Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Oligarki Diperkaya, Rakyat Tetap Miskin: Begitukah Politik Digunakan?
29 Oktober 2024 8:11 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Haikal Fadhil Anam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik” (Bertolt Brecht)
ADVERTISEMENT
Saya meyakini politik sangat berpengaruh dalam kehidupan. Keyakinan tersebut dapat ditelusuri dari hal-hal yang tampak sederhana dan sepele namun penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Mari kita mulai dengan makanan yang kita konsumsi: Siapa yang menentukan harga nasi goreng? Jawabannya mungkin penjual, tetapi harga bahan baku seperti minyak goreng dan beras dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Ketika harga minyak goreng naik, harga nasi goreng pun ikut naik.
Tidak hanya soal ekonomi, politik juga mengatur sektor lain yang penting dalam kehidupan kita seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan bahkan agama. DPR, yang membuat undang-undang, dipilih oleh rakyat, tetapi siapa yang memilih mereka? Hanya calon-calon yang didukung oleh partai politik yang bisa masuk dalam daftar pemilih, dan partai politik ini kerap kali memiliki kepentingan tersendiri, yang sering kali tidak selaras dengan kepentingan rakyat banyak.
ADVERTISEMENT
Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita menyadari bahwa politik menjelma dalam segala aspek kehidupan kita, baik ekonomi, sosial, lingkungan, budaya, maupun agama. Keputusan-keputusan politik berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, baik secara positif maupun negatif.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, dampak negatif politik lebih banyak dirasakan oleh si miskin, sementara oligarki atau si kaya—sekelompok kecil elit yang memiliki kekuasaan ekonomi dan politik—terus menikmati manfaat yang lebih besar. Politik yang semestinya menjadi alat untuk memajukan kepentingan rakyat sering kali dimanipulasi untuk memperkaya segelintir elit, meninggalkan mayoritas rakyat dalam kemiskinan.
Ketimpangan Ekonomi dan Badai PHK
Laporan terbaru dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) pada tahun 2024 mengungkapkan bahwa kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang biasa. Ini bukan hanya sekedar statistik muncul lewat layar, melainkan gambaran nyata dari ketimpangan ekonomi yang mencolok di Indonesia. Ketika satu orang dapat memiliki kekayaan yang setara dengan satu juta orang, ada sesuatu yang sangat salah dalam distribusi kekayaan di negara ini.
ADVERTISEMENT
Lebih mengkhawatirkan lagi, laporan CELIOS mencatat bahwa kekayaan tiga orang terkaya di Indonesia meningkat sebesar 174% antara tahun 2020 hingga 2023. Sementara itu, kelas menengah, yang selama ini dianggap sebagai motor penggerak ekonomi, justru mengalami kemerosotan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2019, terdapat sekitar 57,33 juta penduduk yang berada dalam kelompok kelas menengah. Namun, pada tahun 2024, jumlah ini turun menjadi 47,85 juta. Artinya, lebih dari 9 juta orang turun kelas, jatuh ke dalam kemiskinan atau setidaknya mengalami penurunan standar hidup.
Selain ketimpangan ekonomi yang semakin membesar, masyarakat Indonesia juga menghadapi badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berdampak pada kelas pekerja. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan yang dikutip dalam laporan LPEM FEB UI (2024), sepanjang Januari hingga Oktober 2023, tercatat sebanyak 237.080 pekerja mengalami PHK. Jumlah ini terus meningkat, dan pada bulan Oktober 2023, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 45.576 orang. Pada paruh pertama tahun 2024, sebanyak 32.064 pekerja lagi mengalami PHK hingga Juni 2024.
ADVERTISEMENT
Gelombang PHK ini menunjukkan bahwa tidak hanya kelas menengah yang mengalami kemerosotan, tetapi juga tenaga kerja yang paling rentan. Ketika perusahaan-perusahaan besar mendapatkan keuntungan besar dari kebijakan yang pro-elit, pekerja yang menopang ekonomi justru menjadi korban. Para pekerja ini kehilangan pekerjaan, pendapatan, dan stabilitas, sementara kekayaan para oligarki terus melonjak.
Pengaruh Politik dalam Mempertahankan Status Quo
Mengapa kebijakan politik cenderung memperkaya segelintir elit dan mengorbankan rakyat kecil? Jawabannya terletak pada bagaimana sistem politik di Indonesia dirancang. Oligarki memegang peran penting dalam pembuatan kebijakan. Mereka memiliki akses langsung ke kekuasaan melalui hubungan mereka dengan para pemimpin politik, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Dukungan finansial yang mereka berikan kepada partai politik dan kandidat pemilu seringkali menjadikan mereka "raja di balik layar" yang sebenarnya menentukan arah kebijakan.
ADVERTISEMENT
Politik uang juga merupakan faktor besar yang mempengaruhi keputusan politik. Para oligarki menggunakan kekayaan mereka untuk membiayai kampanye politik dan membeli dukungan. Ketika pemilu tiba, mereka memastikan bahwa calon-calon yang mereka dukung akan terpilih, dan pada gilirannya, kebijakan-kebijakan yang dibuat akan menguntungkan mereka. Ini menciptakan lingkaran setan di mana politik semakin jauh dari rakyat, sementara kekayaan dan kekuasaan terkonsentrasi pada segelintir orang.
Situasi ini memang mengkhawatirkan, tetapi bukan berarti tidak ada solusi. Pertama, kita perlu mengubah cara berpikir kita tentang politik. Politik bukanlah sesuatu yang berada jauh di atas sana, melainkan bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Jika kita ingin memutus lingkaran oligarki, kita harus lebih sadar dan terlibat dalam proses politik, mulai dari pemilihan umum hingga pengawasan terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kedua, ada kebutuhan mendesak untuk mereformasi sistem politik dan ekonomi agar lebih inklusif. Ini termasuk reformasi dalam pendanaan politik, sehingga partai politik dan kandidat tidak lagi bergantung pada dukungan finansial dari oligarki. Pajak yang adil juga harus diberlakukan, di mana orang kaya membayar proporsi yang lebih besar dari kekayaan mereka untuk mendukung program-program sosial yang menguntungkan masyarakat luas.
Ketiga, masyarakat perlu bersatu dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Organisasi buruh, kelompok masyarakat sipil, dan gerakan sosial harus bekerja sama untuk menuntut kebijakan yang lebih adil. Mereka perlu menekan pemerintah agar mengambil langkah-langkah yang tegas dalam mengurangi ketimpangan dan melindungi rakyat kecil dari dampak negatif keputusan politik yang tidak adil.
Politik adalah alat yang sangat kuat, tetapi kekuatannya bisa digunakan untuk dua hal: memperkaya segelintir orang atau memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Sayangnya, dalam konteks Indonesia saat ini, politik sering kali digunakan untuk memperkaya oligarki, sementara rakyat tetap berada dalam kemiskinan. Namun, dengan kesadaran politik yang lebih besar dan reformasi yang berkelanjutan, masih ada harapan untuk menciptakan sistem politik yang lebih adil dan inklusif, di mana kekayaan dan kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi di tangan segelintir orang.
ADVERTISEMENT