Konten dari Pengguna

Mengenal Kebijakan Pendapatan Non-Tiket yang Berlaku di MRT Jakarta

Hafizhah Nur Latifah
Public Administration Student in University of Indonesia
6 Desember 2021 16:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hafizhah Nur Latifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: https://www.freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: https://www.freepik.com
ADVERTISEMENT
Belakangan ini kita banyak mendengar perusahaan di banyak sektor tenggelam dan gulung tikar akibat pandemi Covid-19. Sebab, pendapatan yang ada sangat bergantung pada permintaan masyarakat sebelum adanya pandemi. Begitu juga dengan ranah transportasi yang sangat dipengaruhi oleh pergerakn masyarakat. Di mana gerak masyarakat sendiri menjadi berkurang karena kesadaran bahwa kegiatan di luar rumah dapat membuat mereka rentan terpapar virus.
ADVERTISEMENT
Penurunan jumlah penumpang yang cukup signifikan ini mau tidak mau memaksa para pengelola transportasi untuk berbenah dan memutar otak agar bisnis dapat terus berjalan, yang mana PT MRT Jakarta juga termasuk ke dalamnya.
Jika mengulas kembali perjalanan MRT, tentunya kita paham bahwa MRT sendiri hadir dengan berbagai macam berita kontroversial yang mengiringi. Bahkan tak tanggung-tanggung, 16 triliun rela dikeluarkan pemerintah untuk memastikan bahwa proyek ini berjalan dengan baik serta sesuai dengan harapan. Namun, tak berhenti sampai di sana, biaya pembangunan yang besar tersebut justru membawa petaka saat pandemi hadir. Sampai menteri keuangan Indonesia sendiri, yaitu Ibu Sri Mulyani menyebut dengan lantang bahwa biaya pembangunan tersebut tidak akan tertutupi hanya dengan pendapatan yang berasal dari tiket.
ADVERTISEMENT
Melihat prediksi tersebut, PT MRT Jakarta sendiri pada akhirnya mengeluarkan kebijakan pendapatan non-tiket atau sering disebut sebagai kebijakan non-farebox, di mana kebijakan tersebut berfokus mengenai bagaimana caranya keuntungan dapat dihasilkan tidak hanya melalui tiket yang dibeli penumpang, tapi juga beragam jasa yang ditawarkan oleh pengelola.
Tidak lama diterapkan, kebijakan tersebut pada akhirnya membawa kabar yang cukup baik, di mana PT MRT Jakarta berhasil meraup 258 miliar dari pendapatan non-tiket. Jumlah yang cukup fantastis bagi negara yang baru memulai kebijakan tersebut, bukan?
Tentunya angka tersebut tidak didapatkan secara cuma-cuma, tapi berhasil diperoleh lewat usaha PT MRT Jakarta melalui beragam pos jasa, di antaranya penyediaan kanal iklan baik itu di dalam MRT maupun stasiunnya, hak pemberian nama (naming rights) yang diberikan oleh PT MRT Jakarta kepada banyak korporasi besar, serta ruang-ruang MRT ataupun stasiun yang disewakan untuk keperluan komersial.
ADVERTISEMENT
Referensi
Bahfein, S. (2021, July 3). Pendapatan Non-tiket Capai Rp 258 Miliar, Penyelamat Bisnis MRT Jakarta. https://www.kompas.com/properti/read/2021/07/31/190000121/pendapatan-non-tiket-capai-rp-258-miliar-penyelamat-bisnis-mrt-jakarta.
Defianti, I. (2020, December 11). Pandemi Covid-19, Penumpang MRT Jakarta Mengalami Penurunan. https://www.merdeka.com/jakarta/pandemi-covid-19-penumpang-mrt-jakarta-mengalami-penurunan.html
Hamdi, I. (2019, March 30). Investasi MRT Jakarta Fase 1 Sebanyak Rp 16 T Kembali Setelah.... https://metro.tempo.co/read/1190653/investasi-mrt-jakarta-fase-1-sebanyak-rp-16-t-kembali-setelah
Pramesti, I. (2019, March 6). Sri Mulyani: Biaya MRT Rp 16 T, Tak Balik Modal Via Tiket. https://www.cnbcindonesia.com/news/20190306191422-4-59335/sri-mulyani-biaya-mrt-rp-16-t-tak-balik-modal-via-tiket