Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mereka Yang Terus Bergerak dan ‘Diam’ di Bawah Payung Hitam
20 Februari 2017 13:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Gumilang Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di setiap kamis, nyali berlapis.
Begitulah, sepenggal larik dari band Efek Rumah Kaca dalam lagunya yang berjudul ‘hilang’. Lagu tersebut menjadi medium pendukung bahwa Efek Rumah Kaca sedang bernarasi bahwa ada sebuah aksi disetiap hari Kamis.
ADVERTISEMENT
Aksi Kamisan terjadi karena para pesertanya menuntut keadilan pemerintah terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Aksi ini tidak sumir, sudah bertahun — tahun berada diseberang istana, aksi Kamisan ini sudah dimulai sejak tahun 2007, sudah begitu lama mereka menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab. Sampai detik ini belum ada inisiasi pemerintah untuk bertanggung jawab.
Aksi Kamisan memilih untuk diam sebagai bentuk tuntutan bagi pemerintah untuk tidak diam terhadap isu yang mereka bawa.
Dalam situs resmi mereka dijelaskan, “diam” tidaklah berarti telah kehilangan hak-hak sebagai warga negara, dan “berdiri” melambangkan bahwa korban/keluarga korban pelanggaran HAM adalah warga negara yang tetap mampu berdiri untuk menunjukkan bahwa punya hak sebagai warga di bumi pertiwi Indonesia dan sadar bahwa hak itu tidak gratis bisa didapat, terlebih-lebih ketika pemerintah tidak mau peduli.
ADVERTISEMENT
Di setiap hari kamis, wajah — wajah yang datang selalu dinamis, simpul massa juga regenerasi. Aksi ini juga menjadi ruang untuk membangun ingatan generasi muda bahwa banyak pelanggaran HAM yang pernah terjadi seperti penembakan Semanggi 1, Semangi 2, penembakan Trisaksi, dan penghilangan paksa aktivis.
Jangan lupakan juga kerusuhan Mei 13 dan 15 (tahun1998), Talangsari Lampung, Tanjung Priok 1984, tragedi 1965, pembunuhan aktivis HAM Munir dan tragedi Wasior-Wamena dan masih banyak lagi.
Bahkan, narasi — narasi aksi Kamisan ini selalu muncul di ruang — ruang diskusi, sebagai tanda bahwa masih ada yang peduli terhadap kasus — kasus yang pernah terjadi di indonesia. Berbagai media seperti pamflet, poster dan sebagainya turut serta mendistribusikan narasi — narasi yang diperjuangkan dalam aksi Kamisan ini kedalam format yang agak berbeda.
ADVERTISEMENT
Mereka menyentuh kaum muda agar lebih peduli.Sampai pada tahun ini, aksi Kamisan juga terus berlanjut, publik figur juga pernah terlibat didalamnya seperti Arie Kriting, Melanie Soebono dan Pandji Pragiwaksono.
Yang disayangkan, gerakan ini sangat statis dan seperti sebuah ‘tren’ saja karena tidak menuntut terlalu berisik kepada pemerintah dan berakibat pemerintah yang sudah berganti — ganti tidak merasa gusar.
Di aksi Kamisan yang ke 480 misalnya, aksi pada awal februari 2017 ini dapat dikatakan cukup ramaii. Dihadiri oleh keluarga korban Semanggi I, korban ’65, korban penggusuran, Kontras, LBH Jakarta, Wahid Institute, Odos, mahasiswa Atma Jaya, mahasiswa STF Driyarkara, mahasiswa UNJ, sineas film dokumenter, warga Manggadua, dan Aliansi Laki-laki Baru ini tidak merubah apapun.
ADVERTISEMENT
Saya menjadi bingung. Sudah banyak yang merepresentasikan lembaga maupun mereka yang dilanggar HAM-nya tetapi tidak ada perubahan apapun.
Sampai kapan aksi Kamisan ini harus berlanjut? Menurut saya, ini harus didesak dengan cara lama. Mungkin menurut nilai berita hal ini sudah basi, tetapi pelanggaran ini penting untuk diungkap.
Coba bayangkan, ada kabar beredar menyatakan bahwa negara melindungi pembunuh munir. Menurut kabar tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menuding negara melindungi pelaku pembunuhan aktivis Munir Said Thalib. Tudingan itu merespons putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan pengungkapan dokumen hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kepada publik.
ADVERTISEMENT
Yati Andriani, seorang ahli bidang advokasi KontraS, menyatakan bahwa mereka mencurigai adanya upaya pembohongan karena negara ingin melindungi pihak yang saat ini ada di bawah ketiak presiden. Negara melalui PTUN telah melakukan persekongkolan jahat dalam menutupi kasus kematian Munir. Ini pertanda bahwa sampai kapanpun aksi Kamisan berjalan yang merupakan gerakan eksternal untuk mengungkap kebenaran telah tidak lagi diperhatikan. Masih menurut Yati, majelis hakim PTUN tidak mempertimbangkan fakta-fakta mengenai dokumen hasil penyelidikan TPF sehingga menerima alasan Kementerian Sekretaris Negara yang menyatakan tak memiliki dokumen terkait.
KontraS juga curiga ada orang yang secara sengaja menghilangkan atau menyembunyikan dokumen penyelidikan TPF itu.
Saya menghargai gerakan aksi Kamisan ini. Bagi saya, harus ada gebrakan yang benar- benar membuat pemerintah itu melek bahwa ada gerakan yang ingin mengungkapkan kebenaran, ini tidak bisa terus 'diam’. Jalur lain mungkin harus coba digunakan. Harus ada target agar pemerintah bisa mengungkap atau hanya akan ada aksi Kamisan terus — menerus tanpa ada hasil.
ADVERTISEMENT
Sekian.