Ketika Sepak Bola Jadi Kebutuhan Hidup

Hadi Mulyono
Mahasiswa di unpam Fakultas sastra indonesia dan pengusaha muda.
Konten dari Pengguna
22 Januari 2022 10:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hadi Mulyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Foto : Pixabay/sasint
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto : Pixabay/sasint
ADVERTISEMENT
"Ketika sepak bola sudah menjadi kebutuhan hidup"
Waktu itu, saat aku berumur 9 tahun aku bersama kakak dan ayah pergi menonton sepak bola di lapangan desa kami.
ADVERTISEMENT
Setelah menonton sepak bola kami langsung beranjak pulang, di tengah perjalanan ayahku bertanya "nak, bagaimana perasaanmu setelah menonton sepak bola tadi?" Tanya ayahku sambil berkendara dengan pelan.
"Senang ayah" jawabku bersamaan dengan kakakku.
"Ayah, aku ingin jadi pemain sepak bola hebat!" Teriakku dengan tegas.
"Apapun pilihan kalian, ayah hanya dapat mendoakan dengan penuh kasih sayang dan cinta" tutur ayahku sambil tersenyum.
Keesokan harinya aku bermain bola dengan temanku bernama Indra, Fauzi dan Feri. Kami bersahabat sejak kecil, kami berpendapat bahwa kami akan menjadi pesepak bola hebat.
"Aku ingin menjadi bek terbaik di dunia" kataku dengan memegang bola ditangan.
"Aku ingin menjadi pemain tengah yang cerdas" saut indra sambil memakan kacang
ADVERTISEMENT
"emmm.. Aamiin" ucap fauzi dan Feri dengan nada kecil.
Saat aku pulang ke rumah aku melihat ayahku dan kakakku sedang menonton sepak bola dan aku pun berlari ke arah pangkuan ayahku untuk ikut menonton.
Saat itu aku menyaksikan pertandingan antara manchester united melawan chelsea, sepanjang jalannya pertandingan aku, ayahku dan juga kakakku terus berteriak-teriak sampai sampai ibu marah.
"Ayolah, tunjukan permainan yang bagus" kata ayahku sambil minum teh.
"Ayah, orang yang di pinggir itu sebagai apa ayah?" Tanya kakakku kepada ayahku.
"Itu kepala desa setempat" jawabku dengan sok tahu.
"Hahahah, bukan. Itu adalah pelatih mereka" balas ayahku dengan tertawa.
Pertandingan pun selesai dan manchester united menjadi pemenang pada pertandingan itu.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya aku kembali bermain bola dengan 3 temanku kemarin, aku memperagakan pemain yang bernomor punggung 5 dari manchester united yang memiliki postur tinggi besar.
Aku pun bermain dengan lugas dan tenang, sesekali aku menggiring bola ke depan.
"Indra!!! masuk kedalam kotak penalty" teriak aku sambil berlari ke depan.
"Baiklah....!" Jawab indra sambil menganggukan kepalanya.
"Sambut kawan!" Ucap fauzi sambil menendang bola.
"...mmm... yeah masuk, bagus kawan" kata ku sambil membawa bola dan menoleh ke arah ayahku.
Sore itu kami berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 4-0 atas lawan kami.
Sesampainya di rumah ayahku menyambutku dengan tersenyum sambil berucap "bagus nak, kamu hebat sekali dalam bermain bola hari ini".
"Terima kasih ayah, ini juga berkat didikan ayah yang telah mengenalkanku dengan sepak bola" jawabku dengan rasa bahagia.
ADVERTISEMENT
Hari-hari berikutnya kami selalu menonton bola dan aku selalu berlatih sepak bola setiap saat.