Benarkah Semakin Besar Gaji ASN Semakin Baik Birokrasi?

Haidar Mufid
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia.
Konten dari Pengguna
17 Juni 2021 14:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haidar Mufid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: instagram.com/kasn_ri
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: instagram.com/kasn_ri
ADVERTISEMENT
Seringkali kita temui masalah-masalah kontemporer dalam dunia Aparatur Sipil Negara terutama di Indonesia. Permasalahan-permasalahan dalam tata kelola manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) pada sektor publik acap kali menjadi isu yang sangat hangat di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Permasalahan rekrutmen SDM seperti yang sedang hangat sekarang, lalu masalah penggajian ASN fiktif yang ditemui oleh BKN dan masih banyak lagi. Permasalahan kontemporer yang pernah hangat dan sering menjadi pembicaraan juga mengenai wacana atau kenaikan gaji atau remunerasi ASN.
Kenaikan gaji ASN juga pernah dicanangkan sebagai sebuah misi untuk mengurangi korupsi oleh Calon Presiden Prabowo Subianto pada Pemilu tahun 2019. Hingga akhirnya pada tahun 2021 isu mengenai peningkatan dan perombakan sistem gaji ASN dibicarakan dan mencuat kembali ke publik.
Apabila kita melihat isu kontemporer gaji ASN di Indonesia, apakah benar dengan meningkatkan gaji atau remunerasi ASN di Indonesia akan semakin baik birokrasi di Indonesia?
Definisi Remunerasi menurut Robela (2009) adalah pembayaran dalam bentuk uang atau barang yang diberikan atas prestasi, penghargaan atau capaian dalam suatu periode hubungan kerja maupun berakhirnya suatu hubungan kerja yang berdasarkan adanya sistem yang terstruktur, transparan, adil dan layak. Ditinjau dari bentuk/jenis balas jasa, Remunerasi juga dapat berupa gaji atau upah, gratifikasi, tunjangan (tetap, khusus, tunjangan, kehadiran, jabatan, mahal, transportasi, perumahan, keluarga, liburan, kelahiran, sakit, kematian dan Lainnya), uang lembur, tunjangan harian, tunjangan perjalanan, biaya akomodasi, asuransi kesehatan, jaminan/ pendidikan, penghargaan, bonus, Komisi, beasiswa pesangon atau pensiun (Sintaningrum, 2015).
ADVERTISEMENT
Remunerasi ASN di Indonesia sendiri telah diatur dalam Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014 pasal 79. Pada pasal pasal 79 ayat 1 UU No. 5 Tahun 2014 disebutkan Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS.
Merujuk dalam beberapa jurnal dan penelitian yang dilihat melalui sudut pandang studi kasus remunerasi terhadap kinerja pegawai, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dan positif remunerasi terhadap kinerja pegawai.
Alasan paling banyak dalam kesimpulan penelitian tersebut remunerasi dinilai dapat meningkatkan kinerja karena dinilai dengan adanya sistem remunerasi dapat meningkatkan motivasi kerja seorang ASN.
Bahkan ada yang berpendapat pemberian tunjangan kinerja berguna untuk meningkatkan motivasi, integritas, dan profesionalisme para pegawai. Menurut Doornbos (1995), dengan adanya good governance yang memerangi korupsi, nepotisme, dan mismanajemen dapat menciptakan atau memberikan output berupa transparansi, akuntabilitas dan prosedur yang tepat, sebagai alat yang efektif untuk digunakan sebagai pencapaian tujuan pemerintah, mengurangi kemiskinan, dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan negara yang sejahtera (Dimasanti, 2014).
ADVERTISEMENT
Walaupun dalam beberapa penelitian dan pendapat mengenai peningkatan remunerasi dan tunjangan kinerja dapat meningkatkan performa dari birokrasi mengapa seringkali tetap ditemui adanya kecurangan korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalamnya?
Melalui program reformasi birokrasi pun masih belum mampu untuk memperbaiki sistem yang masih memberikan celah untuk melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Hal ini yang masih menjadi pertanyaan dan diskusi publik mengenai kredibilitas dari lembaga publik dalam membenahi birokrasi. Bahkan dalam Corruption Perception Index pada tahun 2010 di antara 25 negara Asia, Indonesia mendapatkan skor sebesar 2,8 dengan predikat “highly corrupt”.
Berkaca dari salah satu negara maju di ASEAN yakni Singapura yang di mana Singapura menduduki posisi pertama skor “very clean” (9,3 dari skor 10) dalam Corruption Perception Index pada tahun 2010. Di sini kita akan melihat bagaimana Singapura dalam mengelola Sumber Daya Manusianya pada sektor publik dan mungkin dapat dicontoh (adapt don’t adopt) oleh Indonesia apabila ingin meningkatkan remunerasi ASN di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Melihat negara tetangga yakni Singapura sudah memulai kiprah reformasi birokrasi yang dimulai pada awal tahun 1980 an yang di mana sudah mulai memperkenalkan penganggaran berbasis kinerja di dalam sektor publik.
Singapura sendiri bahkan pada tahun 90an sudah mulai memberikan gaji yang di mana diukur dua per tiga dari gaji di sektor privat seperti akuntansi perbankan, konstruksi, hukum, perusahaan manufaktur dan perusahaan multinasional. Gaji yang bersaing dengan sektor privat dapat menjadi daya tarik bagi para pekerja-pekerja yang memiliki kompetensi.
Dibalik memberikan gaji yang besar, Singapura juga memiliki dua lembaga yang mengatur mengenai manajemen pegawai, yaitu Public Service Commission (PSC) dan Civil Service College (CSC) (Dimasanti, 2014). Public Service Commission merupakan lembaga independen yang didirikan untuk menjaga integritas, ketidakberpihakan, dan meritokrasi pegawai negeri. PSC memiliki tanggung jawab dalam hal pengangkatan, promosi, pemindahan, pemberhentian dan penegakan disiplin terhadap para pegawai negeri.
ADVERTISEMENT
Lalu Civil Service College (CSC) merupakan sebuah lembaga pelatihan yang yang memiliki visi The Heart of Learning Excellence & Development for the Singapore Public Service. CSC sendiri menjalankan misi untuk membangun masyarakat Singapura untuk memberikan pelayanan publik kelas satu.
CSC menyatukan PNS dari berbagai latar belakang dan memberi mereka kesempatan untuk terjun ke dalam jaringan untuk bertukar perspektif, membangun etos dan perspektif bersama, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk dialog, berbagi pengetahuan dan belajar.
Apabila kita melihat dari Singapura untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, bebas dari KKN dan memiliki performa yang baik, tidak dapat dilihat melalui satu solusi saja, tetapi juga harus ada pengawasan yang baik dari pemerintah untuk menciptakan birokrasi yang sehat.
ADVERTISEMENT
Setelah melihat secara singkat mengenai perjalanan dan struktur dari kelembagaan pelayanan publik saya menemukan kemiripan antara Singapura dan Indonesia.
Salah satu lembaga yang di Singapura dikenal dengan PSC atau Public Service Commission yang di mana Indonesia memiliki lembaga yang serupa yang dikenal dengan nama KASN atau Komisis Aparatur Sipil Negara yang hampir menjalankan fungsi yang sama yaitu untuk mengawal dan menjaga integritas dari pegawai negeri di Indonesia. KASN sendiri memiliki tugas.
KASN di Indonesia sendiri didirikan pada 30 September 2014. Ketika KASN didirikan, KASN telah berhasil memberikan capaian berupa mendapati banyaknya pelanggaran kode etik ASN di Indonesia yang di mana pada laporan KASN tahun 2020, 116 ASN dilaporkan atas Pelanggaran nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, 89 ASN Yang telah diproses oleh KASN dan 34 ASN atau sebanyak 53.1% Sudah dijatuhi hukuman oleh PPK (Komisi Aparatur Sipil Negara, 2019). Dengan adanya pemberantasan atau penegakan UU ASN di Indonesia yang baik, tentu akan membawa kepada performa birokrasi yang baik juga.
ADVERTISEMENT
Melalui perjalanan singkat dari adaptasi sistem yang dimiliki oleh negara tetangga yakni Singapura, tidak hanya melalui peningkatan remunerasi saja untuk memberikan performa yang baik dalam memberikan pelayanan publik.
Permasalahan birokrasi dan pelayanan publik tidak hanya dapat diselesaikan melalui satu dimensi saja dan memerlukan diskusi publik hingga melibatkan banyak dimensi. Sebagai contoh dari Singapura yang memiliki sistem pengelolaan dan pengawasan SDM ASN yang baik. Indonesia juga memiliki lembaga pengawasan yang dikenal dengan KASN.
Dapat dilihat dari berbagai capaian KASN pada tahun 2020 dalam mengawasi para ASN di Indonesia. sehingga tidak selamanya peningkatan remunerasi dapat menjadi solusi untuk menciptakan birokrasi yang bersih tetapi juga harus diiringi dengan pengawasan yang baik dan tegas dari lembaga yang berwenang.
ADVERTISEMENT
Referensi
Dimasanti, R. C. (2014). Kesejahteraan dan Tunjangan Kinerja Aparatur Studi Banding Indonesia dan Singapura. 439–449.
Komisi Aparatur Sipil Negara. (2019). Laporan Tahunan KASN 2018.
Sintaningrum. (2015). Skema Pembiayaan Tunjangan Pegawai Berbasis Kinerja. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/0033-Skema-Pembiayaan-Tunjangan-Pegawai-Berbasis-Kinerja.pdf