Konten dari Pengguna

Carut Marut Konstitusi dan Pentingnya Etika Kehidupan Berbangsa

Anak Agung Gede Ananta Wijaya Sahadewa
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa
29 Agustus 2024 19:28 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anak Agung Gede Ananta Wijaya Sahadewa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih segar dalam ingatan kita pada saat Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No.60/PUU-XXII/2024 mengejutkan banyak pihak karena mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah di Pilkada Serentak 2024 serta Putusan MK tentang batas minimal usia calon kepala daerah terhitung pada saat pendaftaran, bukan pelantikan.
ADVERTISEMENT
Yang mengejutkan sehari setelahnya, DPR menganulir Putusan MK dan mencoba untuk merevisi UU Pilkada. Tindakan ini nampaknya menunjukkan upaya DPR untuk melindungi kepentingan tertentu, termasuk kepentingan keinginan putra Presiden Jokowi agar dapat memiliki asa maju sebagai Gubernur atau Wakil Gubernur.
Selain itu, situasi ini menyoroti pentingnya etika dalam kehidupan berbangsa. Ketika lembaga-lembaga negara terlibat dalam persaingan dan konflik kepentingan, integritas proses hukum dan keadilan menjadi sangat penting. Etika yang kuat diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan kepentingan publik dan bukan sekadar kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Etika Kehidupan Berbangsa adalah pedoman yang berasal dari ajaran agama universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila. Pedoman ini menjadi dasar dalam berpikir, bersikap, dan bertindak dalam kehidupan berbangsa.
ADVERTISEMENT
Menurut TAP MPR Nomor VI Tahun 2001, rumusan Etika Kehidupan Berbangsa dibuat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya etika dan moral dalam masyarakat. Tujuan dari rumusan ini adalah untuk menjadi pedoman utama dalam meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta memiliki kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Indonesia dalam kehidupan berbangsa.
Salah satu pokok dari Etika Kehidupan Berbangsa ialah etika Politik dan Pemerintahan. Etika Politik dan Pemerintahan ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang transparan, efisien, dan efektif serta mendorong suasana politik yang demokratis. Ciri-ciri dari suasana tersebut meliputi keterbukaan, tanggung jawab, responsif terhadap aspirasi masyarakat, penghargaan terhadap perbedaan, kejujuran dalam kompetisi, kesiapan untuk menerima pandangan yang lebih baik, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
Kaesang Pangarep dan Erina Gudono. Foto: Instagram/ @erinagudono
Etika pemerintahan memberikan pesan bahwa agar pemerintah (dalam hal ini Presiden) sebagai penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap apa yang sedang terjadi di republik kita tercinta ini. Akhir-akhir ini, warganet di berbagai platform media sosial banyak membahas gaya hidup keluarga Presiden Jokowi, yang dianggap "tone deaf" karena dianggap kurang peka terhadap kondisi sosial. Istilah tersebut biasanya digunakan untuk menggambarkan individu yang memiliki privilege, seperti orang kaya atau pejabat, yang kurang sensitif terhadap isu-isu sosial.
ADVERTISEMENT
Etika Politik dan Pemerintahan menyampaikan mandat kepada setiap pejabat dan elit politik untuk menunjukkan integritas, kejujuran, dan tanggung jawab. Mereka diharapkan bersikap sportif, melayani dengan sepenuh hati, memiliki jiwa besar, menjadi teladan, rendah hati, dan siap mengundurkan diri dari jabatan politik jika terbukti melakukan kesalahan. Kebijakan mereka juga harus selaras dengan hukum dan keadilan masyarakat secara moral. Etika ini diwujudkan dengan sikap adil dan transparan dalam berproses serta tidak manipulatif dengan melakukan kebohongan-kebohongan publik lainnya.
Lalu para penyelenggara negara harus memprioritaskan Etika Penegakan Hukum yang Adil dengan membangun kesadaran bahwa ketertiban sosial, keamanan, dan keteraturan kehidupan bersama hanya dapat dicapai melalui kepatuhan terhadap hukum serta seluruh peraturan yang mendukung keadilan. Etika ini wajib diamini oleh penyelenggara negara agar tidak semena-mena melakukan pelecehan terhadap praktik hukum penyelenggaraan negara hingga menciderai konstitusi seperti yang ramai belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Pentingnya implementasi dari TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 berfungsi untuk menekankan Etika Kehidupan Berbangsa sebagai fondasi untuk membentuk karakter bangsa yang jujur, berakhlak mulia, dan berintegritas. Etika ini tidak hanya memastikan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memperkuat kedaulatan dan stabilitas negara dengan mendorong partisipasi aktif dan kritis dalam demokrasi. Dengan mengedepankan prinsip-prinsip etika, masyarakat dan pemerintah diharapkan dapat menghindari praktik korupsi dan penyimpangan serta menciptakan lingkungan yang harmonis dan adil, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas kehidupan secara keseluruhan.
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dengan perubahan status MPR (pasca Amandemen UUD), kedudukan Tap MPR sering menimbulkan masalah dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Inkonsistensi ini terlihat dari perubahan kedudukan Tap MPR dalam struktur peraturan perundang-undangan. Sebelumnya, UU 10/2004 tidak menyertakan Tap MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Namun, setelah pengesahan UU 12/2011, Tap MPR kembali dimasukkan dalam hierarki, dengan posisinya berada di bawah UUD 1945 dan di atas undang-undang serta peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
ADVERTISEMENT
TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 ini perlu diadopsi menjadi sebuah Undang-Undang sebagai bentuk penegakan prinsip-prinsip etika kehidupan berbangsa yang esensial untuk menjaga integritas dan moralitas penyelenggara negara. Dengan mengadopsi TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 menjadi Undang-Undang, akan tercipta konsistensi dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Ini menghindari ketidakjelasan dan permasalahan yang timbul dari perubahan status hukum TAP MPR dan memudahkan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hal tersebut dikarenakan logika pada Hukum Pemerintahan tentu memiliki perbedaan dengan Hukum Pidana. Dalam Hukum Pidana apa yang tidak diatur oleh hukum maka boleh dilakukan, namun dalam term Hukum Pemerintahan tidak bisa seperti itu. Apa yang tidak diatur, perlu mempertimbangkan nilai etika dan moral dalam menjalankan roda pemerintahan. Status Undang-Undang juga memberikan jangkauan yang lebih luas dan lebih mendalam dalam penerapan prinsip-prinsip etika yang ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks dinamika konstitusi dan etika kehidupan berbangsa, pentingnya adopsi TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 sebagai Undang-Undang menjadi semakin jelas, agar pengakalan-pengakalan atas konstitusi yang berlaku tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Demonstrasi "Peringatan Darurat" di Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bal(Sumber: Dokumen Pribadi)