Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
ADVERTISEMENT

Liga Indonesia itu keras. Maksudnya, keras dalam arti harfiah. Banyak tekel melayang tak karuan di atas lapangan. Sesekali bogem mentah dan tendangan ala kung fu mewarnai 90 menit laga. Kejadian seperti itu terus-menerus berulang sampai pada akhirnya kekerasan seolah menjadi pemandangan lazim di sepak bola Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Ya, perilaku anarkis di atas lapangan hijau sayangnya tetap mencuat ke permukaan di Liga 1 dan 2. Sebanyak 24 keputusan telah dijatuhkan Komisi Disiplin Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) akibat perilaku minus antar sesama pemain atau pemain kepada wasit.
Jika menilik apa yang terjadi di Liga 1, kerasnya sepak bola Indonesia cukup terpampang nyata. Baru enam pekan kompetisi berjalan, ribuan pelanggaran telah terjadi hanya dari 54 pertandingan.
Rinciannya, 1.308 pelanggaran terjadi dengan 263 di antaranya berbuah kartu kuning dan 12 kartu merah. Jumlah kartu kuning yang telah dikeluarkan dari saku wasit itu bahkan jauh lebih banyak ketimbang jumlah gol yang tercipta: 122 gol.
Sasaran tembak kemudian diarahkan kepada PS TNI yang dinilai sebagai tim dengan gaya permainan keras menjurus kasar. Tudingan itu pertama kali mencuat setelah adanya keluhan dari Borneo FC pada 17 April silam. Ketika itu, tim asal Samarinda itu mem-posting gambar lewat akun Twitter-nya yang memperlihatkan dua pemainnya mengalami luka akibat permainan kasar PS TNI.
ADVERTISEMENT
Kejadian lebih brutal bahkan terekam saat Abduh Lestaluhu melancarkan bogem mentah kepada Thiago Furtuoso saat PS TNI bertemu Bhayangkara FC pada 29 April lalu. Abduh akhirnya dihukum larangan tampil lima laga dengan denda Rp 10 juta.
Belum selesai hukuman Abduh, tindakan mencederai sportivitas kini dilakukan oleh Manahati Lestusen. Sang pemain bertahan tertangkap kamera mencekik pemain PSM Marc Anthony Klok dalam laga yang berlangsung pada Senin (15/5/2017). Padahal, Manahati sudah mendapatkan peringatan keras dari Komdis PSSI karena menantang wasit memberikannya kartu saat melawan Bhayangkara FC.

Pelatih PS TNI Ivan Venkov Kolev pun ikut angkat bicara terkait tudingan yang dialamatkan kepada klub asuhannya. Ia mengaku masih mencari cara untuk mengatasi permainan menjurus kasar yang kerap diperlihatkan anak asuhnya.
ADVERTISEMENT
"Dalam sepakbola emosi memang tidak bisa kita hindari, tapi saya berharap para pemain bisa mengontrol emosi. Karena jika terus mengedepankan emosi akan berdampak buruk bagi pemain itu sendiri dan juga kepada tim," ujar Kolev seusai laga melawan PSM.
Namun, benarkah PS TNI menjadi tim paling brutal--setidaknya hingga pekan keenam?
Jika menilik dari beberapa kejadian, tampaknya tak salah menunjuk PS TNI sebagai tim dengan gaya permainan keras menjurus kasar. Akan tetapi, statistik berkata lain. Dari enam laga, tim berjuluk The Army “baru” melakukan 93 pelanggaran dengan 18 di antaranya berbuah kartu kuning dan dua kartu merah.
Penggawa PS TNI bahkan pernah bersih dari kartu ketika bermain imbang 1-1 dengan Persiba Balikpapan pada pekan ketiga. Namun, pada dua pertandingan terakhir melawan Barito Putera dan PSM Makassar, permainan keras mereka kambuh dengan mengoleksi masing-masing tujuh kartu kuning.
ADVERTISEMENT

Lantas, tim mana yang paling banyak mengoleksi kartu? Jawabannya adalah sang pemuncak klasemen sementara, PSM Makassar. Klub berjuluk “Juku Eja” bahkan sudah mendapatkan kartu merah pada laga perdana. Ketika itu, Ferdinand Sinaga memukul kepala pemain Persela Lamongan Ivan Carlos--yang juga membawanya dihukum empat laga oleh Komdis PSSI.
Dari enam pertandingan, PSM secara total telah melakukan 97 kali pelanggaran dengan 21 kartu kuning dan tiga kartu merah. Dan, jumlah kartu itu menjadi yang terbanyak didapat di antara 17 kontestan Liga 1 lainnya.
Sebuah pelanggaran tentu menjadi hal biasa dalam pertandingan. Begitu juga dengan kartu kuning dan kartu merah. Akan tetapi, sebagai penikmat sepak bola nasional, banyak pihak tentu berharap lebih banyak gol yang tercipta pada setiap pertandingan dibandingkan melihat pemain silih berganti bergelimpangan di atas lapangan hijau.
ADVERTISEMENT
Setuju?