Konten dari Pengguna

Tan Malaka: Kaitannya dengan Komunisme di Semarang

Aditya Ikyan Haikal
Mahasiswa jurusan sejarah di Universitas Negeri Semarang
7 April 2022 12:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aditya Ikyan Haikal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tan Malaka. Dok: Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Tan Malaka. Dok: Pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika kita membicarakan mengenai Semarang di masa kini, hal yang terlintas di benak kita adalah keindahan destinasi wisata yang dulunya merupakan bekas bangunan milik pemerintahan kolonial, seperti Lawang Sewu dan Kota Lama. Lebih jauh daripada itu, Semarang yang terkenal akan kisah di masa lalunya itu ternyata memiliki salah satu cerita yang terkenal dari salah satu tokoh golongan kiri yang cukup populer di golongan mahasiswa, yakni Tan Malaka.
ADVERTISEMENT

Perjalanan Awal Tan Malaka

Siapa yang tidak mengenal Tan Malaka? Pria Minangkabau dengan nama kelahiran Ibrahim yang memiliki gelar Datuk Tan Malaka dan karena itu beliau akrab dipanggil Tan Malaka. Tan Malaka kecil merupakan seorang siswa yang pandai, bahkan dengan kepandaiannya itu ia dapat menarik perhatian guru dari Belanda di sekolahnya yang kemudian guru tersebut memberikannya bantuan untuk menempuh pendidikan di Belanda.
Berangkat di tahun 1913, akhirnya Tan Malaka hidup di negeri kincir angin dengan segudang obsesinya terhadap pendidikan. Ia baru bisa kembali di Indonesia setelah enam tahun lamanya akibat menunggu PD 1 usai. Sekembalinya di Indonesia, ia memulai pekerjaannya sebagai guru di Medan, Sumatra Timur. Kala itu ia bekerja di perusahaan perkebunan tembakau dan bertugas untuk merancang kurikulum pendidikan bagi para anak-anak kuli yang dikontrak untuk bekerja di perkebunan.
ADVERTISEMENT

Kepindahan ke Jawa

Dua tahun setelah itu, Tan Malaka mengundurkan diri dari pekerjaannya. Imperialisme dan Rasisme lah yang menjadi penyebab utama kemundurannya. Selepas itu ia langsung pindah ke Jawa, lebih tepatnya Semarang untuk bekerja sebagai pengajar di salah satu sekolah komunis di Semarang. Semarang yang kala itu terkenal sebagai pusat aktivitas PKI, membuat Tan Malaka menjadi seorang yang lebih berpikiran kearah komunis. Hal ini terlihat dari pamflet yang ia tulis dengan judul S.I. Semarang dan Ondenwijs. Buah dari keberhasilan itu, membuat namanya menjadi melambung di sekelompok kecil pemimpin komunis. Setelah adanya kepergian dari pemimpin PKI kala itu yakni Semaoen, Tan Malaka lah yang menggantikan tampuk kepemimpinan kala itu.
ADVERTISEMENT
Hal yang menonjol dari kepemimpinan Tan Malaka dan berpengaruh pada gerakan radikalisasi di Semarang adalah konsentrasinya dalam melakukan konsolidasi ideologi setelah muncul demarkasi politik pergerakan rakyat. Kerja politik Tan Malaka lebih terfokus pada pendidikan politik rakyat. Hal ini dibuktikan Tan Malaka dengan mendirikan Sekolah SI Semarang pada bulan Juni 1921. Baginya, sistem pendidikan selain memberikan pengetahuan akademis, harus pula menerangkan hubungan-hubungan dan keadaan-keadaan sosial di Hindia Belanda. Pendidikan tidak cukup diberikan dengan kata-kata dan buku-buku, tetapi juga diperkenalkan cara-cara berorganisasi.
Kepemimpinan dari Tan Malaka sendiri juga berpengaruh terhadap jumlah simpatisan PKI yang makin hari makin tinggi. Dalam setiap rapat-rapat PKI dan SI di mana Tan Malaka berpidato selalu dibanjiri oleh massa proletar yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT

Akhir Kisah PKI dan Tan Malaka di Semarang

Sayang sekali pengaruh dari Tan Malaka di Hindia Belanda khususnya Semarang harus mulai redup di tahun 1922. Kala itu ia yang akan memimpin aksi pemogokan buruh pegadaian mengalami kegagalan. Sebagai bentuk tindakan dari aksi tersebut, tokoh-tokoh pergerakan kala itu seperti Tan Malaka dan P. Bergsma diasingkan di Belanda. Setelah itu, pergerakan dari buruh mulai menurun sedikit demi sedikit hingga sekembalinya lagi Semaoen ke Indonesia.