Konten dari Pengguna

Banyak Jajan, Banyak Merusak Bumi

Hakim Muttaqie Azka
Researcher Kamufisa Green Initiative
14 Mei 2025 11:36 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari Hakim Muttaqie Azka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Artikel ini membahas kebiasaan sehari-hari yang tampak sepele namun secara perlahan merusak lingkungan. Penulis mengajak pembaca untuk melihat bagaimana aktivitas jual beli, terutama konsumsi produk dengan kemasan sekali pakai, membentuk siklus negatif yang berdampak luas terhadap lingkungan. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya terbatas pada polusi udara semata, namun juga turut berkontribusi terhadap penurunan mutu secara keseluruhan atmosfer serta memberikan efek negatif terhadap kesuburan tanah dalam kurun waktu yang panjang
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekedar menggambarkan masalah, artikel ini juga menawarkan sudut pandang solutif. Penulis memberikan pemahaman tentang langkah-langkah sederhana namun berdampak besar dalam menghadapi krisis lingkungan, yang akan diulas lebih lanjut dalam bagian selanjutnya. Harapannya, kesadaran kolektif dapat menumbuhkan dan mendorong perubahan nyata dalam kebiasaan konsumsi sehari-hari.
Ancaman Plastik dari Warung yang Diremehkan
Gambar 1. Foto Jajanan Warung (Foto : Dokumentasi Pribadi Penulis)
Budaya jajan di warung atau toko kelontong sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Dari anak-anak hingga orang dewasa, aktivitas membeli camilan seperti ciki, minuman dalam kemasan sachet, hingga gorengan, seolah menjadi kebiasaan harian yang lumrah dilakukan. Namun, di balik kebiasaan yang tampak sederhana ini, tersembunyi ancaman besar bagi lingkungan. Hampir seluruh produk yang dijual di warung tersebut dibungkus dengan plastik sekali pakai. Meski ukuran bungkusnya kecil dan sering kali dianggap tidak berbahaya, akumulasi sampah dari aktivitas konsumsi harian ini menciptakan timbunan limbah plastik yang luar biasa besar. Dalam skala nasional, jumlahnya bisa mencapai puluhan ribu ton setiap harinya, dan sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir atau bahkan mencemari lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, jumlah sampah mencapai lebih dari 25.000 ton per hari. Sekitar 17 persen merupakan plastik, dan sebagian besar berasal dari rumah tangga dan warung. Ironisnya, menurut data KLHK, hanya 9 persen sampah plastik yang berhasil didaur ulang. Sisanya terbuang dan mencemari lingkungan.
Bahaya Tak Kasat Mata Dari Plastik ke Mikroplastik
Plastik merupakan salah satu jenis limbah yang sangat sulit diuraikan oleh proses alami. Proses degradasinya memerlukan waktu yang sangat panjang, bisa mencapai ratusan tahun sebelum benar-benar terurai sempurna di lingkungan. Misalnya, kantong plastik biasa yang digunakan sehari-hari bisa membutuhkan waktu hingga 500 tahun untuk terurai di tanah. Begitu pula dengan botol plastik berbahan PET (polyethylene terephthalate), yang umum digunakan untuk kemasan air minum, memerlukan waktu sekitar 450 tahun untuk hancur secara alami.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan United Nations Environment Programme (UNEP) menunjukkan bahwa sekitar 8 juta ton sampah plastik masuk ke lautan setiap tahun, dan sebagian besar di antaranya tidak akan terurai selama ratusan tahun. Selain itu, penelitian dari University of Plymouth di Inggris menemukan bahwa mikroplastik yang dihasilkan dari degradasi plastik bahkan dapat mengendap di tanah dan mencemari rantai makanan, karena partikel kecil tersebut diserap oleh tanaman dan termakan oleh hewan ternak.
Ketika plastik mulai terfragmentasi menjadi ukuran yang lebih kecil, ancamannya justru meningkat. Potongan plastik tersebut berubah menjadi mikroplastik, partikel-partikel kecil yang nyaris tak kasat mata namun berbahaya. Mikroplastik kini telah ditemukan di berbagai elemen kehidupan manusia. Tak hanya mencemari perairan dan laut, mikroplastik bahkan telah terdeteksi dalam kemasan air minum, hasil tangkapan laut seperti ikan dan kerang, garam dapur yang dikonsumsi sehari-hari, bahkan di dalam tubuh manusia itu sendiri. Sebuah laporan dari World Wide Fund for Nature (WWF) mengungkapkan temuan yang mengejutkan, yaitu rata-rata setiap individu berpotensi mengonsumsi hingga 5 gram mikroplastik setiap minggunya, jumlah yang setara dengan satu keping kartu ATM. Fakta ini menandakan bahwa bahaya plastik tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan, tetapi juga menimbulkan dampak serius bagi kesehatan manusia, khususnya sistem pencernaan dan keseimbangan hormon tubuh.
ADVERTISEMENT
Butuh Aksi Nyata, Bukan Sekadar Wacana
Siti Umi Hanik, salah satu pendiri komunitas Nol Sampah, menyampaikan bahwa permasalahan sampah plastik tidak hanya terjadi di kota-kota besar. Ia menilai, kawasan pedesaan pun kini mulai dipenuhi oleh limbah plastik berukuran kecil yang sulit dikelola dan tidak memiliki nilai guna.
Komunitas Nol Sampah adalah sebuah organisasi independen yang berlokasi di Surabaya dan merupakan bagian dari Aliansi Zero Waste Indonesia. Mereka fokus pada pengurangan, penggunaan ulang, pengelolaan, dan mitigasi dampak sampah, dengan keyakinan bahwa partisipasi masyarakat adalah kunci utama dalam mencapai pengurangan sampah yang berkelanjutan. Salah satu strategi kampanye yang mereka terapkan adalah mengganti peralatan makan sekali pakai dengan alat makan yang dapat didaur ulang. Melalui pendekatan komunikasi dua arah yang simetris, mereka menyampaikan informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk menghentikan penggunaan plastik sekali pakai pada alat makan.
ADVERTISEMENT
Zero Waste Indonesia juga aktif dalam mengkampanyekan gaya hidup minimal sampah melalui media sosial seperti Instagram. Mereka mengadakan program seperti 30 Days Zero Waste Challenge, yang mengajak pengikutnya untuk menampilkan gaya hidup minimal sampah yang telah mereka jalani. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat memulai gaya hidup yang lebih sadar lingkungan, sehat, hemat, dan sederhana. Antusiasme masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya menjaga lingkungan menjadi faktor pendukung utama dalam keberhasilan kampanye ini.
Meski kesadaran individu menjadi langkah awal yang penting, solusi untuk permasalahan sampah plastik tidak bisa hanya dibebankan pada masyarakat semata. Diperlukan peran aktif dari pemerintah melalui kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan. Langkah-langkah seperti mengubah penggunaan plastik sekali pakai, edukasi lingkungan sejak usia dini, serta memberikan insentif atau dukungan kepada pelaku usaha kecil seperti warung dan toko kelontong yang mulai menerapkan sistem penjualan tanpa kemasan, menjadi bagian penting dari solusi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Kepedulian terhadap lingkungan tak harus dimulai dari aksi besar. Perubahan bisa berawal dari langkah-langkah kecil yang dilakukan setiap hari. Membawa wadah makan sendiri saat membeli makanan, menggunakan tumbler untuk mengurangi botol plastik sekali pakai, atau membawa tas belanja kain agar tak menambah tumpukan kantong plastik, semua itu bisa jadi kontribusi nyata. Meski terlihat sederhana, kebiasaan ini jika dilakukan banyak orang secara konsisten, bisa menciptakan dampak besar bagi lingkungan. Bayangkan jika jutaan orang menolak satu plastik saja per hari, berapa banyak limbah yang bisa dikurangi?
Solusi nyata bukan hanya tentang siapa yang paling lantang bersuara, melainkan siapa yang berkomitmen untuk terus bergerak, apa pun tindakannya. Perubahan besar dimulai dari kebiasaan kecil yang konsisten, karena hasil tak pernah datang secara instan. Semua dimulai dari diri kita sendiri, karena langkah kecil kita bisa membawa perubahan yang besar. Maka dari itu, mari kita mulai dengan hal sederhana seperti mengurangi kebiasaan membeli makanan atau minuman yang kemasannya banyak menggunakan plastik. Setiap langkah kecil yang kita ambil, jika dilakukan bersama, akan berdampak besar pada masa depan yang lebih bersih dan lebih hijau.
ADVERTISEMENT