Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Rocco Sifredi Juga Manusia
3 Oktober 2019 10:15 WIB
Tulisan dari Grathia Pitaloka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rocco Sifredi Juga Manusia
Sebelum menonton dokumenter ini, lepaskan dulu perspektif dari kacamata norma maupun agama. Mari melihat sosok Rocco utuh sebagai manusia.
ADVERTISEMENT
Film ini dibuka dengan adegan Rocco tengah mandi di bawah pancuran. Lalu kamera bergerak menyorot ke arah kelamin yang membuatnya menjadi salah seorang legenda film biru. Bukan, ini bukan jenis film yang ada di folder rahasia laptop Anda dan biasa ditonton secara diam-diam. Kali ini pria berusia 55 tahun ini akan bertutur mengenai perjalanan hidupnya, kisah yang mungkin sama dengan saya atau Anda pernah alami.
Rocco lahir dari keluarga sangat sederhana di Italia. Ia besar di lingkungan dengan dogma bahwa seks merupakan kesenangan yang diperuntukan buat orang kaya, sedangkan kaum papa tidak layak menikmatinya. Orang miskin tidak memiliki materi dan waktunya habis untuk kerja, kerja, kerja.
Namun sejak dini si miskin Rocco sudah menunjukan naluri terhadap seks. Pemberontakan kelas? Entahlah, yang jelas belum genap sepuluh tahun Rocco sudah tertangkap basah masturbasi oleh ibunya. Rasa takut dan canggung menghinggapi Rocco kala itu, namun sang ibu malah tersenyum dan berkata, kamu sudah dewasa sekarang.
ADVERTISEMENT
Ibu menjadi tokoh terpenting dalam hidup Rocco. Dia rela melakukan apa saja agar perempuan yang diceritakannya sebagai sosok kuat dan tegar itu bahagia. Bahkan ketika hendak memulai karirnya sebagai aktor film biru, Rocco terlebih dahulu meminta restu dari sang ibu. Kalau memang itu membuatmu bahagia, lakukan, kata sang Bunda. Setelah mengantongi izin dari sang ibu, Rocco mantap putar haluan dari semula berniat menjadi pendeta, balik arah menjadi aktor film biru.
Di balik sosoknya yang kerap menjadi simbol kejantanan kaum Adam, Rocco tetap manusia biasa yang rapuh dan tak bisa membendung air mata ketika kehilangan orang yang dicintainya. Dengan suara tercekat Rocco bercerita bahwa ia mengambil cuti dua bulan untuk terbang ke tanah kelahirannya guna merawat ibunya di hari-hari terakhir. Ketika ibunya berpulang, Rocco berdoa di gereja bahwa mereka hanya berpisah untuk sementara dan akan bersatu kembali kelak di surga.
ADVERTISEMENT
Ekonomi kapitalisme (di mana tubuh manusia dihitung sebagai modal dan dapat disubtitusi dengan materi), membuat karir Rocco di dunia perfilman dewasa kian moncer. Tubuh liat serta penis berukuran raksasa yang sigap untuk ereksi menjadi komoditi bagi Rocco untuk memperoleh pundi-pundi. Namun Anda salah bila membayangkan kehidupan Rocco sebagai aktor film dewasa hanya berisi birahi dan hura-hura. Tidak semudah itu Fulguso. Sama seperti manusia umumnya, kehidupan Rocco diwarnai oleh drama dan dilema.
Tak hanya cibiran orang lain terhadap profesinya yang tak awam (sambil diam-diam menonton filmnya), Rocco juga mengalami drama ketika ingin menjalin hubungan serius dengan perempuan. Adiksi terhadap seks serta profesi sebagai aktor film biru menjadi ujung pangkal permasalahan. Perempuan pada umumnya tidak bisa menerima bila pasangannya sehari tidur dengan tiga perempuan (atau lebih), apalagi meninggalkan “barang bukti” yang dapat dikonsumsi oleh khalayak. Tapi Rosa Caraciolo adalah sebuah anomali. Model asal Hongaria itu mau menerima Rocco secara utuh dan mereka berumah tangga. “Saya tahu dimana suami saya seharian dan ngapain aja. Mereka hanya melakukan seks, bukan bercinta,” dalih Rosa.
ADVERTISEMENT
Sisi manusiawi lain yang ditampilkan Rocco pada dokumenter berdurasi hampir 1,5 jam itu adalah rasa sayangnya kepada kedua putranya. Ketika lelaki ini memiliki hubungan yang akrab, layaknya seorang ayah dengan anak pada umumnya. Bila tidak sedang syuting, Rocco selalu menyempatkan waktu untuk berolah raga atau sekedar bermain dengan Leonardo dan Lorenzo. Dilema kembali datang ketika anak-anaknya beranjak dewasa, Rocco harus memutar otak mencari cara yang tepat untuk menjelaskan mengenai profesinya sebagai bintang film dewasa. Ya Rocco juga manusia, sehingga lumrah bila Ia takut mendapat penolakan dari orang yang dicintai. Untung ketakutan itu tidak terbukti, kedua putra Rocco menerimanya secara utuh, termasuk kenyataan bahwa Rocco merupakan bintang film biru yang melegenda.
ADVERTISEMENT