UU ANTI TERORISME DAN PESANTREN RADIKAL

Rachmad Rofik
Saya adalah seorang pemerhati sejarah, filsafat, politik, tasawuf, dan ekonomi. Sejak 2014, saya aktif sebagai relawan Jokowi. Selain itu, saya memiliki keahlian dalam 16 thn trading, desain web dan pemrograman. Portofolio trader : s.id/portogusfx
Konten dari Pengguna
15 Mei 2018 7:51 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rachmad Rofik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
UU ANTI TERORISME DAN PESANTREN RADIKAL
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Yang dinamanakan sel pasti ada sumbernya. Dimana ada anak ayam pasti ada induknya. Narkoba pasti ada pabriknya. Dalam UU Anti Terorisme (UUAT), penulis melihat cenderung lebih berfokus pada aksi pasca terjadi dan on the go penanganan kasus yang sedang dan sudah terjadi, belum memberikan akses lebih luas kepada pemberantasan secara mengakar terhadap embrio dan 'pabrik-pabrik' (baca : pesantren radikal) yang telah melahirkan generator manusia-manusia terorisme tersebut.
ADVERTISEMENT
Adanya UUAT yang semoga segera beres akhir bulan ini, menjadi preseden baik terhadap keseriusan kita semua terhadap penanganan bahaya laten radikalisme ini, namun ini sungguh tidak cukup. Jika, Sel-sel tidur dan pabrik pemroduksi sel terorisme tersebut masih adem ayem dan tetap bisa beroperasi seperti biasa.
Kedaulatan negara masih dalam bahaya karena ideologi mereka yang, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, menolak mentah-mentah bentuk negara dan eksistensi pemerintahan di negeri ini. Namanya api, meskipun kecil tetap bisa membakar.
Maka alangkah lebih baiknya jika penegakan aturan hukum itu juga berlaku pada 'pabrik-pabrik' sel teror yang membajak nama sakral pesantren, dan berlindung di balik nama pesantren yang selama berabad-abad menjadi citra sebuah lembaga yang damai dan anti teror, yang nama pesantren tsb kemudian dijadikan 'baju' dan tameng utk mengembang biakkan paham sesat radikalisme tersebut kpd masyarakat yang tidak paham dan kadang terpesona dan terperdaya oleh kepandaian menghapal al-quran dan hadits yang dihasilkan oleh pesantren radikal tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya menilai pemerintah tidak cukup memberikan sanksi dengan tidak memberikan bantuan ataupun tidak mengakui ijazah yang dikeluarkan oleh pondok pesantren radikal tersebut. Jika hanya sanksi seperti itu, tidak diberi bantuan, tidak diakui ijazahnya dan lain-lain mereka tetap akan bergerak di bawah tanah dan lulusaannya nanti akan memasuki lembaga pendidikan swasta lainnya. Pemberlakuan kebijakan ini harus berlaku surut dan menyeluruh kepada seluruh pesantren radikal yang sudah terlanjur berdiri dan diberi izin.
Artinya jika terindikasi dan terbukti ada pesantren yang sudah berdiri mengajarkan radikalisme kepada para santrinya maka pemerintah harus mengambil tindakan dengan tidak mengeluarkan perpanjangan izin operasional atau membubarkannya sesuai mekanisme.
Pemerintah harus tegas dalam menangani pondok pesantren yang anti NKRI. Pondok pesantren anti NKRI dan juga menggugat dasar negara baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi harus diajukan ke pengadilan dan dibubarkan.
ADVERTISEMENT
Ini (pondok pesantren radikal anti NKRI) sungguh amat berbahaya bagi keutuhan negara. Pemerintah harus mengevaluasi konten kurikulumnya. Karena orang awam akan percaya dengan ideologi yang mereka kembangkan yang bertentangan dengan negara melalui kemasan agama.
Pondok pesantren seperti ini lebih menitikberatkan kepada kemampuan keilmuan yang terlihat dan terdengar. Pesantren seperti ini tidak mengedepankan prinsip Islam moderat (tawazun) dan tidak menghormati nilai-nilai keragaman budaya namun mengandalkan retorika berfikir serta kemampuan berbicara untuk mempengaruhi umat dengan pemahaman tekstualnya. Mereka akan fasih baca Qur'an akan hafal Qur'an dan Hadits dan lain-lain. Piawai bahasa Arab yang membuat takjub publik dan mengikuti ajarannya. Itu sama berbahayanya dengan teroris dan narkoba yang selama ini mengancam negara. Sangat berbahaya!
ADVERTISEMENT
Pesantren radikal ini sangat mengganggu arah dan tujuan pendidikan negara yang termuat dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945. Dan tentunya jika ada satuan pendidikan baik informal maupun non formal yang merongrong Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi bangsa maka harus dibawa ke pengadilan.
Kalau ada bukti kuat harus dibubarkan. Dan ini salah satu tugas aparat intelejen untuk mencari bukti-bukti dan dokumen-dokumen mereka. Harus dilihat apa latar belakang pendirian dan pendirinya. Semua harus sadar bagaimana efek dan sepak terjang para lulusan ketika sudah keluar dari pesantren tersebut mereka sudah menguasai dasar-dasar ilmu agama dan dibekali dengan pemahaman radikal dan eksklusif.
Begitu mereka keluar dari lembaga pendidikan mereka sudah punya kemampuan dasar agama. Ketika menjadi pembicara ustadz di tengah-tengah publik luas mereka menggunakan bungkus-bungkus agama untuk menyerang ideologi dan mempengaruhi jalan pikiran masyarakat kita.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya pemerintah lebih fokus menata dan mensinkronkan lembaga pendidikan apa pun dengan undang-undang dan ideologi negara kita. Jika dulu pemerintah banyak memberikan kelonggaran dalam mendirikan pesantren karena memang pesantren merupakan lembaga informal serta tidak memimbulkan efek negatif, namun sekarang pemerintah harus hadir ikut menangani pesantren secara lebih intensif.
Kalau dulu pesantren identik dengan NU. Kalau sekarang nama pesantren dikemas dengan paham mereka dan dijual ke masyarakat. Kelompok ini justru sedang jualan. Identitas pesantren dimanfaatkan oleh mereka. Dengan istilah pesantren, bayangan masyarakat tentang mereka pasti baik. Padahal garis keras.
Fakta ini harusnya menjadi perhatian dan kehati-hatian masyarakat untuk memilih pesantren dengan baik. Tidak hanya melihat fasilitas dan namanya saja namun juga harus paham siapa yang mendirikan dan kurikulum apa yang diajarkan.
ADVERTISEMENT
Level dan trade merk pesantren yang identik dengan NU dibajak terang-terangan oleh mereka, publik dikelabui masuk dalam jebakan mereka. Betapa halus dan berbahayanya kegiatan mereka ini.
Saat ini perlu langkah sistematis dari pemerintah untuk menata kembali pesantren yang ada dengan tidak melanggar HAM dan undang-undang pendidikan nasional tetapi bisa mengembalikan pesantren yang menyejukkan tentunya dengan bukti-bukti kuat.
Pemerintah harus ikut mengarahkan melalui konten kurikulum semisal dengan memasukkan kitab-kitab moderat seperti Hikam, Ihya Ulumiddin. Semacam mata kuliah umum di perguruan tinggi. Jika pesantren tersebut menolak, ini bisa menjadi indikasi pesantren tersebut memiliki visi dan misi lain. Penolakan pesantren terhadap kurikulum moderat akan menjadi irisan terganggunya negara serta ideologinya.
Kita resah dengan radikalisme selama ini. Tenaga, fikiran dan anggaran negara kita habis untuk mengantisipasi kelompok yang selalu menggugat dasar negara ini. Kapan kita akan membangun sektor lain yang lebih bermanfaat?.
ADVERTISEMENT
Ada benang merah dari penataan pesantren dan pembubaran pesantren radikal yaitu penumpasan terhadap teroris yang sampai dengan saat ini masih saja terjadi di Indonesia. Pesantren radikal sudah jelas bagian dari masalah munculnya teroris secara sistemik selain hal-hal lain seperti gerakan dan ideologi transnasional yang demikian mudah berkembang akibat kemajuan teknologi informasi.
Perlu saya tegaskan yang teroris itu bukan Islamnya. Yang teroris adalah pelaku terornya yang mungkin kebetulan beragama Islam. Sehingga saya mengajak masyarakat untuk dengan jernih melihat akar permasalahan dari terorisme. Tidak ada agama yang mengajarkan teror. Semua agama mengajarkan kasih sayang, rahmatan lil 'alamin, humanisme, saling menghormati dan saling mencintai. Tidak saling menyakiti. Apalagi saling menghancurkan.
Masyarakat harus sadar dan mengutuk sang pelaku teror yang membungkus tindakannya dengan nama agama. Perkembangan media sosial saat ini dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk mencari simpati dan dukungan atas tindakan terornya. Mereka mengajak masyarakat mendukung mereka dengan memelintir motif mereka.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, semoga kita bisa melakukan antisipasi yang komprehensif dan meredam bibit-bibit terjadinya terorisme lebih dini dan mengakar bukan hanya pada saat sudah terjadi 'kebakaran' dan ledakan bomber tersebut.
Bukan hanya pemerintah saja namun masyarakat juga harus pro aktif ikut dalam gerakan anti terorisme ini dengan tidak memberikan ruang kepada berkembangnya ideologi perusak ini.
Kesesatan berfikir dengan berani mati dan berharap shortcut ke surga dengan menjadi bomber, merupakan sebuah cermin bahwa kesiapan mereka mati, tidak diiringi dengan kesiapan mereka untuk hidup. Logika berfikir sama yang dilakukan oleh mereka yang terputus dari rahmat Tuhan karena putus asa dan kendat (basa Jawa artinya bunuh diri).
Surga menurut kebanyakan para ulama-ulama sufi yang terkenal wajib di raih dan dirasakan di dunia, nuansa dan kondisi tersebut sudah harus di rasakan sejak hidup lalu di bawa bersama ruh kembali kepada Tuhan Sang Pencipta Semesta. Dengan jiwa yang tenang dan tentram. Dengan nafsul muthmainnah. Dengan qalbun salim (hati yang selamat). Hati yang jernih sejernih bayi yang tidak memiliki dendam, marah, sombong dan iri hati.
ADVERTISEMENT