Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Ada Yang Tidak Ada di Komidi Gambar Widji Thukul
23 Januari 2017 17:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
Tulisan dari Gumilang Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia sudah beberapa kali melahirkan film — film yang bertema politik. Plot yang diambil juga sangat beragam. Dari sisi humanis hingga asmara. Semua di elaborasi jadi satu kerangka dalam sebuah film. Sangat menarik. Bagi sebagian aktivis politik. Film — film yang mengangkat tema itu sangat menarik perhatian. Mungkin, teman — teman sudah khatam membaca bukunya. Mereka sangat penasaran dalam kerangka audio visual. Seperti Soe Hok Gie, Surat Dari Praha, dan yang sekarang baru rilis film istirahatlah kata — kata. Kebetulan, ketiga film itu sangat membuat saya berdecak kagum.
ADVERTISEMENT
Walaupun ada beberapa film yang lainnya dengan tema yang sama dan sangat baik.Dari ketiga film yang sudah saya sebut diatas, bagi saya yang paling membuat penasaran adalah film istirahatlah kata — kata ini. Karena ini adalah sebuah peringatan sekaligus pesan kepada pihak yang harus bertanggung jawad atas tragedi hilangnya Widji Thukul. Dari film ini pula, semua aktivis HAM dan yang bersangkutan lain turut menyimak sinema ini. Tentunya, diskusi sudah sangat larut untuk bicara hal ini, orang- orang yang rindu kepadanya, keluarga apalagi teman seperjuangan hanya ingin dirinya kembali dan berjuang bersama lagi menata sisa — sisa perjuangan yang belum usai.Film istirahatlah kata — kata ini sangat menyita perhatian karena ada enigma tersendiri dari posisi sang pemeran utama yang realitasnya masih dipertanyakan keberadaanya.
ADVERTISEMENT
Kisah pilu peristiwa politik dipenghujung tahun 90'an membawa beberapa aktivis Wiji Tukul masuk ke lubang pemerintahan yang sangat gelap. Mereka dihilangkan, dipaksa meninggalkan orang — orang yang dicintainya. Plot film istirahatlah kata menggambarkan kehidupan buron seorang Wiji Thukul yang nomaden dalam kondisi yang sedang dicari oleh negara. Sangat membosankan melihat kehidupan gelap Wiji Thukul.Dia sempat meninggalkan seorang istri dan kedua anaknya, kehidupannya sangat hati — hati. Dalam melakukan aktivitas dia selalu hati — hati. Sampai — sampai perasaan rindu seorang ayah kepada kedua anaknya dan seorang istrinya menyerang. Dia balik kekampung halaman, demi menyelesaikan rasa rindunya. Tapi, kondisi yang buram karena ulah tingkah laku intelijen polisi dan tentara membuatnya seperti orang asing dirumahnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Film itu menceritakan kehidupan Wiji Thukul sebelum Presiden Soeharto turun.Peristiwa politik dari film itu tidak mendeskripsikan aksi — aksi politik dari mobilisasi massa sampai konsolidasi, hanya membawa pesan saja dari obrolan — obrolan picisan aktivis PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang pada saat itu banyak yang ditangkap oleh negara. Saya sih tidak kecewa, sebenarnya saya ingin tau apa yang dilakukan WT sewaktu itu saat pra reformasi, konsolidasi semacam apa yang dia mainkan, lalu bagaimana ia membakar semangat teman-temannya ketika ingin berdemonstrasi. Tapi di film itu tidak terlihat. Sebenarnya agak kecewa juga.
Tapi saya mendalami maksud dan tujuan film ini melalui kaca mata sutradara dan komponen yang membuat film ini. Pasti ada alasan lain.Saya juga ikut merasakan bagaimana seorang perempuan yang lalu lalang penuh harap dan cemas serta rindu menggebu menunggu sang suami pulang. Bagaimana ia diinterogasi oleh aparatur negara dan sampai — sampai kata anak Wiji Thukul yang pertama bahwa ia sempat memberitahu bahwa ibunya sampai hafal, suara — suara sepatu siapa yang datang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lagu Bunga dan Tembok itu sangat cantik sekali, penuh balutan — balutan manifesto dari seorang Wiji Thukul dengan analogi — analogi bunga dan tembok. Bahwa rakyat sebagai Bunga dan pemerintah itu sebagai tembok.Apalagi ketika puisi — puisi itu dibungkus dengan nada — nada haru yang dinyanyikan Fajar Merah (Anak Kedua Wiji Thukul) berkolaborasi dengan Cholil Mahmud vokalis band Efek Rumah Kaca. Di Penghujung film, ketika lagu ini dinyanyikan sangat membuat hati bergetar. Bagaimana Fajar Merah merasuk seolah mengimajinasikan sosok ayahandanya dalam sebuah bait — bait puitis yang diciptakan oleh Wiji Thukul.
Dari Kami Pengagum Dirimu, Istirahatlah Widji Thukul dan Kami akan Selalu ingat kata — katamu ..
ADVERTISEMENT