Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Sejarah Perjuangan Melawan Penjajahan Masjid Al-Mujahidin Cibarusah
30 Mei 2022 17:45 WIB
Tulisan dari HABIBBAH NUR ESA SYAUMMI WAHYUDI PUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap tempat pasti memiliki tempat kisah sejarahnya masing-masing, termasuk masjid yang ada di daerah Bekasi ini. Pada kali ini saya akan menceritakan kisah sejarah tentang perkembangan sebuah daerah Cibarusah yang berada di Bekasi, dengan tempat Masjid Al-Mujahidin yang berada di kampung Babakan Cibarusah didekat tempat tinggal saya yang menjadi saksi perjuangan penduduk Indonesia pada masa penjajahan.
lengkap dengan lambang laskar Hizbullah di bagian atasnya, namun kini Masjid Al-Mujahidin telah direnovasi namun tetap mepertahankan keaslian bangunan yang ada di dalam masjid. Pada salah satu dari enam pondasi utama masjid ini terhubung sedikit ukiran dengan ukiran Belanda "HERBOUWD 1935-1937, Dewan Masjid" yang berarti kata Herbouwd sendiri berarti "dimodifikasi".
ADVERTISEMENT
Kapan Masjid Al-Mujahidin awalnya dibuat dan oleh siapa? asumsi kita lihat ada 3 angka tahun yang berbeda, masing-masing adalah 1937 di atas pintu masuk masjid, 1935-1937 di ukiran titik penyangga masjid, 1930 di yayasan masjid sanksi diberikan oleh Kantor Cabang Agama Bekasi rezim. Mengingat nisan di salah satu tempat pemakaman dekat masjid dengan tahun 1916, mungkin masjid ini dibuat beberapa waktu sebelum 1916.
Masjid Al-Mujahidin pertama kali digarap oleh Penguasa Senapati, salah satu kerabat dari Penguasa Jayakarta Wijayakarma. Diungkapkan bahwa pada tahun 1916 Penguasa Jayakarta meminta kepada Penguasa Senapati untuk menyelamatkan diri dari serangan Belanda, setelah kalah dalam pertempuran Sunda Kelapa melawan Belanda pada bulan April-Mei 1916. Maka dimulailah perjalanan panjang Penguasa Senapati dengan tentaranya di sepanjang utara.
ADVERTISEMENT
Pantai Jawa, melalui wilayah Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung. Lemah Abang, Pasir Konci, hingga mereka muncul di kawasan Dusun Jati. Di daerah Dusun Jati itulah Penguasa Senapati berhenti bersama tentaranya, ia menganggap hutan lebat itu sebagai tempat persembunyian yang terlindung dari pencarian tentara Belanda.
Kemudian, pada saat itu, Penguasa Senopati meminta untuk membina sebuah pemukiman yang dikenal dengan nama Cibarusah. Kata Cibarusah berasal dari kalimat Sunda Cai Baru Sah. Konon masjid yang digarap jamaah tersebut mengalami kendala mendapatkan air shalawat untuk memenuhi kebutuhan shalat. Pada saat pencarian sumber air berhasil, salah satu peneliti yang pergi bersama Penguasa Senopati mengatakan "Nah ieu cai baru sah" dan itu berarti "Sekarang air ini sah".
ADVERTISEMENT
Sedangkan kata kota Babakan berasal dari "Bukbak" dan itu berarti pembersihan. Gelar raden merupakan salah satu warisan sosial dan dijadikan sebagai karakter bagi penghuni Cibarusah Kota. Gelar raden berasal dari Syeh Maulana Sainan Jaya Ratu atau disebut juga Mbah Uyut Sena. Mbah Uyut Sena adalah salah satu kerabat dari Penguasa Jayakarta Wijayakrama yang berasal dari Kerajaan Banten yang menikah dengan kerabat dari Kerajaan Tarumanegara yang kemudian tinggal dan mendapatkan Kota Cibarusah yang nyaman.
Berdaulat Senapati diturunkan dan dilingkupi di kota Babakan sebagai tempat Pemakaman Mbah Uyut Sena. Gelar raden bagi sebagian masyarakat bukan lagi menjadi kebanggaan, bahkan ada segelintir masyarakat pribumi Babakan Cibarusah seolah-olah malu memakai gelar kebangsawanan tersebut, padahal gelar tersebut merupakan warisan kebudayaan yang mereka dapatkan dari nenek moyangnya terdahulu.
ADVERTISEMENT
Apalagi jika profesi mereka sebagai buruh kasar, karena yang mereka ketahui seseorang yang mempunyai atau menyandang gelar raden merupakan orang-orang dari golongan ningrat dan mempunyai status ekonomi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, Belanda dan Jepang, menjadikan Masjid Al-Mujahidin, markas persiapan Laskar Hizbullah, adalah pasukan konflik yang dibentuk oleh Masyumi pada tahun 1944.
Laskar Hizbullah ini merupakan saksi sejarah di mana pesantren dan para santrinya memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sayangnya pada masa penjajahan Belanda, keberadaan mereka masih terpinggirkan bahkan cenderung belum diakui. Lalu Jepang melihat keberadaan mereka, melihat posisi strategis mereka, dan mulai memberikan janji-janji manis kemerdekaan itu.
ADVERTISEMENT
Jepang yang saat itu tengah terdesak, mulai melatih para santri untuk mengikuti latihan militer. Jepang juga memberikan pelatihan teknik militer gerilya. Laskar Hizbullah ini, saat itu disebut pasukan PETA (Pembela Tanah Air). Seiring berjalannya waktu, desakan mulai datang dari para tokoh-tokoh muslim untuk menagih janji-janji Jepang memerdekakan Indonesia. Laskar Hizbullah pun berubah haluan dan tidak lagi bekerja untuk Jepang melainkan untuk kemerdekaan Tanah Air, Republik Indonesia.
Latihan pertama mereka dilakukan di Cibarusah, Bekasi dengan 500 pemuda muslim. Latihan selesai pada Mei 1945 dan seluruh anggota diminta pulang ke daerah asal dan mendapatkan tugas untuk merekrut lebih banyak lagi anggota laskar Hizbullah. Wachid Hasyim dan Gusdur. Kemudian militer ditempatkan di berbagai daerah di pulau Jawa dan Madura. Cibarusah dipilih sebagai tempat persiapan militer karena dinilai masih banyak hutan dan tidak jauh dari titik pusat kekuatan Jepang di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Semoga postingan ini dapat menambah pemahaman bagi para pengguna, jika ada kesalahan tata bahasa atau kata saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.