Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengungkap Unsur Religiusitas dalam Syair Bula Malino dari Sulawesi Tenggara
13 Desember 2022 22:06 WIB
Tulisan dari Haeni Relawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Istilah religius membawa konotasi pada makna agama, religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyiratkan pada makna yang berbeda. (Nurgiyantoro, 2002) Emha Ainun Nadjib mendefinisikan religiusitas sebagai rasa rindu, dan bersama terhadap sesuatu yang tidak berwujud. Suatu rasa yang ingin selalu bersama terhadap sesuatu yang berada di luar pikiran, perasaan, dan juga hati.
Emha Ainun Nadjib juga mengemukakan bahwa, jangan mudah beranggapan religiusitas jika dalam karya tersebut rasa keagamaan untuk tidak terlalu menautkan kapada agama-agama secara formal. Sebab pada hakikatnya nilai religiusitas tak hanya terpaut dalam satu agama, setiap agama memiliki tuhan masing-masing dan memiliki penganut yang taat terhadap ajaran dari setiap agama yang dianut.
ADVERTISEMENT
Syair Bula Malino sendiri merupakan naskah kuno yang berasal dari Kesultanan Buton yang ditulis oleh Sultan Muhammad Idrus yang merupakan sufi terkenal dari Buton. Syair bula malino adalah hasil tulisannya dan terdapat beberapa syair lainnya.
Syair dalam bahasa Wolio dikenal dengan Kabanti yang berarti syair yang berisi tentang wejangan-wejangan kehidupan dan baik buruk kehidupan dunia. Teks Bula Malino ini sudah sulit ditemukan naskah aslinya, tetapi terdapat salinan dari Abul Mulku Zhari yang dikenal gemar menulis sehingga mendapat warisan untuk memelihara berbagai jenis arsip dan naskah kerajaan.
Di sulawesi tenggara tepatnya di pulau Buton terdapat banyak peninggalan naskah kuno yang berisikan tentang syair, di antaranya: Bula Malino, Tula-tulana Nabi, Kaluku Panda, Maiyati, Nuru Molabi, Paiyasa Mainawa, dll yang dapat teman-teman temukan.
ADVERTISEMENT
Penyebaran Islam di Indonesia salah satunya melalui jalur perdagangan, karena pulau Buton menjadi salah jalur perdagangan dari Jawa Hingga Maluku sehingga islam masuk ke Buton pada 933 H atau 1527 M. pada masa islam masuk ke Buton masyarakat mulai mempelajari dasar-dasar agama Islam sampai ke tahap tarekat. Dalam pemerintahannya Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin mampu membawa Kesultanan Buton ke puncak kejayaan Islam dan menjadi penulis naskah-naskah Islam di Buton.
Kabanti Bula Malino bukan salah satu hal yang ada begitu saja tetapi karena kesultanan Buton yang bercorak Islam pada masa Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin menjadi pengaruh naskah-naskah yang beliau tulis pada masa itu berisikan mengenai unsur religiusitas dan saat ini naskah-naskah tersebut telah disalin oleh beberapa orang di Buton. jadi bukan tanpa alasan Syair Bula Malino bercorak Islam tetapi karena di latarbelakangi keadaan saat itu.
ADVERTISEMENT
Makna Semantik dalam Syair Bula Malino
Berikut beberapa makna yang terkandung dalam syair Bula Malino :
(1)“Tawakalamo Poaromu I Opumu”
“Tawakallah Menghadap Tuhanmu”
Dalam kutipan syair di atas kita diperintahkan berserah diri pada Allah SWT. Sebagai pencipta langit dan bumi.
(2)“Opadamana mosusukana dala oquruaani tee hadisina nabi”
Sebagai kompas penunjuk jalan arah Qur`an dan Hadis Nabi
Dalam kutipan di atas dikatakan bahwa Qur`an dan Hadis adalah penunjuk utama ajaran islam yang harus dipelajari.
(3)“Zikiriillahu laa ilaaha illallahu”
Berzikirlah laa ilaaha illaullahu
Dalam kutipan tersebut kita diperintahkan untuk selalu berdzikir mengingat Allah SWT. disetiap waktu.
Itulah beberapa makna religiusitas dalam syair Bula Malino. Pada dasarnya syair ini mengingatkan kita terkait kematian. Kita diingatkan untuk mempelajari agama kita, melaksanakan perintah-Nya dan menjauh larangan-Nya. Selain itu, sebuah syair ini menjadi pengingat kita dikala kita melakukan aktivitas sehari-hari agar selalu mengingat kematian akan selalu menghampiri setiap orang di mana pun itu ia berada. jadi bagi siapapun yang membacanya silakan diamalkan dan dijadikan pelajaran.
ADVERTISEMENT
Syair Bula Malino: Tetap Hidup Hingga Saat Ini
Semakin majunya zaman semakin tertinggalnya manusia dengan kebudayaan aslinya. Naskah kuno menjadi bagian dari kebudayaan. Sebuah naskah berisi peninggalan berharga bahkan rahasia yang berpengaruh untuk saat ini. Mempelajari sebuah teks manuskrip adalah hal yang penting karena sebuah penerus menjadi modal dalam keawetan sebuah naskah tersebut, jika tidak dapat dibaca lagi tidak akan ada ilmu yang akan didapatkan.
Naskah-naskah yang berisikan terkait agama bisa membantu dalam urusan agama, begitupun dengan politik, ekonomi dan pendidikan. Syair Bula Malino ini perlu dilestarikan kepada masyarakat Buton itu sendiri agar masyarakat paham tentang pentingnya nilainilai budaya yang terkandung dalam teks. Tidak hanya itu syair ini menjadi pengingat bagi remaja saat ini agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama.
ADVERTISEMENT
Syair Bula Malino ini telah dialih wahanakan dalam bentuk kaset DVD dan saya sering mendengarkan karena orang tua saya sering memutar syair tersebut. Jika ingin mendengarkan syair ini silakan cari di youtobe dan dengarlah secara seksama. Alih wahana ini sendiri adalah salah satu cara agar sebuah tulisan dapat dinikmati dengan cara lain, misalnya dialihkan dalam bentuk kaset DVD, film, lagu ataupun lainnya.
Syair Bula Malino tetap hidup hingga saat ini dan akan tetap ada hingga nanti oleh pemuda-pemudi dari pulau Buton. Lestarikan budaya, pelajari dan tekuni hingga ke manacanegara.
Daftar Pustaka
Chusnul Huluk, La Ode, 2014, Komunikasi Naratif Kitab Bula Malino dan Pesan Dakwah dalam Baris 332-383, Diterbitkan, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta: Ciputat.
ADVERTISEMENT
Hasarudin dan Andi Tenri, Peranan Sultan dalam Pengembangan Tradisi Tulis di Kesultanan Buton, Jurnal Jumantara Vol.3 N0.2 Tahun 2012.