoul telah menjadi pionir dalam menerapkan konsep Kota Berbagi. Meski dikenal sebagai salah satu metropolis dunia dengan hampir 10 juta penduduk, kota ini berhasil menunjukkan bagaimana Paradigma Berbagi bisa bertransformasi menjadi sebuah pendekatan pembangunan perkotaan yang inovatif. Inisiatif ini mendorong penciptaan kota yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan adaptif terhadap tantangan masa kini.
ADVERTISEMENT
Salah satu ciri khas Kota Berbagi di Seoul adalah pendekatan holistik terhadap konsep berbagi itu sendiri. Bukan hanya sekadar berbagi barang atau jasa, tetapi juga ruang. Pemerintah kota dengan aktif mempromosikan penggunaan ruang publik. Taman, lapangan, dan fasilitas umum lainnya diubah menjadi area komunal di mana warga dapat berkumpul, berinteraksi, dan berbagi pengalaman. Ini menciptakan atmosfer kebersamaan dan rasa memiliki yang mendalam di antara warga kota.
Tak hanya berhenti di ruang fisik, Seoul juga telah memanfaatkan teknologi digital sebagai alat utama untuk memfasilitasi berbagai inisiatif berbagi. Platform digital khusus diciptakan untuk memudahkan warga berbagi barang, jasa, atau bahkan pengetahuan. Ini membuktikan bahwa berbagi tidak hanya sebatas pada aspek material, tetapi juga pada pengetahuan dan keterampilan.
ADVERTISEMENT
Dalam aspek transportasi, Seoul telah menciptakan revolusi dengan sistem transportasi berbagi. Layanan sepeda publik, yang memungkinkan warga untuk menyewa sepeda dari satu titik dan mengembalikannya di titik lain, menjadi salah satu solusi cerdas untuk mengatasi kemacetan perkotaan dan mendukung gaya hidup yang lebih hijau.
Tentu saja, isu perumahan tidak bisa ditinggalkan. Dalam menjawab tantangan ini, Seoul mendukung pendirian kooperatif perumahan. Dengan model ini, warga dapat bersatu, baik untuk membeli, membangun, atau mengelola properti. Ini menawarkan solusi yang lebih demokratis dan inklusif dalam mengatasi krisis perumahan di kota besar.
Semua inovasi ini tak akan mungkin terwujud tanpa dukungan aktif dari pemerintah kota. Pemerintah Seoul, dengan visinya, telah menerapkan kebijakan proaktif yang mendukung inisiatif berbagi, baik itu memberikan insentif bagi perusahaan yang mengadopsi model bisnis berbagi, atau memfasilitasi pertemuan antar komunitas.
ADVERTISEMENT
Dengan kombinasi kebijakan yang progresif, pemanfaatan teknologi, serta keterlibatan aktif warga, Seoul telah menetapkan standar baru dalam pembangunan perkotaan melalui konsep "Sharing City". Konsep ini tidak hanya memberikan solusi praktis untuk tantangan perkotaan, tetapi juga mengajarkan kita tentang pentingnya kolaborasi dan kebersamaan dalam menciptakan masa depan yang lebih baik.

Kepemimpinan dan Pemilu 2024

Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
Dalam konteks pemilu 2024, posisi Paradigma Berbagi menjadi sangat penting. Pemimpin masa depan Indonesia haruslah individu yang memahami pentingnya kolaborasi, inklusi, dan berbagi. Pemimpin yang mampu melihat potensi di setiap lapisan masyarakat dan memanfaatkannya untuk pembangunan yang lebih inklusif. Pemilu 2024 menjadi momentum bagi pemilih untuk memilih pemimpin yang bukan hanya memahami konsep ini, tetapi juga memiliki visi dan misi untuk menerapkannya dalam kebijakan publik.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Paradigma Berbagi juga dapat menjadi solusi atas berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi Indonesia saat ini, seperti ketidaksetaraan, kemiskinan, dan masalah lingkungan. Dengan pendekatan berbagi, sumber daya yang ada dapat dialokasikan dengan lebih efisien dan berkeadilan, memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak dan kesempatan yang sama untuk berkembang.
Untuk mencapai hal ini, perlu adanya perubahan dalam kebijakan publik dan mekanisme pembangunan. Peran pemimpin menjadi sangat penting dalam menginisiasi, mendukung, dan memfasilitasi inovasi berbasis Paradigma Berbagi. Itulah mengapa pemimpin masa depan sangat menentukan apakah inovasi ini dapat diwujudkan atau justru tidak sama sekali.