Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mendidik Jiwa Sosial Santri : Peran Guru di Pesantren
27 April 2025 16:42 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Haikal Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendidikan di pesantren memiliki karakteristik khas yang membedakannya dari institusi pendidikan lainnya. Di tempat ini, guru bukan hanya sekadar pengajar mata pelajaran, melainkan juga sosok pembimbing ruhani dan pembentuk karakter. Peran guru dalam membangun kesadaran sosial peserta didik sangatlah vital, terutama karena pendidikan di pesantren tidak hanya bertujuan mencetak manusia yang cerdas, tetapi juga berakhlak mulia dan peduli terhadap sesama.

Guru sebagai Murobbi: Menanamkan Nilai-nilai Akhlak dan Sosial
ADVERTISEMENT
Konsep murobbi dalam tradisi pesantren mengandung makna yang luas. Guru tidak hanya mengajar (mu’allim), tetapi juga mendidik akhlak, membentuk adab, dan membimbing spiritualitas santri. Dalam interaksi sehari-hari, guru menjadi teladan dalam bersikap sopan, bersabar, serta menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi. Melalui pembiasaan dan keteladanan inilah nilai-nilai sosial ditanamkan secara alami.
Contohnya, ketika seorang guru menegur santri yang bertengkar, ia tidak hanya menyelesaikan masalahnya, tapi juga menjelaskan nilai ukhuwah, pentingnya menghormati sesama, dan dampak negatif dari permusuhan dalam kehidupan sosial. Nilai-nilai ini kemudian dihayati santri sebagai bagian dari akhlak Islami.
Membangun Jiwa Sosial Melalui Kegiatan Harian Pesantren
Pesantren membentuk jiwa sosial santri melalui berbagai aktivitas keseharian. Gotong royong dalam membersihkan lingkungan, berbagi makanan di kamar, serta saling membantu dalam belajar adalah pengalaman nyata yang memperkuat rasa empati dan tanggung jawab sosial. Guru berperan aktif dalam mengawasi dan membina proses ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kegiatan seperti bakti sosial, pengajian umum, dan kerja bakti masyarakat yang sering diadakan pesantren menjadi wadah nyata penguatan karakter sosial. Guru memfasilitasi dan mengarahkan kegiatan ini agar nilai-nilainya benar-benar tertanam.
Pengajaran yang Menyentuh Aspek Sosial dan Kemanusiaan
Guru di pesantren sering mengaitkan pembelajaran dengan kondisi sosial di masyarakat. Misalnya, ketika membahas ayat Al-Qur’an tentang zakat dan sedekah, guru mengajak santri untuk memahami kondisi fakir miskin di sekitar mereka dan mendorong aksi nyata seperti menyumbangkan sebagian uang jajan atau ikut serta dalam kegiatan sosial.
Dengan pendekatan ini, ilmu yang diajarkan tidak berhenti pada aspek kognitif, melainkan menyentuh dimensi afektif dan psikomotorik, yang menjadikan santri pribadi yang peka terhadap realitas sosial.
ADVERTISEMENT
Keteladanan Guru sebagai Cermin Karakter Sosial Santri
Dalam pesantren, guru adalah figur sentral yang diamati selama 24 jam. Santri melihat bagaimana guru menyapa orang lain, bersikap terhadap tamu, menyelesaikan konflik, dan menjalankan ibadah. Semua itu membentuk kesan mendalam dan secara tidak langsung mendidik karakter santri.
Keteladanan inilah yang kemudian melahirkan kesadaran sosial. Santri belajar bagaimana bersikap sopan di ruang publik, menghormati orang tua, membantu sesama, dan menjaga nama baik komunitasnya. Guru menjadi cermin bagi kehidupan sosial yang seimbang antara ilmu, iman, dan akhlak.
Kesimpulan
Peran guru di lingkungan pesantren tidak bisa diremehkan. Mereka adalah pengajar sekaligus pendidik yang mengemban amanah besar: membentuk santri yang cerdas secara intelektual, matang secara emosional, dan peduli secara sosial. Melalui pendekatan keteladanan, pembiasaan, dan pengajaran yang integratif, guru di pesantren menjadi kunci utama dalam membangun kesadaran sosial yang kuat pada diri peserta didik.
ADVERTISEMENT