Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Derita Rakyat Dalam Sistem Fiat
28 September 2024 16:53 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Grup GRL tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjadi bangsa yang kalah dan miskin dalam sistem moneter berbasis fiat adalah sebuah penderitaan tanpa batas, di mana rakyatnya terperangkap dalam lingkaran setan ketidakberdayaan yang terus menggerogoti harapan akan masa depan yang lebih baik. Dalam sistem ini, nilai uang yang dimiliki oleh masyarakat ditentukan oleh keputusan sepihak dari pemerintah dan bank sentral, tanpa dukungan dari aset nyata seperti emas atau komoditas lain. Akibatnya, uang fiat yang kita gunakan setiap hari pada dasarnya hanyalah janji kosong yang nilainya bisa dengan mudah tergerus oleh inflasi atau kebijakan moneter yang tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Bagi bangsa yang kalah, sistem ini seperti perangkap yang tak terlihat, tetapi sangat nyata menghimpit kehidupan sehari-hari. Ketika mata uang kehilangan nilainya akibat inflasi yang tak terkendali, daya beli masyarakat jatuh bebas. Harga barang kebutuhan pokok terus meroket, sementara pendapatan yang stagnan atau bahkan menurun membuat rakyat semakin terpuruk. Dalam situasi ini, mereka yang miskin menjadi semakin miskin, terperosok ke dalam jurang kemiskinan yang makin dalam tanpa ada tali penolong untuk menarik mereka keluar.
Inflasi yang tinggi menjadi momok menakutkan bagi bangsa yang lemah secara ekonomi. Dalam sistem moneter fiat, pemerintah memiliki kebebasan untuk mencetak uang sebanyak yang diinginkan tanpa batasan fisik seperti yang ada dalam sistem berbasis emas. Ketika uang baru dicetak untuk membiayai defisit anggaran atau proyek-proyek yang kurang produktif, nilai setiap unit uang yang beredar menjadi semakin rendah. Apa yang dulu bisa dibeli dengan beberapa lembar uang kertas, sekarang membutuhkan puluhan atau bahkan ratusan kali lipat lebih banyak. Masyarakat yang bergantung pada pendapatan tetap atau gaji yang tidak sebanding dengan laju inflasi akan mendapati dirinya terjebak dalam pusaran ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi untuk menabung atau berinvestasi.
ADVERTISEMENT
Lebih parah lagi, mereka yang mencoba melindungi kekayaannya dengan menabung dalam mata uang fiat akan menyadari bahwa usaha mereka sia-sia. Sementara nilai nominal tabungan mereka mungkin tetap, daya beli dari tabungan tersebut terus menyusut seiring waktu. Menabung dalam mata uang fiat yang lemah adalah seperti berusaha menampung air di keranjang; sekeras apa pun usaha yang dilakukan, air akan terus merembes keluar. Ini adalah penderitaan tanpa akhir, di mana kerja keras dan usaha rakyat kecil untuk mengumpulkan sedikit demi sedikit kekayaan tak pernah berbuah manis.
Dalam skenario seperti ini, ketidaksetaraan menjadi semakin mengakar. Mereka yang memiliki akses ke aset nyata seperti properti, emas, atau investasi di luar negeri mungkin dapat melindungi kekayaannya dari erosi nilai yang disebabkan oleh inflasi. Namun, bagi sebagian besar rakyat yang hanya memiliki uang tunai atau aset yang mudah terpengaruh oleh inflasi, tidak ada tempat berlindung dari badai ekonomi yang menghancurkan. Kesenjangan ekonomi yang melebar ini menciptakan jurang pemisah yang tak tertutup antara yang kaya dan miskin, antara yang berdaya dan tak berdaya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ketergantungan pada mata uang fiat yang rentan juga membuat bangsa yang kalah berada dalam posisi yang lemah di kancah internasional. Ketika mata uang domestik terus melemah, harga barang impor melonjak tajam, menyebabkan tekanan pada neraca perdagangan dan memperparah defisit. Hutang luar negeri, yang umumnya denominasi dalam mata uang asing, menjadi beban yang kian berat. Untuk membayar kembali hutang tersebut, pemerintah harus mengorbankan anggaran untuk kebutuhan domestik, memotong subsidi, atau bahkan mencetak lebih banyak uang, yang semuanya berujung pada inflasi yang lebih tinggi.
Kedaulatan ekonomi menjadi ilusi belaka ketika kebijakan moneter dan fiskal lebih dikendalikan oleh kekuatan eksternal daripada kepentingan nasional. Dalam keadaan seperti ini, pemerintah sering kali tidak punya pilihan selain mematuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga internasional atau negara-negara pemberi pinjaman. Kedaulatan ekonomi yang terkikis ini menambah penderitaan rakyat yang sudah terbebani oleh kondisi ekonomi yang sulit. Mereka menjadi pion dalam permainan geopolitik dan ekonomi global, tanpa banyak kuasa atas nasib mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Sistem moneter fiat yang tak terkendali juga rentan terhadap fluktuasi ekonomi global yang tak dapat diprediksi. Ketidakstabilan mata uang, perubahan kebijakan moneter di negara-negara besar, atau bahkan krisis keuangan global dapat memicu gelombang kejut yang menghancurkan perekonomian negara yang sudah rapuh. Ketika mata uang melemah drastis dalam waktu singkat, inflasi melonjak dan sistem keuangan domestik bisa lumpuh. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian dan ketidakstabilan yang berkelanjutan, membuat rakyat semakin sulit untuk merencanakan masa depan mereka.
Tidak hanya itu, dalam sistem moneter fiat yang disfungsional, nilai kerja keras dan inovasi rakyat tereduksi oleh ketidakmampuan sistem untuk memberikan imbalan yang setara. Ketika usaha dan kerja keras tidak dihargai secara adil karena penurunan nilai uang, motivasi untuk bekerja lebih keras atau berinovasi bisa hilang. Rakyat yang merasa jerih payahnya sia-sia mungkin memilih untuk berhenti berusaha, menciptakan budaya apatis yang menghambat pertumbuhan dan kemajuan bangsa. Negara yang terjebak dalam siklus seperti ini akan semakin sulit untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Solusi untuk keluar dari penderitaan tanpa batas ini tidaklah mudah dan membutuhkan reformasi yang mendasar. Pertama, penting untuk memperkuat fondasi ekonomi melalui diversifikasi sumber daya dan peningkatan produktivitas, sehingga tidak terlalu bergantung pada kebijakan moneter yang rapuh. Kedua, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri yang berisiko dan mencari cara untuk memulihkan kedaulatan ekonomi. Ini bisa dilakukan dengan membangun cadangan devisa yang kuat dan mengurangi defisit perdagangan.
Penting juga untuk memperkuat kebijakan fiskal yang mendukung investasi jangka panjang dan pembangunan infrastruktur, sehingga perekonomian dapat tumbuh lebih stabil dan inklusif. Kebijakan ini harus fokus pada peningkatan kapasitas domestik, pengurangan ketimpangan, dan penciptaan lapangan kerja yang produktif. Pendidikan dan pelatihan vokasional juga harus menjadi prioritas untuk memastikan bahwa rakyat memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam ekonomi global yang terus berubah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif inflasi, perlu ada upaya untuk memperkuat sistem keuangan domestik dengan menawarkan instrumen keuangan yang lebih baik untuk menabung dan berinvestasi, yang tidak hanya bergantung pada mata uang fiat yang rentan. Opsi seperti obligasi ritel, investasi emas, atau bahkan mata uang kripto yang stabil dapat menjadi alternatif untuk melindungi kekayaan dari erosi nilai.
Namun, semua ini membutuhkan kerjasama dan kesadaran kolektif bahwa penderitaan yang disebabkan oleh sistem moneter fiat yang disfungsional hanya dapat diatasi dengan kebijakan yang bijak, kepemimpinan yang visioner, dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Membangun ketahanan ekonomi dan keuangan adalah upaya jangka panjang yang tidak bisa dicapai dengan kebijakan instan. Ini adalah perjuangan untuk keluar dari jerat ketergantungan pada sistem yang tidak adil, menuju tatanan ekonomi yang lebih berdaulat, adil, dan sejahtera bagi semua. Hanya dengan demikian, bangsa yang kalah dan miskin dapat mengubah nasib mereka dan bangkit dari penderitaan tanpa batas yang diakibatkan oleh sistem moneter fiat yang rentan.
ADVERTISEMENT