Konten dari Pengguna

Mengenal Kitosan dan Potensinya sebagai Pelapis Buah

Fadli Hafizulhaq
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas.
25 September 2023 10:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadli Hafizulhaq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Udang sebagai salah satu sumber kitosan. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Udang sebagai salah satu sumber kitosan. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Buah-buahan adalah salah satu komoditas yang rutin diimpor setiap tahun oleh Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah impor buah-buahan Indonesia mendekati 750 ribu ton pada tahun 2022, dengan Tiongkok sebagai pengimpor terbesarnya. Hal yang menarik tentang ini adalah kondisi buah-buahan impor tersebut masih segar meski telah mengarungi lautan berhari-hari lamanya.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi terbilang cukup sering membeli buah impor, khususnya buah yang sulit dikembangkan di Indonesia seperti buah pir. Rasanya masih segar dan manis ketika dikonsumsi. Hal itu dikarenakan buah impor umumnya diberikan pelapis sebagai sejenis “pengawet” bagi produk tersebut.
Bicara soal pelapisan buah, ia merupakan salah satu teknik pascapanen yang populer di industri buah dan sayur. Saking populernya, teknik tersebut sempat membuat heboh masyarakat akibat info yang menyesat tentang lilin pada kulit buah. Saat itu narasinya adalah lilin itu membahayakan bagi konsumen, padahal sebenarnya pelapis buah sudah food grade dan bersifat edible atau dapat dimakan.
Lebih lanjut, sebagian masyarakat menganggap pelapis buah itu merupakan lilin tapi nyatanya tidak semuanya begitu. Salah satu bahan pelapis buah selain lilin adalah kitosan yang bersumber dari cangkang krustasea (udang-udangan) dan kepiting. Kitosan yang dideasetilasi dari kitin ini merupakan polimer yang memiliki karakteristik menarik.
ADVERTISEMENT
Secara alami, kitosan memiliki sifat antimikroba. Ia bisa menahan laju perkembangan bakteri dan jamur dengan baik. Keunikan ini membuat kitosan dilirik sebagai material pelapis buah dan sayur sejak beberapa dekade yang lalu.
Ossamulu dkk., (2023) dalam publikasi bertajuk "Improvement of Shelf-Life and Nutrient Quality of Tomatoes and Eggplant Fruits using Chitosan-Starch Composite Coat" melaporkan bahwa pelapisan buah dengan campuran kitosan dan pati mampu menjaga kesegaran buah hingga 12 hari. Tidak hanya itu, pelapisan tersebut juga mampu menjaga nutrisi di dalam buah sehingga kualitas buah tetap baik meski disimpan lebih lama.
Di luar negeri, penggunaan kitosan sebagai pengawet alami buah dan sayur sudah merupakan hal yang lumrah. Namun sayang, sebagai pelapis buah, material ini belum terlalu populer di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Sepanjang pengetahuan penulis, penggunaan kitosan saat ini masih terbatas di skala laboratorium atau skala penelitian. Dengan kata lain, ia belum diterapkan secara masif pada industri buah dan sayur lokal. Hal tersebut berbanding terbalik dengan ketersediaan sumber kitosan di Indonesia.
Sebagaimana yang kita ketahui, Indonesia adalah salah satu negara eksportir udang ke beberapa negara, terutama Jepang dan Amerika Serikat. Salah satu jenis komoditas udang yang digemari pasar luar negeri adalah udang kupas beku. Proses produksi udang kupas beku tentu menghasilkan limbah kulit udang. Nah, jika diproses dengan baik, limbah kulit udang tersebut dapat menghasilkan kitosan.
Di samping itu, kitosan nyatanya tidak hanya dapat digunakan untuk pelapis buah. Ia juga merupakan komoditas penting di industri farmasi dan kecantikan.
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu, sebuah studi dari Straits Research, yang bermarkas di India, menyatakan bahwa pasar kitosan global menyentuh nilai 12,07 miliar dolar Amerika pada tahun 2022 dan diproyeksikan mencapai 84,88 miliar dolar Amerika pada 2031 nanti. Jika Indonesia mau menggarap pengolahan kitosan tersebut, potensi ekonomi bisnis perikanan udang tentu dapat ditingkatkan.
Kembali ke topik kita mengenai kitosan sebagai pelapis buah, penulis sudah mencoba mencari produk pelapis buah berbasis di kitosan dan nyaris tidak menemukannya. Adapun produk yang sudah tersedia agaknya masih berskala rintisan. Dengan kata lain, belum banyak yang menggunakan produk mereka.
Fenomena di atas tidak lepas dari belum terlalu populernya kitosan sebagai pelapis buah di Indonesia. Meskipun sudah banyak penelitian yang menyatakan potensi kitosan, mengharapkan masyarakat umum—apalagi petani—untuk sekonyong-konyong membaca jurnal ilmiah terkait bak peribahasa jauh panggang dari api. Artinya, perlu campur tangan berbagai pihak agar industri buah-buahan kita bisa menerapkan pelapis buah dari bahan kitosan tadi.
ADVERTISEMENT