Konten dari Pengguna

Menggagas Media Massa Ramah Lansia

Habibah Auni
Hanya orang biasa yang suka menulis.
8 Oktober 2020 9:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Habibah Auni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lansia (Sumber: Wallpaperswide)
zoom-in-whitePerbesar
Lansia (Sumber: Wallpaperswide)
ADVERTISEMENT
Hidup ini sangat singkat, kata Guru. Saking singkatnya, tidak sedikit manusia yang mengeluh kurangnya waktu yang dimiliki. Baru saja kemarin belia, sekarang sudah menjadi remaja; atau kemarin remaja, sekarang dewasa; atau bahkan kemarin dewasa, sekarang sudah kadung menua. Tanpa disadari, akhir hidup sudah begitu dekat – seperti pepatah bijak yang menyebutkan “kubur kata mari, rumah kata nanti.”
ADVERTISEMENT
Namun – kata Guru – percaya tidak percaya, telah hadir virus kejam yang mempermainkan siklus hidup manusia. Covid-19, nama virusnya; suatu entitas yang sukses melakukan genosida pada umat manusia. Tanpa pandang bulu, virus ini memperpendek umur manusia yang dikehendakinya dengan cara yang keji. Kita – sebagai manusia – dibuat terdiam membeku, dan tidak dapat melawan takdir yang sudah dibolak-balikkan ini.
Alam tak ubahnya menjadi ekosistem liar yang begitu menakutkan. Sekarang – kalau menurut Darwin – alam adalah wahana survival of the fittest, atau menjadi tempat bagi mereka yang terkuat. Tidak bersahabat dengan mereka yang lemah ataupun dalam kondisi bersusah payah. Dimana hal inilah yang sedang dialami oleh lansia.
ADVERTISEMENT
Kalau kau tahu bung, negeri tercinta ini – yakni Indonesia – termasuk negara yang banyak lansianya terancam oleh Covid-19. Menurut data Biro Pusat Statistik, terhitung per tahun 2019 persentase lansia di Indonesia mencapai 9,6% dari total penduduk atau sebanyak 25,64 juta orang. Jika diasumsikan – Covid-19 mengancam 80% lansia Indonesia – sama halnya di Tiongkok dan Amerika Serikat, maka kemungkinan besar virus ini mengancam hidup sekitar 20 juta lansia di Indonesia.
Jelas hal ini menunjukkan bahwa, di arena pergulatan kehidupan ini, lansia berisiko besar mengalami kekalahan, terkena infeksi, bahkan menghadapi kematian. Lantaran Covid-19 terus berupaya menggerus lansia sampai ke level terendah piramida rantai makanan.
Bagi Covid-19, mengalahkan kelompok manusia itu bukanlah perkara yang sulit. Sebab virus ini mempercayai bahwa, melemahkan state of mind adalah cara terampuh dalam memenggal kepala kelompok lansia. Ya – daya tahan tubuh yang rendah sebagai titik kelemahan – sudah menjadi rahasia umum di antara individu-individu virus itu.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu – tutur Guru – banyak sekali oknum media yang tanpa sadar membantu Covid-19 dalam meloloskan agendanya. Mereka menciptakan, menyebarkan, bahkan menggaungkan ulang berita palsu terkait pandemi. Entah itu tentang Covid-19 yang tidak berbahaya, atau tentang propaganda negara adikuasa, atau bahkan tentang kehadiran virus yang hanya sebatas fiksi.
Semua berita palsu itu – menurut Silverman – dibuat untuk menciptakan harapan dan ketakutan yang tak terbatas kenyataan. Pertanyaannya, untuk apa dan siapa, harapan dan ketakutan itu diciptakan?
Berita Palsu (Sumber: Morning Consult)
Yang pasti, semakin sering berita palsu itu digemakan, maka akan dirasa semakin masuk akal oleh penerima berita (Kuncahyono, 2019). Nantinya, berita palsu yang disampaikan, akan dirasa semakin nyata, baik itu dari sisi harapan ataupun sisi ketakutan.
ADVERTISEMENT
Lantas, ketika tersampaikan kepada lansia – yang memiliki rasa percaya tinggi, namun daya pikir rasional rendah – berita-berita palsu ini akan ditelan mentah-mentah begitu saja. Kemudian, tanpa menghiraukan kebenaran dan akurasi informasi – orang dewasa yang sudah tua ini – akan menjadi koki yang membuat hidangan “harapan dan ketakutan baru”
Sehingga dengan sendirinya, mereka bakal memikat sejumlah oknum media untuk terus memproduksi ulang berita palsu. Seiring terus memproduksi ulang berita palsu, akhirnya lansia berubah menjadi pelaku sekaligus penyintas dari berita palsu, yang menjadi penyebab terbesar punahnya populasi mereka (Brashier & Schacter, 2020).
Oleh karena itu untuk menanggulangi hal ini, para ahli gerontologi dan World Health Organization (WHO) mempromosikan active ageing lansia kepada negara-negara. Suatu konsep yang berupaya meningkatkan kualitas hidup lansia melalui pengoptimalan kesehatan, partisipasi, dan keamanan. Merujuk kepada pendapat ini, maka Indonesia sesungguhnya bisa memberdayakan lansia, sekaligus memerdekakan media untuk lansia.
ADVERTISEMENT

Bersinergi dengan lapisan masyarakat lainnya

“Apakah utopis jika saya mengharapkan seluruh masyarakat suatu saat nanti, mampu saling bergandengan tangan, bahu-membahu, dan berkolaborasi dalam menciptakan media yang ramah terutama untuk lansia?” Tanya guru. “Selagi bisa diusahakan, tidak ada yang mustahil bukan?” lanjutnya.
Dengan demikian, menciptakan utopia berupa website publik baru – yang mana dapat menghimpun dan menyatukan seluruh media massa beserta konten-kontennya – sangat mungkin untuk diwujudkan. Sebab persyaratan membentuk website ini terbilang mudah; cukup menyediakan sumber terpercaya, niscaya banyak pembaca yang mengakses website ini.
Membasmi Anti Hoaks (Sumber: Freepik)
Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: (1) mengumpulkan seluruh media massa dan kumpulan artikelnya di website, (2) menarik sejumlah pembaca ke website, dan (3) memilah artikel menjadi 4 kategori (tidak menarik, cukup menarik, menarik, dan investigasi).
ADVERTISEMENT
Cara ini nyatanya pernah dilakukan The Guardian dalam mengidentifikasi berita palsu. Kala itu, media massa asing tersohor itu, berhasil menarik 20.000 pembaca untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan me-review 170.000 dokumen dalam kurun waktu 80 jam. Dengan memilah sekitar ratusan ribu artikel, media itu sukses menggerakkan para pembaca untuk menganalisis berita mana yang bermasalah dan butuh investigasi lebih lanjut.
Adalah contributor, para pembaca yang dimaksud; yakni mereka yang berpengalaman atau tengah berkecimpung di dunia jurnalistik. Kelompok pelaku inilah yang akan mengumpulkan semua artikel Covid-19 – baik itu berupa berita fakta ataupun berita palsu – ke dalam website publik.
Kemudian ada pula moderator, kelompok pelaku yang bertugas mengevaluasi artikel-artikel Covid-19 yang dikirimkan contributor, memberikan tugas kepada contributor untuk menghimpun seluruh artikel, sekaligus mengelompokkan langsung artikel-artikel tadi ke dalam 4 kategori itu.
ADVERTISEMENT
Terakhir, ada viewer (pembaca pasif); lansia yang bertugas sebagai penerima dan pembaca berita terkait Covid-19. Ya, di website baru ini, mereka dapat melihat sendiri mana berita Covid-19 yang fakta dan mana yang hoaks.
Nantinya, website ini menjadi database media massa dan kumpulan berita terbaik, sebab memiliki akurasi ketepatan fakta berita sebesar 99%. Dengan demikian, media massa besar ini, adalah tool baru yang dapat memilah mana website yang kredibel dan mana yang tidak; atau mana konten yang bohong dan mana yang tidak bohong.
Kemudian, website ini akan menerapkan crowdsourced trust rating, yang akan memeringkatkan seluruh website media massa, dari website yang terbaik ke yang terburuk. Media yang memiliki rapor merah akan di-demonetize, atau bahkan diblok.
ADVERTISEMENT
Langkah ini tidak akan menjadi angan-angan belaka, sebab berdasarkan penelitian, sistem website ini sangat efektif dalam mengidentifikasi berita berkualitas, sekaligus mengurangi misinformasi yang beredar di internet. Akhirnya, website publik ini mampu mencerdaskan siapapun itu, termasuk lansia, dalam menggali informasi terkait Covid-19.
Tepat sudah kata Guru, bahwa media publik ini bukanlah sesuatu yang berbau utopis. Alih-alih seperti itu, justru media ini adalah langkah taktis Indonesia, dalam memerdekakan media untuk lansia. Kemerdekaan ini akan membawa lansia kepada piramida rantai makanan tertinggi, yang mana mereka akan mampu membendung segala sergapan Covid-19. Apapun itu bentuknya!