Konten dari Pengguna

Pemanfaatan Serat Selulosa dari Kulit Buah

Fadli Hafizulhaq
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas.
13 Juni 2024 10:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadli Hafizulhaq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi buah durian. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi buah durian. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sejak beberapa dekade terakhir, produk turunan selulosa telah umum menemani kehidupan manusia. Sebagai contoh kain katun yang populer dijadikan pakaian, bahan tekstil tersebut dikembangkan dari selulosa yang berasal dari serat tanaman kapas. Selain tanaman kapas, masih banyak sumber selulosa lainnya yang lumrah diolah menjadi produk siap guna. Katakanlah kertas dari selulosa pohon akasia, papirus, pinus, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Jika kita tilik betul, batang merupakan bagian tanaman yang paling umum diambil selulosanya. Tidak hanya untuk kertas, produk turunan selulosa seperti rayon juga diproses dari selulosa batang kayu. Selain batang, sumber selulosa yang juga umum adalah daun seperti serat daun nanas dan sisal (sejenis agave besar). Akan tetapi bagian tanaman lain relatif jarang dipilih sebagai bahan ekstraksi serat selulosa.
Kulit buah merupakan salah satu bagian tanaman yang juga mengandung selulosa. Sejauh ini, pengekstrakan serat selulosa dari kulit buah masih belum umum dilakukan oleh industri. Kecuali memang beberapa kulit buah yang sudah sangat umum seperti sabut kelapa. Jika serat sabut kelapa (coir) bisa diolah menjadi berbagai produk siap guna, apakah kulit buah yang lain juga memiliki potensi yang sama?
ADVERTISEMENT
Terkait hal tersebut, latar belakang munculnya ide pengekstrakan serat selulosa dari kulit adalah agar ia tidak menjadi limbah sebagaimana biasanya. Beberapa jenis buah musiman di Indonesia menghasilkan limbah kulit buah yang tidak sedikit. Durian adalah salah satu buah yang volume kulitnya lebih besar dari pada buahnya. Dengan kata lain, lebih banyak bagian yang dibuang dari durian dari pada yang dimanfaatkan.
Penjumras, dkk (2015) dalam artikel ilmiahnya yang bertajuk "Response Surface Methodology for the Optimization of Preparation of Biocomposites Based on Poly(lactic acid) and Durian Peel Cellulose" melaporkan bahwa selulosa dari kulit buah durian memiliki kompatibilitas yang baik dengan polimer asam polilaktat. Pada kondisi campuran dan pengujian yang optimum, kekuatan tarik dan kekuatan impak dari biokomposit berbasis asam polilaktat dan selulosa kulit durian mencapai 46,207 MPa dan 2,931 kJ/m2.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, serat selulosa dari kulit durian juga dapat dicampur dengan serat lainnya. Sebagai contoh, serat kulit durian dapat dicampur dengan serat kulit umbi ubi kayu. Adawiyah, dkk. (2022) mencampur kedua jenis serat tadi dan memprosesnya menjadi kertas tisu. Penelitian yang mereka lakukan menghasilkan formula terbaik untuk komposisi kulit durian terhadap kulit ubi kayu, yaitu 3:1 rasio massa. Meskipun produk penelitian mereka belum bisa menyamai tisu yang dijual di pasar, namun penelitian tersebut telah menunjukkan potensi pemanfaatan serat kulit buah.
Selain durian, berbagai kulit buah lainnya juga dapat diproses sebagai sumber serat selulosa. Pilihan lain dari kulit buah yang potensial untuk diambil seratnya adalah kulit buah nangka. Sebagaimana kulit buah durian, kulit buah nangka juga umumnya berakhir menjadi sampah. Pengolahan limbah kulit buah nangka untuk diambil serat selulosanya dapat meningkatkan nilai guna dari limbah tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, selulosa dapat diekstrak dari bagian tumbuhan manapun yang mengandung serat. Serat selulosa hasil pemrosesan dari bagian tumbuhan manapun dapat dikategorikan sebagai serat alam. Secara teori, terlepas dari sumbernya, selulosa murni dapat diproses menjadi berbagai produk turunannya. Hanya saja memang kualitas serat selulosa sangat bergantung pada sumbernya.
Setidaknya, ekstraksi serat selulosa dari kulit buah dapat menjadi opsi untuk mengurangi limbah organik yang tersisa dari buah. Pengurangan volume limbah jenis tersebut diharapkan dapat menurunkan potensi rusaknya lingkungan karena gas rumah kaca yang dihasilkannya.