Konten dari Pengguna

Meramal Hasil Pertarungan yang 'Menegangkan' Antara Google dan SearchGPT

Habibah Auni
SEO Specialist berpengalaman 2 tahun yang juga memiliki pengalaman sebagai penulis profesional selama 6 tahun. Tulisannya sudah dimuat di berbagai media massa nasional dan lokal, seperti Kompas.com, Media Indonesia, Republika, dan Tribun Group.
11 Agustus 2024 10:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Habibah Auni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Google @ Habibah Auni/Foto Ambil Sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Google @ Habibah Auni/Foto Ambil Sendiri
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemunculan SearchGPT yang baru saja terjadi akhir-akhir ini mengundang kekhawatiran banyak pihak karena dianggap akan sangat merugikan ‘kenyamanan’ yang terlanjur didapatkan dari menyelami ekosistem Google.
ADVERTISEMENT

Riuh Rendah Kekhawatiran Berbagai Pihak

Untuk kalangan praktisi search engine optimization (SEO) di tanah air, misalnya, kemunculan SearchGPT dirasa akan sangat berpotensi melenyapkan salah satu sumber mata pencaharian terbesar mereka.
Sebab, dengan meningkatnya tren penggunaan SearchGPT di masa depan, orang-orang akan beralih dari Google ke mesin pencarian berbasis artificial intelligence (AI) tersebut, sehingga para praktisi SEO yang terlanjur mengembangkan kemampuan di bidangnya akan memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk mempelajari cara menggunakan SearchGPT.
Begitu pula dengan brand dan media yang sudah terlanjur meraup cuan dari tingginya visibilitas mereka di Google, tentu akan menjadi tantangan besar bagi mereka untuk mengubah kiblat kegiatan pemasaran mereka ke SearchGPT!
Walaupun dari sisi perusahaan SearchGPT sendiri, OpenAI, sudah menyebutkan bahwa hubungan yang mereka jalin dengan sekelompok kecil publishers akan sangat menguntungkan brand dan media. Karena mereka dengan percaya diri menyatakan mampu mengatur bagaimana situs web dari brand maupun media muncul di SearchGPT. Di mana, brand ataupun media akan mendapatkan keuntungan dari bagi hasil berkat dimunculkannya nama, url (uniform resource locator), dan halaman mereka di SearchGPT (Benjamin, 2024).
ADVERTISEMENT
Sampai CEO News Media Association (NMA) Owen Meredith mengatakan bahwa SearchGPT dapat memberikan pengalaman pencarian terbaik dengan cara menyajikan konten berkualitas terbaik kepada customer, sehingga dirasa akan sangat menguntungkan pihak brand untuk meningkatkan brand awareness atau bahkan trust-nya.
Karena, kalau dirasa sudah sangat merugikan, tentu akan memilih untuk tidak menyukai keberadaannya atau bahkan sampai ‘memusuhinya’ — sebagaimana New York Times yang dikabarkan pernah memberikan tuntutan hukum kepada OpenAI karena dianggap telah melakukan pelanggaran hak cipta atas konten-konten yang dimiliki oleh pihak New York Times.

Tingginya Optimisme Pihak OpenAI

Kepercayaan diri pihak OpenAI bukan muncul tanpa alasan.
Jika merujuk pendapat co-founder dari platform SEO BrightEdge, kemungkinan besar karena OpenAI sekarang ini sedang berada dalam posisi yang cukup kuat, di mana mereka sudah memiliki brand recognition, terintegrasi dengan iOS Apple, dan menawarkan fitur pencarian seperti sedang mengobrol dengan teman yang diperkuat dengan ilustrasi yang mendukung.
ADVERTISEMENT
Hal ini pun selaras dengan pernyataan dari pihak OpenAI sendiri bahwa SearchGPT akan memberikan pengalaman yang baru dan unik kepada pengguna dalam menemukan informasi yang relevan dengan cepat namun tetap akurat (Robins-Early, 2024).
Dalam pengumuman mereka, pihak OpenAI bahkan dengan terus terang mengatakan kalau informasi dari konten-konten yang muncul di SearchGPT akan lebih berpotensi mendatangkan banyak traffic dengan adanya tautan di sidebar SearchGPT.
Terlebih, untuk situs web bisnis dan media, yang menurut mereka akan lebih berpotensi muncul di hasil pencarian teratas di SearchGPT jika konten-kontennya dapat menjawab kebutuhan pengguna dengan baik — sehingga menjadikan positioning OpenAI semakin kuat.
Menurunnya market share Google pada Juni 2024 dari 92,6 persen per tahun menjadi 91,1 persen per tahun akibat meningkatnya penggunaan Bing (Microsoft) — yang telah bekerja sama dengan OpenAI — untuk turut memperkuat pernyataan ini (Reuters, 2024).
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, kepercayaan diri OpenAI ini juga datang dari kedekatan hubungan antara Microsoft dan OpenAI, di mana Microsoft dikabarkan sampai berinvestasi pada OpenAI hingga miliaran US Dollar — karena jawaban yang diberikan SearchGPT juga akan menampilkan hasil dari Bing (Microsoft).
Plus, dengan merujuk laporan MarketsandMarkets yang mengungkapkan bahwa market size dari penggunaan AI secara global dalam media sosial (medsos) diperkirakan akan meningkat secara signifikan dari 214 miliar US Dollar menjadi 1,339 miliar US Dollar pada 2030.
Yang menunjukkan bahwa meningkatnya penggunaan AI berdampak pada bagaimana kita mencari dan mengolah informasi.
Sehingga, tidak mustahil jika suatu saat nanti SearchGPT akan menggeser dominasi Google dari tahtanya di ‘ekosistem pencarian di dunia maya’, terlebih dengan generasi berikutnya yang bagaikan ‘kelompok pribumi AI’ (karena apa-apa menggunakan AI untuk mendapatkan jawaban atas informasi yang mereka cari).
ADVERTISEMENT
Plus, seorang analis bank mengatakan bahwa terjalinnya relasi bisnis antara OpenAI dan Apple semakin memperkuat posisi OpenAI untuk menggeser tahta Google sebagai mesin pencari utama yang tersedia dalam iOS 18.
Namun, benarkah Google semudah itu untuk dikalahkan?

Apa pun yang Terjadi, Google Akan Terus Berkuasa!

Apa yang dilakukan OpenAI hanyalah ‘gertakan’ yang diberikan oleh rakyat yang menggerutu terhadap raja yang terus berkuasa.
Oke, sah-sah saja jika OpenAI sudah memiliki brand recognition & positioning yang cukup kuat. Namun, apakah ada jaminan bahwa kedua aset itu sudah cukup kuat untuk menumbangkan dominasi Google?
Pun, mengatakan bahwa brand recognition & positioning itu ditunjukkan dengan fitur-fitur yang tadi sudah disebutkan, tetap saja tidak bisa mencopot kata “Google” yang sudah terlanjur menempel di kepala orang-orang.
ADVERTISEMENT
Plus, ini diperkuat dengan tampilan laman Google yang sulit untuk dilupakan dan sudah menciptakan kesan yang kuat bahwa Google adalah ‘mesin pencari nomor satu’.
Beda halnya dengan SearchGPT yang tampilannya seolah ingin menegaskan bahwa ‘mereka sebagai alternatif mesin pencari’, bukan sebagai mesin pencari yang mesti orang-orang utamakan penggunaannya.
Sehingga, secara perilaku orang-orang akan memiliki kecenderungan untuk menggunakan Google, lalu, jika menemui jalan buntu, baru menggunakan mesin pencari berbasis AI seperti SearchGPT.
Ini tentunya akan sangat menguntungkan brand dan media besar yang terlanjur menggantungkan nasib penjualannya pada Google, walau di satu sisi minusnya brand atau media kecil belum mendapatkan tempatnya di awal — yang lebih menguntungkan jika muncul di hasil pencarian SearchGPT.
ADVERTISEMENT
Jika skemanya seperti ini, maka bisa dipastikan bahwa hanya mereka yang akan mau diajak kerja sama oleh SearchGPT untuk menampilkan konten-konten mereka yang berkualitas di hasil pencarian.
Namun, pertanyaannya, apakah dari sisi brand atau media kecil siap menanggung risiko dari visibilitas mereka di hasil pencarian SearchGPT? Yang, belum teruji, apakah hasil pencariannya akan membantu meningkatkan jumlah traffic situs web mereka?
Pun, jika siap, apakah dari sisi SearchGPT mau menggelontorkan anggarannya untuk menjalin kerja sama dengan pihak brand atau media kecil untuk menampilkan laman situs web mereka, sementara pendapatan yang mereka peroleh tidak sepadan dengan pengeluaran mereka?
Semisal berada di posisi ini, dari SearchGPT tentu akan memilih ‘cara aman’ untuk mendekati pihak media atau brand besar yang lebih berpotensial untuk menghasilkan banyak cuan untuk menutupi kekurangan finansial mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, sangat mungkin upaya ini akan ditolak mentah-mentah oleh pihak media atau brand besar yang penjualannya sudah sangat bergantung pada Google.
Pada akhirnya, Google yang sudah menguasai market share hingga sebanyak 90 persen dan menghasilkan revenue sebesar 175 miliar US Dollar pada 2023, akan semakin berjaya dengan kondisi yang diciptakan secara paksa oleh OpenAI.
Sementara OpenAI akan kewalahan mengantisipasi api yang terlanjur diciptakan oleh dirinya sendiri karena terlanjur percaya diri bahwa dirinya bisa membuat Google turun dari tahtanya.
Google akan terus berkuasa; ada AI pun mereka akan mencari strategi cerdas yang dapat mengembalikan ketidakberuntungan sementara mereka