Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mengembalikan Marwah Kejaksaan Dalam Kasus Narkotika
15 Juli 2024 10:12 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Halomoan Sirait tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siaran Pers Kejati no 21/Penkum/01/2023 menuntut mati 2 pria pengedar sabu seberat 24 kg pada januari 2023 silam.Putusan ini diambil mengingat data menyebutkan wilayah Sumatera Utara merupakan wilayah dengan kasus operasi bandar narkotika tert
ADVERTISEMENT
inggi di Indonesia. Menurut data Polri diawal januari 2024, ada 75.554,11 kg sabu yang ditemukan dari 411 kasus yang terjadi di Sumatera Utara. 4871 pelaku dilakukan oleh pria dan 277 dilakukan oleh wanita dengan peningkatan kasus73% diusia rentang 25-29 tahun (usia produktif).
Berbagai penelitian mengenai urgensi vonis hukuman matipun mencuat dikalangan pengamat hukum di negeri ini.Peneliti yang beranut aliran Human Rights masih mengakui eksistensi hukuman mati yang diatur dalam KUHP. Namun beberapa peneliti mengungkap inkonsitensi hukuman mati di negara Ini (terkait UU no 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).Mereka menilai hukuman mati hanya tajam kesegilintir oknum saja dan tidak konsisten.Lalu bagaimana peran kejaksaan dalam memutus mata rantai peredaran narkotika , masih relevankah pidana mati sebagai penuntutan perkara narkotika di negeri ini?
ADVERTISEMENT
Peran Kejaksaan diatur dalam pasal 30 ayat 1 dan UU no 16 Tahun 2004 tentang tugas Kejaksaan melakukan penuntutan terhadap perkara pidana khususnya tindak pidana narkotika yang berkoordinasi dengan aparat hukum lainnya baik Polri, BNN dan PPNS. Masalahnya adalah Kejaksaan acapkali terkendala tentang pengetahuan dan fakta lapangan sebab mereka tidak bisa secara langsung melakukan penyidikan terhadap kasus narkotika dilapangan.
Kejaksaan seharusnya diberikan keleluasaan dan berani melakukan perannya melakukan diskresi,menerobos aturan dengan mengedepankan nalar.Ia harus dapat bertindak sebagai penyidik.Dalam hal penal policy , kejaksaan dituntut untuk represif.Adapun pokok pikiran dalam artikel ini antara lain :
Keadilan restoratif diamanatkan dalam lingkup pedoman jaksa agung 18/2021 tentang penyelesaian penanganan perkara tindak Pidana Narkotika melalui rehabilitasi sesuai dengan azas Dominus Litis.Sering sekali terdapat ambiguitas mengenai penetapan rehabilitasi dan penghentian penuntutan.Ketidakjelasan ini ditakutkan akan menimbulkan permasalahan bila ada pihak yang menguji dilembaga pra peradilan.Penetapan rehabilitasi seharusnya sebagai treatment dalam memperoleh kejelasan kedudukan dalam pelaksanaan penuntutan perkara tindak narkotika.
ADVERTISEMENT
Penuntutan perkara tindak narkotika harus sesuai ketentuan pengobataan, kesehatan dan perawatan di Lapas dalam menghilangkan efek ketergantungan yang ada dalam diri pecandu narkoba selama menjalani proses pidana sehingga jaksa penuntut umum dapat lebih efektif dalam mengobservasi informasi serta dalam memberi putusan yang memberikan efek jera.
Surat dakwaan merupakan dasar dalam penyelidikan.Hakim dalam memeriksa perkara pidana tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan.Surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum (sesuai KUHAP pasal 143 ayat 2) perlu diperhatikan dalam memeriksa berkas perkara sehingga memiliki kesamaan persepsi oleh aparat penegak hukum sehingga tidak terancam dibatalkan secara hukum.
4.Putusan Mati In Kracht
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksanaan putusan hakim jaksa harus memahami SOP, sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung RI nomor PER034/A/JA/09/2011 yang sering sekali menjadi hambatan pelaksanaan putusan mati yang sudah di in krach (putusan tetap dan kuat).Putusan In Kracht inilah yang acapkali dianulir MA dalam vonis mati bandar narkotika.Putusan vonis ditembak mati tidak terealisasi.
Dengan demikian, Tuntutan perkara hukuman mati harus sesuai denga standar operational of procedure serta menempatkan Jaksa tidak hanya dalam memberikan tuntutan ditingkat akhir, namun juga jaksa harus berperan sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam memberikan efek jera kepada pengguna dan pengedar narkotika.
Tuntutan mati tidaklah hanya sekadar ancaman. Tuntutan mati dapat direalisasikan apabila terpidana terbukti melakukan peredaran, pendistribusian secara berkala nasional maupun luar nasional yang mampu merugikan negara dan banyak pihak. Putusan apapun itu, Marwah Jaksa janganlah turun dan terperosok oleh inkonsistensi hukum di negara ini.
ADVERTISEMENT
Penulis :
Halomoan Sirait (Peneliti Universitas Labuhan Batu) - Sumatera Utara adalah jurnalis siber di Suara Massa & Teras Pasundan)
Sumber Referensi :
Press Relase Kejati Sumut https://kejati-sumaterautara.kejaksaan.go.id/storage/media/202308/Siaran_Pers_Template_Januari_21_page_0001.jpg
Data Polri Laporan Kasus https://data.polri.go.id/dataset/6b8068cb-425d-4d49-bc00-3d38e57e703f/resource/ceb76c99-8cab-4cc0-8c79-88efb0cb233c/download/lapbul-januari24-ttd-1.pdf
Hukuman Terhadap Tindak Pidana Pelaku Narkoba https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/41547/36951
Urgensi Penjatuhan Pidana Mati https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2019/10/Laporan-Penelitian-Agustus-2017.pdf
Journal On Education https://jonedu.org/index.php/joe/article/download/4095/3353/