Konten dari Pengguna

Pengaruh Politik Domestik dalam Pasang Surut Hubungan Turki dan Israel

HAIDHAR FADHIL WARDOYO
Mahasiswa hubungan internasional, Universitas Islam Indonesia
30 Desember 2021 17:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari HAIDHAR FADHIL WARDOYO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
Turki merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim yang mengakui keberadaan negara Israel. Hal ini sudah dilakukan bahkan setahun sejak berdirinya negara Israel, yaitu pada tahun 1949. Adapun dua negara ini sejatinya memiliki hubungan yang rumit dan mengalami pasang surut. Keduanya pernah ada di fase di mana hubungan kerja sama mereka begitu erat, namun keduanya juga pernah ada di fase di mana hubungan mereka memanas bahkan hingga ke level yang paling tinggi.
ADVERTISEMENT
Lika-liku hubungan antara Turki dan Israel ini sejatinya dipengaruhi oleh begitu banyak faktor. Mulai dari faktor internal atau domestik, hingga eksternal atau internasional. Di samping itu, ada pula faktor insidental atau tragedi yang kemudian secara tidak langsung entah itu merenggangkan atau malah semakin memanaskan hubungan keduanya.
Menilik pada sejarahnya, pasang surut dalam hubungan antara Turki dan Israel dapat dilihat dari penempatan level diplomatik. Sebut saja pada tahun 1950 yang mana satu tahun setelah Turki mengakui keberadaan Israel, Turki kemudian membuka misi diplomatik pertamanya di Tel Aviv, Israel. Kemudian enam tahun berselang, yakni pada tahun 1956, Turki menurunkan level diplomatiknya ke tingkat charges d’affaires atau level kuasa usaha pascainvasi Israel terhadap Semenanjung Sinai dan Terusan Suez.
ADVERTISEMENT
Tak berselang lama, Turki kembali melakukan normalisasi dan menaikkan kembali level diplomatiknya ke level konsulat pada tahun 1963. Tahun-tahun setelahnya, banyak sekali tragedi yang memicu protes baik dari pihak Turki maupun pihak Israel. Sebut saja ketika Israel menempati sebagian besar wilayah Arab, hingga pembakaran Masjid Al-Aqsha oleh fanatik Yahudi yang memicu protes dari Turki. Di lain sisi, pengakuan resmi Turki terhadap Organisasi Pembebasan Palestina yang dibentuk oleh PBB memicu protes dari Israel.
Namun, pada tahun 1980, hubungan keduanya semakin erat dengan meningkatkan level diplomatiknya hingga ke tingkat ambassadorial atau level duta besar. Pada tahun yang sama pula, akibat dari aneksasi wilayah oleh Israel terhadap Yerusalem, Turki kembali menurunkan level diplomatiknya kembali ke tingkat terendahnya. Hingga tepatnya pada tahun 2010, Turki secara resmi memblokade dan menangguhkan segala macam hubungan baik itu hubungan diplomatik, kerja sama ekonomi, kerja sama keamanan, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Lantas, melihat kompleksitas serta dinamika pasang surut hubungan antara Turki dan Israel, apa yang sebenarnya menyelimuti hubungan kedua negara ini? Singkatnya, pertanyaan ini memiliki jawaban yang beragam tergantung dari perspektif mana yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan ini. Adapun dari beberapa perspektif yang ada, politik domestik merupakan salah satu yang memiliki pengaruh paling besar dalam lingkup hubungan antara Turki dan Israel.
Kita sepenuhnya mengerti bahwasanya Turki dan Israel menjalin hubungan yang cukup baik dalam rentang waktu yang cukup lama pula, meskipun tak bisa luput dari berbagai macam konflik yang menyertainya. Dalam ranah domestik, Justice and Development Party yang dipimpin Erdogan menjadi salah satu alasan di balik terjalinnya hubungan antara negara dengan penduduk mayoritas muslim dengan Israel yang mana cukup ditentang oleh negara-negara Timur Tengah. Mengapa demikian?
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat terjadi karena partai yang dipimpin oleh Erdogan tersebut memiliki power atau kekuatan yang besar juga masif sehingga sangat mempengaruhi segala macam hal bentuk kerja sama internasional dan pembentukan kebijakan-kebijakan luar negeri Turki. Selain keterlibatan partainya, Erdogan juga memiliki peran yang cukup penting mengingat posisinya sebagai Perdana Menteri Turki sejak tahun 2003 sampai tahun 2014. Erdogan kemudian berlanjut menjabat menjadi Presiden Turki sejak tahun 2014 sampai sekarang.
Dalam rentang waktu tersebut, hubungan kedua negara pernah berada di fase yang sangat dekat. Kedua negara menjalin kerja sama yang begitu dekat, terutama dalam bidang pertahanan, keamanan, perdagangan, ekonomi, dan pariwisata. Namun, seperti halnya yang terjadi pada beberapa negara lain, hubungan antara Turki dan Israel juga pada akhirnya mengalami pasang surut.
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak krisis yang menyelimuti hubungan antara Turki dan Israel, insiden Mavi Marmara pada tahun 2010 adalah yang paling parah. Insiden ini melibatkan tentara Israel yang menyerang kapal Mavi Marmara yang sedang membawa misi kemanusiaan ke Palestina dan menyebabkan eskalasi krisis diplomatik dengan Israel (Ibrahim & Noor, 2019). Turki kemudian mengemukakan tiga tuntutan kepada Israel apabila ingin terjadi normalisasi hubungan antara keduanya, yaitu Turki menuntut Israel untuk melakukan permohonan maaf secara terbuka, Turki menuntut kompensasi yang akan diberikan kepada keluarga korban, dan Turki juga menuntut adanya penghentian blokade di Gaza serta memperbolehkan penyaluran bantuan kemanusiaan bagi rakyat Palestina.
Hal ini kemudian baru menemui titik terang pada tahun 2016, di mana Turki dan Israel akhirnya menormalisasi hubungan mereka, tiga tahun setelah pernyataan penyesalan Benyamin Netanyahu atas insiden Mavi Marmara. Melalui beberapa dinamika ini, sebenarnya analisa garis besar atas terjadinya pasang surut dalam hubungan kedua negara ini sudah cukup terlihat.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, ada argumen pembuka sebelum merujuk pada aspek politik domestik. Hal ini tentu saja berkaitan dengan ideologi negara yang cukup bertolak belakang. Justice and Development Party atau AKP sejatinya masih berpegang kepada ideologi politik Islam mengingat partai ini masih merupakan bagian kecil dari gerakan politik Islam di Turki. Lebih jauh, aspek ini menjadi sebuah justifikasi di balik pasang surut yang ada karena ideologi ini membentuk spektrum dan sikap anti-Israel (Ibrahim & Noor, 2019).
Kemudian, politik domestik sendiri jelas yang memegang peranan paling besar. Erdogan dan AKP telah melalui begitu banyak transformasi yang semakin mengokohkan posisinya di ranah domestik Turki. Reformasi politik dan ekonomi yang merambah ke Eropa, terlebih menilik pada semakin dekatnya Turki dengan Uni Eropa, menciptakan sebuah pemahaman baru dalam menyeimbangkan hubungan di antara pihak-pihak terkait tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal ini kemudian membawa kita terhadap satu pembuktian, yaitu bahwasanya politik domestik memiliki pengaruh yang begitu besar, terutama dalam terjalin atau terputusnya suatu hubungan antarnegara. Dalam pembahasan mengenai Turki dan Israel sendiri, peran Erdogan dan partainya juga cukup baik dalam memenangkan hati masyarakat muslim Turki melalui keputusan pemerintah Turki yang juga mengakui dan membela Palestina. Meskipun di lain sisi, Turki juga mengakui Israel guna mengukuhkan posisinya di Uni Eropa dan hubungannya dengan negara lain seperti Amerika Serikat. Adapun pasang surut dalam hubungan ini dapat dilihat sebagai sebuah aksi reaksi yang tidak dapat lepas dan akan terus menyelimuti hubungan kedua negara.
Daftar Pustaka
AA. (2016, June 27). Turkey-Israel relations: A timeline. Anadolu Agency. Retrieved December 21, 2021, from https://www.aa.com.tr/en/middle-east/turkey-israel-relations-a-timeline/598666
ADVERTISEMENT
Damhuri, E. (2020, December 19). Pasang Surutnya Hubungan Erdogan dan Netanyahu. Republika. Retrieved December 24, 2021, from https://www.republika.co.id/berita/qlk5zo440/pasang-surutnya-hubungan-erdogan-dan-netanyahu
Ibrahim, M. K., & Noor, M. R. M. (2019). Pasang Surut Hubungan Turki-Israel: Kajian terhadap Hubungan Dua Hala pada Era ErdoÄŸan. UMRAN: International Journal of Islamic and Civilizational Studies, 6(1). https://www.researchgate.net/publication/332114508_Pasang_Surut_Hubungan_Turki-Israel_Kajian_terhadap_Hubungan_Dua_Hala_pada_Era_Erdogan