Konten dari Pengguna

Pendidikan Militer Apakah Solusi Untuk Anak Bermasalah?

Haidar Robbani
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12 Mei 2025 12:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haidar Robbani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Somchai Kongkamsri: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-mengenakan-jas-militer-kamuflase-hijau-dan-coklat-saat-berdiri-memegang-senapan-104764/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Somchai Kongkamsri: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-mengenakan-jas-militer-kamuflase-hijau-dan-coklat-saat-berdiri-memegang-senapan-104764/
ADVERTISEMENT
Pendidikan militer sering dianggap sebagai salah satu alternatif untuk menangani anak-anak yang mengalami masalah perilaku mulai dari kenakalan remaja, kurangnya kedisiplinan, hingga kecenderungan untuk memberontak terhadap otoritas. Banyak pihak menilai bahwa sistem pendidikan militer yang dikenal dengan disiplin, ketegasan, dan pembentukan karakter dapat menjadi solusi bagi remaja yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan aturan sosial maupun pendidikan konvensional.
ADVERTISEMENT
Pendidikan militer dikenal dengan sistemnya yang sangat terstruktur. Di dalamnya, anak-anak dibiasakan untuk hidup dalam keteraturan seperti bangun pagi pada waktu tertentu, mengikuti latihan fisik yang ketat, menjalankan tugas-tugas dengan penuh tanggung jawab, serta mematuhi aturan tanpa pengecualian. Tujuan utama dalam pendidikan ini untuk menanamkan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab atas kewajiban mereka. Bagi sebagian anak, khususnya mereka yang tumbuh dalam lingkungan yang kurang pengawasan, penuh konflik atau bahkan tidak adanya sosok yang mengarahkan mereka kepada hal-hal yang positif. Pendidikan ini menjadi titik balik, mereka mulai memahami pentingnya ketertiban, belajar mengatur emosi, dan secara perlahan mengembangkan karakter yang lebih dewasa serta emosi yang stabil.
Selain itu, pendidikan militer juga sering kali membentuk rasa percaya diri dan kebanggaan diri. Anak-anak yang sebelumnya merasa kurang mampu atau dipandang negatif di masyarakat dapat menemukan jati diri baru melalui pencapaian-pencapaian dalam pelatihan militer. Mereka menjadi lebih tangguh baik secara fisik maupun mental dan memiliki arah hidup yang lebih jelas program ini jika disertai dengan pendampingan yang tepat bisa memberikan ruang bagi anak untuk berkembang secara positif dan terarah
ADVERTISEMENT
Namun, pendidikan militer bukanlah solusi yang bersifat menyeluruh, tidak semua anak merespon secara positif terhadap pendekatan yang keras dan otoriter. Pendidikan militer cenderung menekankan pada kepatuhan dan ketegasan. Bagi anak yang mengalami masalah psikologis seperti trauma masa kecil, kecemasan depresi, atau gangguan perilaku akibat kekerasan dalam rumah tangga. Pendekatan yang terlalu keras dan tanpa kelembutan justru bisa memperburuk kondisi mereka, lingkungan yang penuh tekanan dan tanpa ruang dialog emosional bisa membuat mereka semakin menutup diri, memberontak secara pasif, atau bahkan mengalami gangguan psikologis yang lebih berat. Dalam situasi seperti ini, yang lebih dibutuhkan adalah pendekatan yang empatik, suportif, dan berbasis pemahaman akan kondisi emosional anak.
Di sisi lain, ada kekhawatiran mengenai labelisasi terhadap anak bermasalah. Ketika anak dimasukkan ke dalam institusi militer karena dianggap “bermasalah”, ada risiko bahwa mereka akan membawa stigma tersebut dalam jangka panjang. Hal ini bisa menghambat proses reintegrasi sosial, terutama jika anak merasa dikucilkan atau berbeda dari teman-teman sebayanya setelah kembali ke masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Pendekatan terhadap anak bermasalah harusnya bersifat menyeluruh, kontekstual, dan berlandaskan pada pemahaman individual. Sebelum mengambil keputusan untuk menempatkan anak ke dalam pendidikan militer, sangat penting untuk melakukan asesmen menyeluruh oleh tenaga professional seperti psikolog anak dan remaja untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku anak kenapa bisa berperilaku seperti itu.
Pada akhirnya, pendidikan militer hanyalah satu dari sekian banyak opsi yang tersedia dan tidak seharusnya dianggap sebagai “jalan pintas” untuk memperbaiki perilaku anak. Ia bisa menjadi pilihan yang tepat jika dijalankan secara proporsional, manusiawi, dan dengan pendampingan professional yang memadai. Namun, keputusan untuk memasukkan anak ke dalam pendidikan militer butuh analisis yang mendalam bukan hanya karena frustrasi atau desakan emosional.
Setiap anak memiliki potensi untuk berkembang, tugas orang tua mendampingi proses berkembang sang anak agar tidak berada di jalan yang tidak seharusnya dan membimbing mereka bukan dengan paksaan tapi, dengan pemahaman, ketegasan yang bijak, dan kasih sayang yang tulus. Pendidikan militer bisa membantu anak bermasalah dalam konteks tertentu, asal didampingi dengan pendekatan psikologis dan dukungan emosional. Sangat penting sekali untuk mengetahui latar belakang sang anak sebelum memasukkannya ke dalam pendidikan militer.
ADVERTISEMENT