Semarang Tergenang : Rekam Jejak Banjir di Kota Semarang Sejak Kolonial Belanda

Aditya Ikyan Haikal
Mahasiswa jurusan sejarah di Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
5 Januari 2023 15:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aditya Ikyan Haikal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Banjir area kota lama (Ilustrasi). Dok: Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Banjir area kota lama (Ilustrasi). Dok: Pribadi.
ADVERTISEMENT
Semarang, ibu kota Jawa Tengah yang nasibnya serupa dengan ibu kota negara yakni Jakarta. Seperti biasa, menjelang pergantian tahun hampir seluruh wilayah di Indonesia akan menghadapi curah hujan yang tinggi. Tingginya curah hujan ini tentu saja menimbulkan resiko bencana yang sebenarnya dapat diprediksi, yakni banjir.
ADVERTISEMENT
Banjir yang banyak terjadi di beberapa kota-kota Indonesia pada umumnya merupakan percampuran dari beberapa penyebab, seperti kondisi alam yang memang mendorong terjadinya bencana, ulah manusia yang tak memiliki tanggungjawab terhadap lingkungannya, serta memang kondisi geografis dari suatu wilayah yang menyebabkan terjadinya bencana yang susah untuk diredakan meski telah mengupayakan berbagai cara.
Pada kasus Semarang, sebelum kita menghakimi bahwa kota yang mendapat julukan sebagai kota atlas ini bersahabat dengan banjir kita perlu menelaah terlebih dahulu, sebenarnya apasih yang menyebabkan Semarang menjadi kawasan yang sering banjir? Apakah memang cuaca yang menjadi penyebab banjir? Lantas jika benar cuaca, seharusnya pemerintah sudah siap kan untuk mengatasinya? Toh sejak dulu kawasan ini memang bersahabat dengan banjir? Terutama kawasan Semarang Utara yang memang terdampak parah dari adanya musibah ini.
ADVERTISEMENT

Karakteristik kota

Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut, kita perlu untuk memahami terlebih dahulu bagaimana karakteristik Kota Semarang. Semarang, merupakan wilayah yang terdiri atas pantai, dataran rendah dan perbukitan. Dimana daerah pantai berada pada kawasan di bagian utara yang berbatasan dengan Laut Jawa, daerah dataran rendah yang berada di kawasan bagian tengah, sementara perbukitan berada di kawasan bagian selatan dengan kemiringan antara 15-40% dan beberapa kawasan memiliki kemiringan diatas 40%.

Penyebab serta perhatian terhadap banjir

Berdasarkan dari data yang dirilis oleh Bappeda, hal ini justru salah satunya menjadi penyebab terjadinya banjir di kawasan ini. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan sistem hidrologi Kota Semarang dimana kawasan ini berada di kaki bukit Gunung Ungaran dengan mengalir beberapa sungai besar seperti Sungai Kreo, Sungai Besole, Sungai Garang, dan berbagai sungai lain. Sehingga kawasan semarang yang menjadi daerah hilir menjadi daerah limpasan debit air dari sungai yang melintas dan tak jarang banjir terjadi ketika musim penghujan tiba. Fakta ini diperparah dengan adanya kondisi kontur wilayah daerah Semarang yang terdiri dari bukit-bukit sehingga dengan adanya perbedaan ketinggian yang curam dapat menyebabkan curah hujan pada daerah hulu akan dengan cepat mengalir ke kawasan hilir.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya penjelasan diatas, tentu saja kita jadi tahu salah satu faktor lain yang menjadi penyebab kenapa Semarang menjadi akrab dengan banjir selain disebabkan oleh cuaca dan pembangunan yang semakin merajalela tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Bahkan banjir di Semarang pun sampai mendapat atensi dari musisi kawakan dan populer pada masanya, yakni Waldjinah.
Waljinah, Penyanyi. Dok: Pribadi.
Beliau menyelipkan satu lirik yang membeberkan realita dari kota ini dalam lagunya “Jangkrik Genggong”, disebutkannya “Semarang kaline banjir” dalam penggalan lirik lagu tersebut. Hal ini yang kemudian menjadi menarik, sejak kapan memang kawasan Semarang lekat dengan banjir? Apa benar jika Semarang sudah bersahabat dengan banjir sejak dulu masa kolonial sampai dibuatkan kanal untuk mengatasi banjir? Yuk, simak penjelasan berikut…
ADVERTISEMENT

Semarang dibawah pengaruh kolonial

Semarang, sejak dahulu telah menjadi kawasan yang ramai. Hiruk pikuk perdagangan telah terjadi di kawasan ini ketika Semarang dan sebagian besar Jawa berada di bawah kekuasaan Mataram. Disana kemudian dibangun pelabuhan yang kemudian menarik perhatian khalayak untuk singgah dan memperjualbelikan komoditasnya di kawasan ini. Hingga kemudian kepemimpinan beralih ke masa islam pun kawasan ini tetap menjadi kawasan yang ramai.
Ramainya kawasan Semarang kemudian membuat pemerintahan Kolonial Hindia Belanda tertarik untuk mendiami kawasan ini, dengan melihat potensi dari Semarang yang berada di tengah-tengah dari Mataram dan tak jauh untuk ke timur ataupun barat. Dengan kedatangan pemerintah Hindia Belanda ke Semarang tentunya menjadi angin segar bagi kawasan ini, sebab selain akan menjalankan pemerintahan yang lebih tertata juga kedatangan mereka ditengarai dapat menanggulangi berbagai bencana yang selama ini masih belum dapat diatasi oleh para pribumi daerah.
ADVERTISEMENT
Namun apa daya, kedatangan mereka pun tak dapat membantu seratus persen mengatasi banjir di Semarang. Berdasarkan catatan sejarah, pada Pemerintahan Hindia Belanda pun ketika menduduki kawasan Semarang juga merasakan banjir. Hal ini yang kemudian mendasari upaya pembangunan skala besar untuk mengatasi banjir tersebut, yakni dengan membuat dua kanal besar pada sisi barat dan timur Kota Semarang.
Kala itu, pemerintah mengupayakan pembangunan West dan Oost Bandjirkanaal melalui kerja wajib yang dikenal dengan sebutan heren diensten. Tapi perlu diketahui, pembangunan Banjirkanal Barat dan Bannjirkanal Timur tidak dibangun secara bebarengan, melainkan bergiliran.
Banjirkanal Barat kala itu dibangun pada tahun 1850 dengan tujuan untuk mengatasi banjir yang terjadi di kawasan Semarang Utara, sebab kawasan Semarang Utara merupakan kawasan sentral yang menjadi pusat kegiatyan perdagangan dengan menggunakan Pelabuhan Semarang.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Banjirkanal Timur dibangun pada akhir abad ke-19 tepatnya tahun 1896 dan benar-benar rampung pada tahun 1903 dengan tujuan yang sama tentunya, untuk menghindarkan banjir yang terjadi di kawasan Semarang Timur dan Pelabuhan. Ya, nampaknya satu saja tak cukup untuk mengatasi banjir yang terjadi. Dan kembali lagi, area pelabuhan menjadi titik fokus pemerintah kala itu mengatasi banjir yang terjadi. Namun perlu dipahami juga bahwa tujuan awal pemerintah membangun kedua tempat tersebut adalah untuk mengalirkan air dari kawasan bagian atas Kota Semarang yang berada di kaki bukit Ungaran menuju ke laut.
Pembangunan skala besar telah dilakukan, namun kerap kali banjir kembali terjadi. Banyak faktor yang mendalangi, mulai dari urbanisasi besar-besaran yang menyebabkan meluasnya kawasan pemukiman di area Semarang yang tidak dibarengi dengan pembangunan drainase yang mumpuni, penebangan hutan guna perluasan lahan yang menyebabkan perubahan pola aliran air dan menyebabkan erosi, serta rob yang disebabkan oleh permukaan tanah yang lebih rendah daripada permukaan air laut serta dibarengi dengan bertambah tingginya permukaan air laut.
ADVERTISEMENT

Pekerjaan rumah pemerintah

Hal-hal yang terjadi di masa lalu tersebut ternyata berulang dan kembali terjadi di masa sekarang. Penanganan banjir yang kurang baik ternyata masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah sekarang. Sebab memang disaat pembangunan yang terus dikebut, hal tersebut akan beresiko terhadap lingkungan yang akan kalang kabut dan tak dapat menjalankan peranannya secara maksimal.
Peristiwa banjir di awal tahun baru ini misalnya, selain menyalahkan cuaca yang memang tak bersahabat juga tentunya antisipasi terhadap hal ini dapat dikatakan cukup buruk. Sebab melihat banjir di kawasan Genuk serta di kawasan Semarang Utara lainnya terutama area pelabuhan, tentunya sangat mengganggu aktivitas masyarakat sekitar serta mengganggu pergerakan roda ekonomi yang terjadi. Terlebih kita ketahui bahwa jalanan tersebut merupakan jalanan sentral yang menghubungkan kawasan pantura Demak-Semarang, dimana setiap harinya ribuan orang datang ke Semarang untuk melakukan aktifitas pribadinya masing-masing, namun akibat banjir yang tak segera berkesudahan kegiatan tersebut tak dapat dijalankan. Alhasil kegiatan lain seperti kegiatan di Pelabuhan Tanjung Mas yang menjadi pusat dari perdagangan di kawasan Semarang menjadi tersendat dan cukup memakan waktu lama untuk normal kembali.
ADVERTISEMENT