Konten dari Pengguna

Teknologi Pertanian di Balik Bayang-bayang Krisis Pangan Global

Fadli Hafizulhaq
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas.
1 Juni 2024 13:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fadli Hafizulhaq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penggunaan drone dalam pertanian modern. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Penggunaan drone dalam pertanian modern. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Penetapan “Zero Hunger” sebagai salah satu goals dalam Sustainable Development Goals oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menjadi salah satu indikasi bahwa perpanganan di dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Tujuan Zero Hunger atau Tanpa Kelaparan ini memiliki misi menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik.
ADVERTISEMENT
Hadirnya frasa “ketahanan pangan” pada misi tersebut menggugah penulis untuk menarik benang merahnya pada teknologi pertanian kekinian. Bagaimanapun pembicaraan ketahanan pangan tidak hanya bisa difokuskan pada apa saja tanaman pangannya, melainkan juga bagaimana tanaman itu ditanam, dipanen, hingga diproses pascapanen.
Bicara soal tanaman pangan, pemerintah Indonesia di masa ini agaknya telah mantap menetapkan padi dan jagung sebagai komoditas pangan utama. Namun sayangnya, berdasarkan data yang dipublikasikan oleh BPS pada Maret 2024 lalu, luas panen jagung pipilan pada 2023 mengalami penurunan sebanyak 10,43% dibandingkan luas panen pada 2022.
Tren yang sama juga dialami oleh padi, masih dari data BPS, perkiraan luas panen padi mengalami penurunan dari 10,45 juta hektar pada 2022 menjadi 10,20 juta hektar pada 2023.
ADVERTISEMENT

Disebabkan Alih Fungsi Lahan

Penurunan luas lahan pertanian disinyalir disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Adapun jenis lahan pertanian yang paling rawan terhadap alih fungsi adalah persawahan. Hal ini lantaran sawah umumnya memiliki topografi tanah yang datar dan terletak dekat dengan wilayah perkotaan. Alhasil banyak persawahan yang kemudian dikonversi jadi perumahan.
Fenomena alih fungsi lahan ini secara langsung menurunkan produktivitas pertanian. Dampak yang paling kentara tentu adanya penurunan produksi produk hasil pertanian. Namun di samping itu, alih fungsi lahan juga dapat menyebabkan investasi pada sektor pertanian menjadi tidak optimal. Sebagai contoh, investasi yang telah digelontorkan pemerintah atau pihak lain dalam pengembangan irigasi dapat menjadi sia-sia karena lahan sawah sudah beralih fungsi.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, apakah produktivitas pertanian bisa ditingkatkan meskipun lahan pertanian semakin menyempit? Tantangan pertanian kekinian tentu tidak hanya soal semakin banyaknya manusia yang membutuhkan properti untuk tinggal, melainkan juga perubahan iklim yang dapat mempengaruhi kelayakan lahan untuk digarap serta berbagai isu lainnya.

Teknologi Pertanian untuk Ketahanan Pangan

Satu fakta yang tidak bisa ditutupi saat ini adalah dunia sedang menghadapi ancaman krisis pangan global. Hal ini didasarkan pada kebutuhan makanan yang meningkat secara cepat dari pada ketersediaannya. Sebuah badan PBB, Food and Agriculture Organization (FAO), memprediksi kebutuhan makanan untuk negara berkembang akan meningkat sebesar 60% pada 2030 dan menjadi dua kali lipat pada 2050.
Andai kata produksi dalam negeri sebuah negara tidak mencukupi, opsi yang tersisa tentulah mengimpor bahan makanan. Hanya saja, bagaimana jika ternyata tidak ada komoditas yang bisa diimpor lantaran negara eksportir juga kekurangan atau hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mereka? Kondisi terburuknya adalah meningkatnya tingkat kelaparan secara global.
ADVERTISEMENT
Di tengah kemelut ancaman krisis pangan ini, penerapan teknologi pertanian dapat menjadi salah satu solusi—setidaknya sebagai upaya preventif. Apalagi FAO juga memprediksi bahwa penambahan lahan pertanian pada 2050 hanya berada pada angka 4% karena adanya tekanan pertambahan jumlah penduduk. Metode pertanian konvensional yang dijalani petani saat ini tidak lagi cukup untuk memenuhi permintaan yang besar dari populasi yang terus bertambah tersebut.
Pertanian hari ini mestilah mulai mengadopsi teknologi modern dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan. Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dapat digunakan dalam rangka mengevolusi industri pertanian sebagaimana ia bisa digunakan untuk perkiraan hasil panen dan harga, penyemprotan cerdas, pemantauan tanaman dan tanah, diagnosis penyakit dan sebagainya.
Penerapan AI pada dunia pertanian dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu perangkat lunak AI dan robot AI. Pengembangan perangkat lunak AI pertanian dapat dibilang sudah mulai menunjukkan progres yang baik dan signifikan, hanya saja robot AI pertanian sebagian besarnya masih berada pada tahap pengembangan awal.
ADVERTISEMENT
Robot pertanian diharapkan dapat membantu proses bioproduksi seperti penyiraman air, pestisida dan herbisida di lahan pertanian serta pemetaan dari lahan pertanian. Proses-proses tadi dapat meningkatkan efisiensi pertanian sehingga berdampak pada peningkatan hasil produksi dan penurunan biaya.
Teknologi lain yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan adalah Internet of Things (IoT). Penerapan IoT di dunia pertanian semakin meningkat terutama semenjak pandemi Covid-19 lalu. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa IoT merupakan metode terbaik dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas dari berbagai sektor, tidak terkecuali pertanian. IoT dapat membantu petani dalam memastikan tanaman pangan tumbuh dengan optimal hingga masa panen datang.