Konten dari Pengguna

Di Balik Perilaku Oversharing dalam Media Sosial

Haaniyah fadhilah
Mahasiswa Psikologi UIN Jakarta
14 Desember 2022 11:30 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haaniyah fadhilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Penulis. Sumber : https://www.canva.com/design/DAFUp6NAzgA/Nsw6QIqAUQfJMCdSAk27Pg/edit?utm_content=DAFUp6NAzgA&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penulis. Sumber : https://www.canva.com/design/DAFUp6NAzgA/Nsw6QIqAUQfJMCdSAk27Pg/edit?utm_content=DAFUp6NAzgA&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu melihat selebritas, public figure, atau bahkan temanmu sendiri yang terlalu banyak mengumbar kehidupan pribadinya di sosial media? Perilaku ini disebut juga dengan istilah “oversharing”. Mungkin ada fakta menarik dibalik perilaku oversharing seseorang dalam menggunakan media sosial. Mari kita bahas lebih lanjut!
ADVERTISEMENT

Mengenal Lebih Dekat Istilah “Oversharing

Dalam menggunakan media sosial, individu bebas untuk bertukar informasi, berbagi momen pribadi dan mengeskspresikan diri mereka sendiri. Namun, terkadang seseorang tidak sadar bahwa mereka terlalu mengumbar kehidupan pribadinya secara berlebihan. Hal tersebut dikenal dengan istilah “Oversharing”. Lalu apa sih Oversharing itu? Di kutip dari webster’s new world college dictionary (2008) yang mendefinisikan istilah oversharing sebagai kegiatan mengumbar terlalu banyak informasi, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Orang-orang membagikan sesuatu di akun media sosial mereka dengan harapan mendapatkan respons yang positif, tetapi hal ini belum tentu akan terjadi. Terkadang postingan seseorang akan menerima respons yang negatif karena mungkin saja secara tidak sengaja menyinggung perasaan seseorang. (Holonics & Ortiz-villarelle, 2022). Oversharing ini merupakan fenomena yang sedang booming di tengah berkembangnya media sosial. Di mana teknologi berkembang pesat dan batas antara dunia nyata maupun dunia maya berbanding tipis. Seolah-olah individu menjadikan media sosial sebagai buku diary nya, yaitu tempat untuk menampung curahan hati yang sedang dirasakannya, entah itu perasaan sedih ataupun senang. Contoh dari perilaku oversharing ini antara lain, yakni membagikan curahan masalah pribadi secara detail, terlalu banyak memposting kegiatan sehari-hari, memposting hal-hal yang menyangkut data pribadi, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Melansir dari jurnal “Perilaku Oversharing di Media Sosial: Ancaman atau Peluang?” karya Hanif Akhtar yang menyampaikan, bahwa apabila seseorang terlalu mengumbar kehidupan pribadinya ke media sosial akan menimbulkan beberapa dampak negatif seperti : terbukanya kesempatan kriminal, perundungan di sosial media (cyber bullying), menimbulkan efek adiktif terhadap internet, dan lain-lain.

Oversharing dalam Pandangan Psikologi

perilaku oversharing di media sosial tak lepas dari kebutuhan psikologis manusia untuk mendapatkan perhatian, atensi, rasa sayang, dan memperoleh dukungan sosial. Dalam pandangan psikologi, ketika seseorang menceritakan tentang kehidupan pribadinya, sistem mesolimbik dopamin akan lebih aktif, yang membuat seseorang menjadi lebih bahagia. Kebebasan mengespresikan diri dengan rasa aman adalah sumber kenikmatan bagi individu (Rose, 2012). Dilansir dari hasil penelitian yang dilakukan di Harvard menunjukkan bahwa rasa aman yang didapatkan ketika individu membagikan kegiatan atau opini mereka di media sosial menjadi penyebab aktifnya dopamin dalam otak, yang menimbulkan sensasi menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang memicu individu melakukan oversharing dikarenakan individu merasa kesepian (Loneliness) yang membuat mereka mengumbar kehidupan pribadinya di media sosial. Media sosial menjadi salah satu jalan mereka untuk berhubungan dengan orang lain dengan mengharapkan respons baik dari momen yang dibagikan. Individu yang merasa kesepian berusaha untuk menjalin interaksi melalui media sosial karena tidak mudah bagi mereka untuk mendapatkan perhatian secara langsung di dunia nyata.
Need for attention (membutuhkan perhatian) juga menjadi salah satu alasan dibalik perilaku oversharing. Ketika seseorang merasa kebutuhannya masih belum tercukupi, dia akan melakukan bermacam cara, termasuk mengabaikan batasan dirinya sendiri. Salah satunya dengan cara oversharing, dengan membagikan kehidupan pribadinya sendiri yang diharapkan menjadi jalur untuk mendapatkan cinta dan perhatian.
ADVERTISEMENT

Solusi agar terhindar dari oversharing

1. Menumbuhkan rasa aware terhadap privasi diri sendiri

Individu harus memahami batasan mengenai hal-hal apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dibagikan. Renungi terlebih dahulu sebelum mengunggah seperti “Apakah ini perlu untuk saya unggah di sosial media?”, “Jika saya mengunggah ini, risiko nya apa sih?”, dan sebagainya. Hal ini harus dipikirkan terlebih dahulu agar terhindar dari risiko-risiko yang akan merugikan diri sendiri.

2. Menggunakan cara lain untuk mengungkapkan perasaan

Berbagi cerita sedih maupun senang bukan hanya di sosmed saja lho! Salah satu solusi nya adalah menyalurkan keluh kesah perasaan dengan menulis cerita. Penelitian yang dilakukan oleh ennebaker & Beal tahun 1986 di Amerika menyebutkan bahwa menulis dalam jangka panjang dapat menurunkan stres, meningkatkan sistem imun, menurunkan tekanan darah, memengaruhi mood, merasa lebih bahagia, dan mengurangi tanda-tanda depresi. Lalu, dengan menulis cerita keseharian di buku diary juga dapat meluapkan perasaan tanpa ada orang yang tahu.
ADVERTISEMENT
Jadi, sebagai generasi millenial kita harus selalu bijak dalam menggunakan sosial media ya!