Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Cerita dari Kost: Kehangatan Dibalik Hidup Mandiri
13 Mei 2025 15:34 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Gusti Syakira Nuzul haq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Memulai jenjang pendidikan sebagai mahasiswa membuat saya sadar bahwa inilah saatnya belajar hidup mandiri. Jauh dari orang tua, berada di lingkungan baru, bertemu dengan teman-teman baru, dan menghadapi berbagai hal yang belum pernah saya alami sebelumnya. Salah satu tantangan yang paling terasa adalah tinggal sendiri di kost.
ADVERTISEMENT
Beberapa minggu sebelum pindah ke kost, berbagai kekhawatiran mulai memenuhi pikiran saya.
“Pasti kehidupan di kost sepi. Orang-orangnya mungkin individualis.”
“Nanti kalau lapar, harus masak atau beli sendiri.”
“Kalau sakit, harus tetap cari makan dan beli obat sendiri.”
Segala aktivitas yang sebelumnya dibantu oleh orang tua kini harus saya lakukan sendiri. Tidak ada lagi tempat bergantung selain diri sendiri. Saat itu, saya hanya bisa berharap agar mendapat tetangga kost yang ramah dan menyenangkan.
Hari kepindahan pun tiba. Saya diantar keluarga menuju ke kota rantau, tempat saya akan menempuh pendidikan selama empat tahun ke depan. Setibanya di kost, saya bertemu dengan salah satu kenalan dari grup WhatsApp mahasiswa baru fakultas. Kami sempat bertukar informasi mengenai kost saat masa daftar ulang, dan ternyata kami berakhir tinggal di kost yang sama. Kehadirannya sangat membantu saya dalam beradaptasi selama satu minggu pertama di kost.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, saya mulai berkenalan dengan beberapa tetangga kost lainnya. Kami bahkan sempat pergi bersama membeli perabotan rumah tangga ke toko yang jaraknya sekitar 300 meter dari kost. Dalam perjalanan, kami saling bertukar cerita dan mulai mengenal satu sama lain. Kami juga berencana untuk mencicipi kedai mie pedas yang sedang hits di kota ini.
Ternyata, kehidupan kost tidak sesepi yang saya bayangkan. Justru sebaliknya, saya mulai merasa nyaman dengan lingkungan baru ini. Salah satu tetangga kost saya orangnya sangat supel dan menyenangkan. Kamarnya berada di dekat dapur, tepat di belakang kamar saya. Kami sering berbincang dan berbagi cerita, yang membuat keseharian di kost terasa lebih hangat.
Beberapa bulan kemudian, musim hujan datang menggantikan kemarau panjang. Suatu hari, saat saya sedang mengikuti kelas, langit mendadak mendung pekat. Saya mulai cemas membayangkan cucian yang masih tergantung di jemuran kost yang tidak beratap. Tapi sesampainya di kost, saya mendapati bahwa baju-baju saya sudah diamankan oleh beberapa tetangga kost tanpa diminta. Mereka bekerja sama memindahkan jemuran satu sama lain. Rasanya, saya sangat bersyukur memiliki tetangga kost yang penuh kepedulian.
ADVERTISEMENT
Kebersamaan kami tidak berhenti sampai di situ. Ketika suntuk melanda akibat tugas yang menumpuk, kami kerap berjalan kaki bersama untuk sekadar mencari camilan atau makan malam. Kami sering berbagi makanan. Apabila salah satu dari kami ada yang memiliki makanan lebih, kami berkumpul di teras kost, saling bertukar makanan, dan berbagi cerita tentang kuliah. Teras kost pun menjadi tempat favorit. Tempat yang penuh tawa, keluh kesah, dan kehangatan.
Kejadian yang tak kalah seru, pernah suatu waktu kami ramai-ramai mengusir seekor kodok yang masuk ke kamar mandi. Aksi heboh kami berakhir dengan teguran dari ibu kost karena berisik di siang hari. Namun kejadian itu justru semakin mengeratkan hubungan kami.
Dari semua pengalaman ini, saya menyadari satu hal penting bahwa hidup mandiri bukan berarti hidup sendiri. Di tengah tantangan dan keterbatasan, saya menemukan makna kebersamaan dan tolong-menolong yang nyata.
ADVERTISEMENT
Kami saling membantu tanpa pamrih, hidup berdampingan dalam perbedaan, dan menciptakan lingkungan yang inklusif serta penuh empati. Kebersamaan yang terjalin di kost menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila bukan sekadar teori, tapi bisa hadir dalam keseharian melalui tindakan kecil yang tulus dan bermakna.
Kehidupan rantau yang awalnya saya anggap sunyi dan penuh tantangan, justru menjadi pengalaman berharga yang membentuk diri saya. Di kost ini, saya tidak hanya belajar menjadi pribadi yang mandiri, tapi juga menjadi warga yang peduli, toleran, dan menjunjung nilai kemanusiaan. Inilah wajah sederhana dari semangat kebangsaan, dimulai dari ruang kecil bernama kost, namun bermakna besar dalam perjalanan hidup saya.