Dr. Oman Fathurohman: Muhammadiyah Mengubah Bukan Mengundurkan Waktu Subuh

Haiyudi
Dosen Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung
Konten dari Pengguna
30 Agustus 2021 10:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haiyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Doc. PCIM Thailand: Kajian Keilmuan (Minggu, 29/08/2021)
zoom-in-whitePerbesar
Doc. PCIM Thailand: Kajian Keilmuan (Minggu, 29/08/2021)
ADVERTISEMENT
Minggu (29/08/2021) Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Thailand mengadakan kajian keilmuan yang melingkupi hal-hal yang menjadi putusan tarjih Muhammadiyah. Topik yang diangkat dalam kajian kali ini adalah kriteria awal subuh yang sempat menjadi pertanyaan banyak pihak. Hal itu tentunya terkait Keputusan MUNAS XXXI Tarjih Muhammadiyah tentang kriteria awal subuh. Kajian keilmuan ini diisi langsung oleh Dr. Oman Fathurohman SW., M.Ag, yang merupakan wakil ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Selama berlangsung, kajian dimoderatori oleh Ridhwan Fauzi, SKM., M.PH, yang merupakan ketua Majelis Tabligh dan Publikasi PCIM Thailand.
ADVERTISEMENT
Sebelum pemaparan disampaikan, Ketua PCIM Thailand, Chandra Kurnia Setiawan, S.P., M.Sc menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr. Oman, tentunya juga kepada semua peserta pengajian yang dihadiri oleh banyak pihak. Ia juga sedikit memperkenalkan keberadaan PCIM Thailand yang masih sangat baru ini kepada para peserta kajian. Selain itu, ia menyampaikan juga bahwa kajian keilmuan ini akan rutin diadakan sebagai sarana meng-upgrade keilmuan diri dari putusan-putusan Tarjih PP Muhammadiyah.
Dalam penyampaian kajiannya, Dr. Oman Fathurohman terlebih dahulu mengutarakan kriteria waktu sholat secara umum yang diturunkan dari Hadist Riwayat (HR) Muslim mengenai waktu detail sholat lima waktu serta beberapa dalil lainnya. Setelahnya, beliau membagi fenomena alam ke dalam dua macam. Yang mana itu membedakan tata cara penentuan waktu ibadah. “Ibadah harian seperti sholat ditentukan melalui fenomena matahari. Misalnya terbit dan tenggelam. Sementara untuk ibadah bulanan seperti puasa ditentukan melalui fenomena bulan. Hal ini sangat rasional sekali jika dikaji dengan ilmu astronomi. Kita dapat mengetahui bahwa ini adalah akhir bulan, jika bulan sudah tampak mengecil. Kita mengetahui saat ini adlah pertengahan bulan jika bulan tampak besar dan purnama” ungkapnya (Sabtu, 29/08/2021) melalui pegajian virtual tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Dr. Oman menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak memundurkan waktu sholat seperti yang marak dipahami oleh masyarakat. Muhammadiyah hanya mengubah waktu awal subuh berdasarkan kajian dan observasi fenomena alam. “Redaksi publik yang mengatakan bahwa Muhammadiyah mengundurkan waktu awal subuh sangat tidak dibenarkan. Muhammadiyah hanya merubah awal subuh berdasarkan kriteria yang disandarkan dari kajian yang dilakukan” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, beliau juga menjelaskan dengan sangat detail dimulai dari ketetapan sebelumnya bahwa Muhammadiyah juga berpedoman pada ketinggian matahari untuk subuh sebesar -20° (minus 20 derajat) sebagaimana pedoman dari MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Namun demikian, kajian pustaka terkait angka dalam keriteria awal subuh ini terus dilakukan. “Kajian pustaka terkait angka ketinggian matahari saat terbit fajar ini terus dilakukan dengan menggali informasi mulai dari kajian Astronom ternama Jabir Al-Battani (929) hingga Jubair Umar al-Jailani (1990). Semua hasil menunjukkan sama bahwa ketinggian matahari saat terbit fajar merupakan -18°.
ADVERTISEMENT
Dengan kajian pustaka tersebut, Dr. Oman juga menyampaikan bahwa kriteria awal subuh ini sebetulnya sudah pernah dibahas dalam MUNAS Tarjih Muhammadiyah pada tahun 2010 silam. Adapun selanjutnya, Muhammadiyah memandatkan tiga lembaga observasi untuk mengobservasi ketiggian matahari saat terbit fajar. “Sejak MUNAS 2010 silam, Muhammadiyah sudah mengamanatkan tiga lembaga observasi untuk melakukan kajian dan observasi terkait fajar yang menentukan awal sholat subuh. Tiga lembaga tersebut yakni Observatorium Ilmu Falak (OIF) yang berada di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan, Pusat Studi Astronomi (Pastron) yang berada di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta, dan Islamic Science Research Network (ISRN) yang berada di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Jakarta. Dari observasi yang dilakukan ketiga lembaga tersebut didapatkan angka ketinggian matahari saat terbit fajar merupakan -18° untuk awal subuh.”
ADVERTISEMENT
Hasil kajian tersebut tentu memakan waktu yang tidak sebentar. Muhammadiyah membawa hasil observasi tersebut ke dalam MUNAS Tarjih Muhammdiyah pada tahun 2020. Artinya hasil observasi selama 10 tahun menjadi alasan kuat untuk mengubah waktu sholat subuh. Selanjutnya, dalam penjelasannya, ia juga menyampaikan bahwa 1° pergerakan matahari memakan waktu 4 menit. Sehinga berkurangnya 2° tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu sholat subuh diubah dari pedoman sebelumnya sebanyak 8 menit. Dengan kata lain Muhammadiyah mengubah waktu dimulainya sholat subuh sebanyak 8 menit lebih lama dari pedoman sebelumnya berdasarkan kajian dan observasi fenomena alam.
Selama kajian berjalan, terlihat semua peserta sangat serius mencermati setiap kata yang disampaikan oleh Dr. Oman. Hal ini menunjukkan antusiasme dan keingintahuan yang tinggi dari peserta pengajian.
ADVERTISEMENT
Dalam penutupannya, Dr. Oman menyampaikan awal sholat subuh berdasarkan terbit fajar merupakan keputusan mutlak atau Ta’abbudi. Sementara putusan dalam menentukan waktu terbit fajar sering kali menimbulkan perbedaan. Dengan kata lain ada cara yang dipakai untuk mengetahui hukum dari dalil-dalil agama disebut Ijtihadiyah, sehingga jika terjadi perbedaan itu sangat mungkin sekali. Bisa jadi karena perbedaan tempat dan lain hal (*hyd)
--------------------------
*Haiyudi, S.Pd., M.Ed. (Ketua Majelis Hubungan Luar Negeri PCIM Thailand)