Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Bima Sakti di Antara Memoar Helsingborg
28 Februari 2017 12:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
“Berhenti latihan!”
Seorang pria bule berperawakan tinggi besar terlihat gusar. Sambil menahan amarah, ia menghampiri bocah berusia 19 tahun yang terlihat setengah ketakutan.
ADVERTISEMENT
“Kamu niat main bola apa tidak? Kamu harus 100% bertahan. Jangan sungkan, tekel saya,” hardiknya sambil menarik kerah baju bocah tersebut.
Keesokan harinya, kedua orang tersebut kembali bertemu. Di lokasi dan kondisi yang sama.
Namun, kali ini alur cerita berjalan berbeda. Bocah 19 tahun itu tak lagi gentar. Bule tinggi besar itu ia hajar sekeras-kerasnya. Ditekelnya sampai berdarah-darah. Sang pria berambut pirang itu seketika membalikkan badan seraya menghampiri si bocah yang baru saja membuatnya terluka.
“Ini baru namanya sepak bola. Kamu bawa budaya ini ke negara kamu,” tegasnya.
Begitu ilustrasi yang terjadi antara Bima Sakti Tukiman dengan Ronald Nilsson saat keduanya bertemu dalam sesi latihan Helsingborg IF--klub besar dengan sejarah panjang di Swedia. Bima saat itu masih berusia 19 tahun saat mendapat kesempatan berlatih di Helsingborg B pada musim 1995/1996.
ADVERTISEMENT
Kisah itu terjadi ketika Bima mengikuti latihan di tim senior dengan Nilsson menjadi kapten tim. Nilsson--yang berposisi sebagai pemain bertahan--juga menjabat kapten Tim Nasional (Timnas) Swedia yang berhasil membawa negaranya finis di peringkat ketiga di Piala Eropa 1992 dan Piala Dunia 1994.
Selang 22 tahun, pengalaman itu masih diingatnya dengan jelas ketika bercerita kepada kumparan di Hotel Yasmin, Karawaci, Tangerang. Bima saat ini menjabat sebagai asisten pelatih Timnas Indonesia U-22 di bawah asuhan Luis Milla. Ilmu serta pengalaman yang didapatnya dahulu kini coba ditularkan kepada anak-anak muda yang berhasrat menggoreskan tinta emas di ajang SEA Games 2017 mendatang.
“Di Swedia, saya banyak sekali mendapat pelajaran. Dari mulai disiplin, tanggung jawab dan bagaimana menjadi pemain profesional. Sewaktu latihan, mereka itu nggak mau kalah. Marah kalau kita lewati,” ujar Bima.
ADVERTISEMENT
Bima mengisahkan pernah disemprot sang pelatih karena gagal mengeksekusi peluang menjadi gol. Ia pun terheran-heran saat itu. “Bima, kenapa kamu tertawa?" katanya menirukan perkataan pelatih. “Maaf coach, ini ‘kan hanya latihan,” jawabnya. "Tidak, kamu harus 100% dalam latihan. Karena situasi seperti ini akan kamu bawa ke lapangan,” jawab pelatih itu.
Berkarier di luar negeri benar-benar membuat Bima matang. Tak hanya soal teknik mengolah si kulit bundar yang didapatnya, tetapi hal-hal lebih prinsipil dari itu. Pola pikir disebut menjadi bekal penting yang dibawanya dari Swedia.
Hal itu pula yang membedakan budaya sepak bola di luar negeri dengan Tanah Air. Sampai saat ini--ironisnya--rata-rata pesepakbola Indonesia masih memiliki mindset “ini ‘kan cuma latihan”, sehingga mereka tak mengeluarkan seluruh kemampuannya.
ADVERTISEMENT
“Apalagi pemain muda ke seniornya. Kalau satu lawan satu, mereka biasanya nggak ambil (bolanya). Sungkan. Ada lagi kebiasaan yang sukanya potong-potong. Dipasang cone lima meter, mereka motong larinya jadi cuma empat meter, karena pengen dapat istirahat dan nggak mau capek. Karena pas latihan sudah biasa begitu, akhirnya kebawa pas pertandingan. Ada bola jauh nggak mau diambil, nggak mau capek,” keluhnya.
Patah Tulang Fibula
Hanya setahun berjibaku di Helsingborg, Bima kembali ke Tanah Air. Memulai perjalanan karier sesungguhnya. Melanglang buana ke sejumlah klub. Akan tetapi, yang spesial tentu kala dirinya berseragam Garuda di dada.
Bima menjalani debutnya saat memperkuat timnas senior pada 1995 di SEA Games Thailand. Sejak saat itu, namanya tak terpisahkan dengan Timnas Indonesia. Ia juga tercatat sebagai kapten tim pada kurun waktu 1999-2001. Tendangan keras nan akurat menjadi ciri khasnya. Bima menjelma sebagai pemain besar. Bahkan, ada celotehan ketika itu, jika Indonesia memiliki lima orang Bima Sakti, pasti sudah masuk Piala Dunia.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, perjalanan kariernya tak selalu mulus. Cerita sendu terjadi manakala Bima mendapat cedera parah pada 2002. Saat itu, ia berlaga di partai semifinal Piala Ho Chi Minh City di Vietnam ketika ditekel dengan brutal oleh pemain India Bai chung Bhutia. Bima didiagnosis patah tulang fibula dan engkel kaki kiri.
“Saya drop di situ. Prediksi dokter, berat buat saya untuk bisa main lagi karena engkel yang kena,” ucap Bima.
Namun, Bima menolak menyerah. Ia berkeyakinan tak ada penyakit yang tak bisa disembuhkan. Alhasil, delapan bulan menjalani terapi penyembuhan, pemain kelahiran Balikpapan 41 tahun silam ini, bisa kembali menjejakkan kaki di atas lapangan hijau.
ADVERTISEMENT
Bima memperkuat PSPS Pekanbaru pada awal 2003. Ia bermain sebanyak enam kali dengan hanya dua di antaranya sebagai pemain inti. Dari mulai bermain selama lima menit hingga setengah jam. Akan tetapi, perasaan trauma masih menjalar dalam pikirannya.
“Saya masih takut kalau terjadi benturan. Psikologis berpengaruh sekali waktu itu. Padahal, kaki saya sudah cukup kuat,” katanya.
Kondisi psikisnya baru benar-benar pulih menjelang akhir 2003. Tahun-tahun berikutnya, Bima terus berkiprah di kompetisi Indonesia hingga terakhir kali menjabat sebagai pemain merangkap asisten pelatih bagi Persiba Balikpapan.
Bek Kanan
Ya, Balikpapan selalu menjadi kota yang sangat spesial bagi Bima. Selain menjadi tempat kelahirannya, Balikpapan juga menjadi penanda perjalanan kariernya. Semua berawal dari lapangan yang berada tak jauh dari kediamannya semasa kecil. Bermain bola setiap pagi dan sore hari tanpa alas kaki bersama teman sebayanya.
ADVERTISEMENT
Dari lapangan itu pula--yang saat ini dinamai Lapangan Bima Sakti--ia terpilih mewakili sekolahnya, SMPN 5 Balikpapan, dalam turnamen sepak bola antar SMP pada 1989. Bima berposisi sebagai bek kanan. Akan tetapi, dengan posisi yang sebenarnya amat jauh dari gawang lawan itu, Bima justru tampil sebagai pencetak gol terbanyak dengan melesakkan 10 gol dari enam pertandingan. Karena itu, ia diganjar pemain terbaik turnamen.
Bakatnya mulai tercium. Meski sempat gagal masuk skuat Persiba junior, Bima terpilih masuk skuat PON Kalimantan Timur. Meski tak bermain, pengalaman itulah yang membawanya berada di Persisam U-15 pada dua tahun berselang. Mengikuti Piala Suratin U-15, impian Bima terwujud setelah terpilih masuk skuat timnas yang disiapkan menuju training camp di Italia--yang terkenal dengan nama Primavera--pada 1993.
ADVERTISEMENT
Sayang, dua tahun berjalan, proyek besar nan ambisius itu gagal. Indonesia tersingkir di semifinal SEA Games 1995. Medali emas yang dicita-citakan kandas begitu saja. Impian jutaan rakyat Indonesia pupus.
Namun, tak demikian dengan mimpi Bima. Mimpi mengulangi cerita manis di SEA Games 1991. Raihan medali emas di SEA Games 2017 mendatang, dipastikan bakal semakin mematri namanya sebagai legenda sepak bola Tanah Air. Wujudkan, Bima.