Konten dari Pengguna

KPAI dalam Bingkai Konstitusi

Muhammad Hafidz Gafa Ar-Rayyan
Mahasiswa S1 Hukum Tata Negara UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
6 Mei 2025 10:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Hafidz Gafa Ar-Rayyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kerjasama Konstitusi dan KPAI I doc : pibadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kerjasama Konstitusi dan KPAI I doc : pibadi
ADVERTISEMENT
Sebagai tanggung jawab negara atas perlindungan dan pemenuhan hak anak di indonesia, pembentukan Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merupakan implementasi dari amanat yang tertuang dalam konstitusi negara, yaitu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). KPAI dibentuk dengan tujuan untuk mengawasi pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak, memberikan masukan dalam perumusan kebijakan, mengumpulkan data, menerima pengaduan, dan melakukan meditasi.
ADVERTISEMENT
KPAI berperan dalam menegakkan hak-hak konstitusional anak yang dijamin dalam UUD 1945 seperti dalam Pasal 28B ayat (2): “ Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Sayangnya isi dari Pasal tersebut tidak sesuai dengan yang di harapkan. Data BPS 2023 mencatat bahwa populasi anak indonesia sekitar 88,7 juta jiwa, yang mencakup sepertiga dari total penduduk. Ini menunjukan bahwa masa depan Indonesia sangat bergantung pada kualitas anak-anak saat ini. Namun anak-anak masih diderai berbagai masalah kompleks, salah satunya kekerasan. Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukan 1 dari 2 anak usia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya 1 kali kekerasan dalam hidupnya.
ADVERTISEMENT
Ironisnya pelaku kekerasan terhadap anak biasanya adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan si anak, seperti orang tua, keluarga, teman sepermainnanya sendiri dan guru yang seharusnya berperan sebagai pengganti orang tua di sekolah. Selama ini, UU No.23/Tahun 2002 dijadikan payung hukum dalam memberikan perlindungan terhadap anak. Padahal Indonesia memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan yang melindungi anak dari tindak kekerasan. Seperti UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti-kejahatan Seksual terhadap anak, dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Tetapi, penerapan perangkat hukum ini masih terbentur beragam kendala, seperti ketidaktahuan masyarakat dan kurangnya komitmen pemerintah daerah. Penerapan yang belum optimal ini membuat anak-anak di Indonesia belum sepenuhnya terlindungi.
ADVERTISEMENT
Kegagalan melindungi anak-anak bisa mengancam masa depan bangsa dan memiliki pengaruh negatif dan ada akibat yang harus dibayar, dan akan terus terbawa sampai anak-anak tersebut menjadi individu dewasa nanti. Sedangkan anak merupakan generasi penerus yang akan datang. Baik buruknya masa depan bangsa bergantung pada baik buruknya kondisi anak saat ini. Jika saat ini hak dan perlindungan anak kurang diperhatikan atau tidak sama sekali terpenuhi kemungkinan besar anak akan mengalami pelecehan atau kekerasan, yang tentunya akan berdampak kepada psikologis dan masa pertumbuhan dari anak tersebut.