Konten dari Pengguna

Independensi dan Realita Media Massa

HAIDHAR FADHIL WARDOYO
Mahasiswa hubungan internasional, Universitas Islam Indonesia
6 Januari 2022 21:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari HAIDHAR FADHIL WARDOYO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seiring dengan semakin kuatnya pengaruh globalisasi, berita dan informasi terbaru menjadi salah satu komoditas utama yang tak bisa lepas dari keseharian masyarakat. Ketika kita beranjak dari tempat tidur di pagi hari misalnya, secangkir kopi dan roti panggang rasanya kurang lengkap apabila tidak ditemani dengan koran maupun gadget yang menampilkan berita terbaru dari media massa langganan. Meski demikian, kebutuhan akan berita dan informasi yang begitu masif ini ternyata meninggalkan tantangan baru dalam proses yang dilakukan oleh media massa dalam memberitakan suatu hal, yaitu perkara independensi.
ADVERTISEMENT
Perkara independensi dalam suatu media massa maupun pemberitaan yang disebarkan ke publik menjadi persoalan yang sangat penting. Sebab, dewasa ini masyarakat cenderung menerima mentah-mentah atau tidak melakukan filterisasi terhadap berita yang diterima. Hal ini yang kemudian harus menjadi perhatian bersama, sebab apabila suatu media massa tidak menerapkan prinsip independen atau katakanlah memiliki afiliasi terhadap suatu pihak tertentu, maka pemberitaan yang disebarkan cenderung memiliki nuansa akan pihak yang menjadi afiliasi tersebut.
Dalam fase perang politik misalnya, media yang memiliki afiliasi terhadap suatu partai politik jelas akan memberitakan sesuatu dengan nuansa atau framing yang membentuk citra positif dari partai tersebut. Tak jarang pula berita negatif atau menyesatkan turut serta hadir menyelimuti pemberitaan yang dilakukan oleh media yang tidak independen. Hal ini tentu saja bertentangan dengan apa yang disebut sebagai kemerdekaan pers dan hak masyarakat luas untuk mendapatkan informasi yang benar dan tidak menyesatkan (Pramisti, 2016).
ADVERTISEMENT
Adapun berbicara mengenai independensi, banyak masyarakat yang masih salah penafsiran terhadap salah satu prinsip jurnalistik ini. Pada salah satu poin dalam Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik mengemukakan bahwa wartawan atau jurnalis Indonesia harus bersifat independen. Poin ini sendiri memiliki penafsiran bahwasanya para jurnalis tersebut harus memberitakan peristiwa atau fakta yang ada sesuai dengan suara hati nurani mereka. Peristiwa atau fakta yang mereka beritakan tidak boleh disertai dengan adanya pengaruh atau campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak manapun.
Menilik pada KBBI, independen sendiri memiliki makna berdiri sendiri, bebas, tidak terikat apapun, dan merdeka. Dari beberapa makna tersebut sebenarnya sudah terlihat apa yang dimaksud dengan independensi. Singkatnya, media massa memang harus merdeka dan bebas, namun dengan tanda kutip merdeka dan kebebasan ini harus bertanggung jawab. Media massa harus memperhatikan hukum dan kode etik yang berlaku, juga hak publik untuk menerima suatu pemberitaan atau informasi yang terbukti validitasnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
ADVERTISEMENT
Kovach dan Rosenstiel (2001) menjelaskan juga melalui bukunya The Elements of Journalism, bahwa Independensi adalah keberpihakan pada warga. Maksudnya adalah para wartawan atau jurnalis ini harus bersifat independen terhadap orang-orang yang diliput oleh mereka. Latar belakang seperti ras, agama, suku, politik, atau apapun itu boleh dijadikan informasi, namun tidak digunakan untuk mencari celah atau suatu hal yang melanggar privasi dari orang-orang tersebut.
Independensi juga seringkali disalahartikan sebagai netralitas. Masyarakat masih banyak yang salah kaprah dan menganggap bahwa independen berarti netral. Padahal, netralitas sendiri sejatinya bukan termasuk ke dalam prinsip jurnalistik. Hal ini dikarenakan bahwa media manapun pada dasarnya tidak akan bisa bersifat atau berprinsip netral.
Hal ini dijelaskan secara spesifik oleh Herman dan Chomsky (1988) melalui bukunya Manufacturing Consent: The Political Economy of The Mass Media, yakni netralitas sejatinya adalah suatu hal yang tidak mungkin ada dalam media massa mana pun. Sebab, media massa akan selalu bersinggungan dan bekerja melalui empat filter, yaitu kepemilikan atas suatu media, pengiklan media atau monetisasi, elit media, dan ancaman atau aturan tertentu yang ada dalam suatu media. Hal ini jelas mempengaruhi netralitas suatu media, namun tidak dengan independensi para jurnalisnya.
ADVERTISEMENT
Adapun singkatnya, perbedaan yang paling menggambarkan antara independensi dan netralitas ini ada dalam proses penyajian fakta dalam beritanya. Maksudnya adalah apabila dalam konteks netralitas itu diharuskan untuk tidak menunjukkan sikap terhadap sesuatu entah itu setuju atau tidak setuju, maka dalam konteks independen sendiri diharuskan untuk tidak ada campur tangan dari pihak lain dalam proses penyajian fakta yang ada di dalam berita yang ditulis. Sebab, jurnalis pada dasarnya boleh untuk menuliskan opini pribadinya, namun harus diletakan di kolom opini dan berlandaskan pada data-data dan validitas dari berita yang ditulis olehnya (Kovach & Rosenstiel, 2001).
Meski begitu, realitas yang ada di era sekarang tidak terjadi demikian. Independensi yang ada pada media massa di dunia ini mulai pudar bahkan terkesan hilang. Kemerdekaan pers mulai direnggut perlahan entah itu karena peraturan yang ada dalam suatu media massa, maupun peraturan yang dibentuk oleh pemerintahan suatu negara. Terlebih karena para jurnalis ini sejatinya sedang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Para jurnalis dilanda dilema dalam hal mempertahankan independensinya atau kebutuhan hidupnya. Akibatnya, muncul berita-berita yang tidak memperhatikan objektivitas, validitas, kredibilitas, dan bahkan cenderung menyerang integritas atas objek pemberitaannya. Kita bisa melihat contoh nyatanya pada fase pergelaran pentas demokrasi dan kasus yang melibatkan tokoh penting atau figur publik.
Prinsip independensi dalam pemberitaan yang disebarkan oleh media massa seakan hilang ditelan bumi karena ditunggangi oleh orang dengan kepentingan tertentu maupun afiliasi dengan suatu pihak. Keberpihakan yang seharusnya ada pada masyarakat dilupakan. Hal ini tentu saja melanggar hak publik dan kode etik yang ada, dan masyarakat menjadi pihak yang terkena imbas paling banyak karena mendapatkan konsumsi berita yang menyesatkan.
Daftar Pustaka
Herman, E. S., & Chomsky, N. (1988). Manufacturing Consent: The Political Economy of The Mass Media. Pantheon Books.
ADVERTISEMENT
Kovach, B., & Rosenstiel, T. (2001). The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and the Public Should Expect. Crown Publisher.
Pramisti, N. Q. (2016, Mei 12). KODE ETIK JURNALISTIK. Tirto.ID. Retrieved January 6, 2022, from https://tirto.id/kode-etik-jurnalistik-8Nb