Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Dilema Identitas: Rafflesia yang Unik atau Merah Putih yang Nasionalis?
9 April 2025 12:29 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Haili Sentari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bengkulu adalah daerah yang menyimpan banyak kisah, mulai dari jejak sejarah masa penjajahan hingga kekayaan alam yang tak ternilai. Namun, di tengah geliat pembangunan dan arus modernisasi, muncul satu pertanyaan yang menggugah: haruskah Bengkulu mempertegas identitasnya sebagai “Bumi Rafflesia” yang unik, atau meneguhkan diri sebagai “Bumi Merah Putih” yang sarat nilai nasionalisme?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan ini bukan sekadar soal branding atau label semata. Lebih dari itu, ini menyangkut arah kebudayaan, identitas, dan cara daerah ini ingin dikenali di mata bangsa—dan bahkan dunia.
Rafflesia: Simbol Keunikan dan Kearifan Lokal
Rafflesia arnoldii adalah bunga terbesar di dunia dan menjadi ikon khas Bengkulu. Sebagai tumbuhan langka yang hanya tumbuh di hutan tropis Sumatra, keberadaan Rafflesia tidak hanya menjadi kebanggaan lokal, melainkan juga kekayaan ekologis nasional.
Menyebut Bengkulu sebagai “Bumi Rafflesia” menekankan pada keunikan dan kekayaan hayati yang tak dimiliki daerah lain. Ini bukan hanya soal bunga, tetapi juga narasi lokal yang membanggakan, sekaligus promosi wisata alam yang berkelanjutan.
Namun, di sisi lain, penggunaan “Rafflesia” juga dapat dinilai memiliki keterbatasan dari segi pemaknaan. Tidak semua masyarakat terutama generasi muda memahami kedalaman nilai ekologis dan kultural bunga ini. Dalam narasi nasional yang kerap terpusat pada simbol-simbol umum, Rafflesia bisa saja hanya dipandang sebagai ikon eksotis tanpa makna yang relevan.
ADVERTISEMENT
Merah Putih: Simbol Nasionalisme dan Keterikatan pada Negara
Sementara itu, istilah “Bumi Merah Putih” mengandung makna kebangsaan yang dalam. Ia merujuk langsung pada bendera Indonesia, pada semangat kemerdekaan, persatuan, dan perjuangan. Jika Bengkulu mengangkat nama ini, maka secara tidak langsung daerah ini menempatkan dirinya sebagai garda depan dalam memperkuat nasionalisme di tingkat daerah.
Hal ini bukan tanpa alasan. Bengkulu menyimpan sejarah penting: Bung Karno pernah diasingkan di sini, dan dari tanah inilah beliau menggali semangat perjuangan serta merajut pemikiran kebangsaan. Oleh sebab itu, menyebut Bengkulu sebagai “Bumi Merah Putih” bukanlah sekadar klaim, tetapi penegasan atas kontribusi daerah terhadap Indonesia.
Namun demikian, persoalan muncul ketika simbol nasional ini terlalu umum. Hampir semua daerah bisa menyebut dirinya bagian dari “Bumi Merah Putih”. Lantas, di manakah letak keunikan Bengkulu jika kita justru meleburkan diri dalam identitas nasional yang luas?
ADVERTISEMENT
Di Antara Dua Kutub: Lokalitas dan Nasionalisme
Dilema antara Rafflesia dan Merah Putih sejatinya mencerminkan perdebatan klasik antara identitas lokal dan nasional. Di satu sisi, daerah ingin menonjolkan ciri khas yang membedakannya dari daerah lain. Di sisi lain, semangat kebangsaan mendorong agar semua entitas daerah menyatu dalam narasi besar Indonesia.
Keduanya penting. Namun, pertanyaannya: apakah harus memilih salah satu dan meninggalkan yang lain? Ataukah justru kita bisa menyatukan keduanya dalam satu narasi identitas yang lebih kaya?
Bayangkan jika Bengkulu mengusung identitas “Bumi Rafflesia Merah Putih”. Sebuah sintesis antara kearifan lokal dan semangat nasional. Bunga langka sebagai simbol keunikan, merah putih sebagai lambang kesatuan. Identitas seperti ini bukan hanya inklusif, tapi juga representatif terhadap sejarah dan masa depan Bengkulu.
ADVERTISEMENT
Menggali Identitas Lewat Aksi Nyata
Lebih dari sekadar slogan, identitas daerah harus dijabarkan dalam kebijakan, pendidikan, dan kehidupan masyarakat. Jika Bengkulu ingin dikenang sebagai “Bumi Rafflesia”, maka pelestarian lingkungan, edukasi flora endemik, dan wisata berbasis konservasi harus diperkuat.
Sebaliknya, jika ingin dikenal sebagai “Bumi Merah Putih”, maka nilai-nilai nasionalisme harus ditanamkan sejak dini—melalui pendidikan sejarah lokal, pelestarian cagar budaya, dan pembinaan karakter warga yang berintegritas dan cinta tanah air.
Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan generasi muda memiliki peran besar dalam membentuk arah identitas ini. Sebab, pada akhirnya, identitas bukanlah label di spanduk atau baliho, melainkan cerminan dari tindakan kolektif masyarakatnya.
Identitas yang Hidup dan Bermakna
Bengkulu tidak harus terjebak dalam dikotomi. Ia bisa menjadi Rafflesia yang harum sekaligus Merah Putih yang berkibar. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghidupkan makna itu dalam keseharian: dalam cara kita menjaga alam, menghormati sejarah, mencintai budaya, dan membangun masa depan.
ADVERTISEMENT
Karena pada akhirnya, identitas sejati tidak hanya tentang nama yang kita pilih, tapi tentang makna yang kita hidupi.