Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menjauhi Dolar, Strategi Moneter?
23 September 2024 8:59 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Grup GRL tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gerakan menjauhi dolar, atau "de-dolarisasi," adalah fenomena global yang semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan ini dipicu oleh meningkatnya ketidakpuasan dengan dominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang cadangan global. Sejak berakhirnya Perang Dunia II, dolar telah menjadi mata uang utama dalam perdagangan internasional, cadangan devisa, serta alat tukar dalam berbagai transaksi ekonomi dunia. Dominasi dolar memberikan keuntungan besar bagi AS, termasuk kemampuan untuk mencetak uang tanpa risiko langsung hiperinflasi, kontrol terhadap kebijakan moneter global, dan pengaruh ekonomi yang kuat. Namun, semakin banyak negara mulai melihat risiko dan kelemahan dari ketergantungan pada dolar dan mulai beralih ke alternatif lain.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan utama di balik gerakan ini adalah ketidakstabilan ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan moneter AS. Ketika Federal Reserve menaikkan suku bunga atau mengadopsi kebijakan moneter yang ketat, dampaknya dirasakan oleh ekonomi global. Negara-negara yang memiliki utang dalam dolar, misalnya, akan melihat beban utang mereka meningkat seiring dengan kenaikan suku bunga, menyebabkan ketidakstabilan ekonomi di negara tersebut. Selain itu, fluktuasi nilai tukar dolar sering kali tidak mencerminkan realitas ekonomi di luar AS, tetapi tetap berdampak besar pada perekonomian negara-negara lain.
Selain faktor ekonomi, gerakan menjauhi dolar juga didorong oleh faktor geopolitik. AS telah lama menggunakan dominasi dolarnya untuk menerapkan sanksi ekonomi terhadap negara-negara yang tidak sejalan dengan kebijakan luar negeri mereka. Negara seperti Rusia, Iran, dan Venezuela, misalnya, telah menjadi target sanksi ekonomi yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk bertransaksi menggunakan dolar. Akibatnya, negara-negara ini semakin termotivasi untuk mencari alternatif dalam perdagangan internasional mereka agar tidak terlalu tergantung pada sistem keuangan yang didominasi oleh AS.
ADVERTISEMENT
Kekuatan dolar juga terkait erat dengan peran dolar sebagai mata uang cadangan global. Bank-bank sentral di seluruh dunia menyimpan sebagian besar cadangan devisa mereka dalam bentuk dolar, terutama melalui pembelian obligasi pemerintah AS. Ini memberikan AS kemampuan untuk membiayai defisit anggarannya tanpa harus khawatir tentang dampak langsung pada inflasi domestik. Namun, beberapa negara mulai mengalihkan cadangan devisa mereka ke aset lain, seperti emas atau mata uang lain, untuk melindungi diri dari ketidakpastian yang terkait dengan kebijakan moneter AS.
Salah satu contoh penting dari gerakan ini adalah inisiatif dedolarisasi yang dilakukan oleh Rusia dan Cina. Kedua negara ini telah memperkuat hubungan ekonomi dan memperluas penggunaan mata uang mereka sendiri dalam perdagangan bilateral. Cina, sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia, juga telah meluncurkan inisiatif untuk mempromosikan yuan sebagai mata uang alternatif dalam perdagangan internasional, termasuk dalam transaksi energi. Rusia, yang menjadi target utama sanksi ekonomi AS dan Eropa, telah secara signifikan mengurangi ketergantungannya pada dolar dalam perdagangan internasionalnya dan mengalihkan cadangan devisanya ke mata uang lain serta emas.
ADVERTISEMENT
Gerakan ini juga dipicu oleh perkembangan teknologi keuangan, seperti mata uang kripto dan teknologi blockchain, yang memungkinkan transaksi lintas batas tanpa melibatkan sistem perbankan tradisional yang didominasi oleh dolar. Mata uang digital yang terdesentralisasi, seperti Bitcoin, menawarkan alternatif yang menarik bagi negara-negara yang ingin menghindari dominasi dolar dalam perdagangan internasional. Bahkan beberapa negara mulai menjajaki peluncuran mata uang digital mereka sendiri (Central Bank Digital Currency/CBDC) sebagai bagian dari upaya de-dolarisasi. Cina, misalnya, telah meluncurkan yuan digital, yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran domestik, tetapi juga berpotensi digunakan dalam transaksi internasional, mengurangi kebutuhan akan dolar.
Selain itu, gerakan menjauhi dolar juga mendapat dorongan dari negara-negara berkembang yang ingin mengurangi ketergantungan pada mata uang asing dan meningkatkan kedaulatan ekonominya. Negara-negara seperti India, Brasil, dan Turki telah mulai mengembangkan kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional dan mengurangi peran dolar dalam perekonomian mereka. Ini termasuk peningkatan penggunaan swap mata uang bilateral dan perjanjian perdagangan yang tidak menggunakan dolar sebagai mata uang perantara.
ADVERTISEMENT
Dedolarisasi juga memiliki potensi untuk mengurangi ketidakadilan global yang sering kali muncul dari ketergantungan pada dolar. Ketika nilai dolar naik, harga komoditas global seperti minyak dan bahan pangan sering kali ikut naik, karena sebagian besar komoditas diperdagangkan dalam dolar. Negara-negara berkembang yang memiliki ketergantungan besar pada impor komoditas sering kali paling terdampak oleh fluktuasi nilai tukar dolar. Dengan beralih dari dolar ke mata uang alternatif atau sistem perdagangan berbasis barter, negara-negara ini dapat mengurangi dampak fluktuasi dolar terhadap perekonomian mereka dan mencapai stabilitas ekonomi yang lebih besar.
Meskipun gerakan menjauhi dolar semakin kuat, masih ada tantangan yang signifikan. Salah satu tantangan utama adalah bahwa dolar masih mendominasi sebagian besar transaksi global, terutama dalam perdagangan komoditas dan pasar keuangan. Transisi ke sistem baru yang tidak bergantung pada dolar membutuhkan waktu dan upaya yang signifikan, serta membutuhkan koordinasi di antara negara-negara yang ingin mendiversifikasi cadangan devisa mereka atau mengubah sistem pembayaran internasional.
ADVERTISEMENT
Selain itu, meskipun ada banyak kritik terhadap dominasi dolar, dolar tetap dianggap sebagai mata uang yang stabil dan aman dibandingkan dengan banyak mata uang lainnya. Dalam masa ketidakpastian global, seperti krisis keuangan atau ketegangan geopolitik, investor dan negara-negara sering kali beralih ke dolar sebagai "safe haven." Hal ini memperkuat posisi dolar di pasar global, bahkan ketika ada dorongan untuk mendiversifikasi dari ketergantungan padanya.
Namun, meskipun tantangan ini ada, gerakan dedolarisasi kemungkinan akan terus berlanjut, terutama di tengah perubahan dinamika geopolitik global. Ketika negara-negara seperti Cina dan Rusia semakin memperluas pengaruh ekonomi mereka dan mengembangkan sistem keuangan alternatif, tekanan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar akan semakin kuat. Selain itu, dengan munculnya teknologi keuangan baru dan peningkatan kesadaran tentang risiko ketergantungan pada satu mata uang, dunia mungkin akan melihat lebih banyak negara yang mengadopsi langkah-langkah dedolarisasi di masa depan.
ADVERTISEMENT
Dedolarisasi bukan hanya tentang melawan dominasi dolar, tetapi juga tentang menciptakan sistem ekonomi global yang lebih adil, inklusif, dan tahan terhadap krisis. Dengan mengurangi ketergantungan pada satu mata uang, negara-negara dapat memperkuat kedaulatan ekonomi mereka, melindungi diri dari risiko fluktuasi nilai tukar, dan menciptakan kebijakan ekonomi yang lebih otonom. Pada akhirnya, gerakan menjauhi dolar mencerminkan upaya global untuk membangun tatanan ekonomi yang lebih beragam, di mana tidak ada satu negara atau mata uang yang memiliki kekuasaan berlebihan atas ekonomi dunia.
Gerakan ini mungkin akan menghadapi tantangan yang cukup besar, tetapi potensi jangka panjangnya adalah menciptakan ekosistem keuangan yang lebih seimbang. Saat dunia semakin terhubung secara digital dan peran teknologi dalam sistem keuangan semakin besar, langkah menjauhi dolar mungkin akan menjadi lebih mudah diimplementasikan dan lebih diadopsi oleh banyak negara. Sistem yang lebih pluralis ini, meskipun masih dalam proses, bisa membuka jalan bagi era baru dalam dinamika ekonomi internasional.
ADVERTISEMENT