Konten dari Pengguna

Fenomena Korupsi APBD Kalimantan Selatan

Dr Hamdani, MM, MSi, Ak, CA, CIPSAS, CRGP, CFrA, CACP, ACPA
Dosen pada Departemen Akuntansi FEB Universitas Andalas, pemegang sertifikat Auditor Utama BPKP, dan Anggota Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Sebelumnya Staf Ahli Mendagri Bidang Keuangan, Pembangunan dan Ekonomi (2014 sd 2022)
15 Oktober 2024 10:53 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
26
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Hamdani, MM, MSi, Ak, CA, CIPSAS, CRGP, CFrA, CACP, ACPA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor (SHB) menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi bersama dengan empat orang ASN/pejabat Pemda dan tiga pihak swasta. Ketujuh tersangka tersebut memiliki peran masing-masing lima orang sebagai penerima dan dua orang sebagai pemberi. Peristiwa ini menambah pajangnya daftar gubernur yang tersandung kasus rasuah menjelang jabatannya berakhir. Kendati demikian ada keraguan KPK menahan dan melakukan pemanggilan kepada sang gubernur berdasarkan bukti dan keterangan yang ada.
ADVERTISEMENT
Keraguan KPK ini terbaca ketika SHB mengajukan praperadilan pada pengadilan Jakarta Selatan yang mengagendakan pembukaan sidang tanggal 28 Oktober 2024 bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. KPK yang semula mau menetapkan SHB dalam daftar pencarian orang (DPO), malahan pemanggilan sang gubernur sebagai tersangka masih belum ada kejelasannya.
KPK menyatakan pada kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemprov Kalsel ini, KPK menyita dana sebesar Rp 13,44 miliar dalam operasi tanggap tangan (OTT) yang sebagian merupakan fee untuk SHB dari pemborong sebagai balas jasa terkait pekerjaan pada Dinas PUPR Prov Kalsel. Suap ini ditenggarai diberikan oleh YUD dan AND pihak swasta yang mendapatkan tiga proyek pada Dinas PUPR Kalsel. Untuk itu, YUD dan AND bersedia memberikan komitmen fee sebesar 7,5 persen untuk pejabat pembuat komitmen (PPK) dan gubernur.
ADVERTISEMENT
KPK menemukan modus operansi rekayasa lelang untuk memulus YUD dan AND memenangkannya. Pertama, pembocoran harga perkiraan sendiri (HPS) dan pengaturan prasyarat kualifikasi perusahaan yang akan ikut lelang. Kedua, rekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan YUD dan AND yang bisa melakukan penawaran. Ketiga, konsultan perencana yang merancang ketiga proyek dimaksud terafiliasi dengan YUD. Keempat, pelaksanaan pekerjaan ternyata sudah dilakukan sebelum kontrak ditandatangani.
PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah membatasi tugas dan wewenang gubernur dalam eksekusi belanja APBD. Sedangkan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tidak memberikan peluang sedkitpun kepada gubernur untuk “cawe cawe” dalam pengadaan barang dan jasa. Ketiga ketentuan tersebut telah menyerahkan dan melimpah urusan eksekusi APBD kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan jajarannya dibantu oleh Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ).
ADVERTISEMENT
Korupsi belanja APBD pada umumnya terjadi pada tahap pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggungjawab Kepala SKPD selaku pengguna anggaran. Gubenur sebagai kepala daerah sudah menyerahkan seluruh kewenangan kepada Kepala SKPD untuk mengeksekusi anggarannya. Untuk itu perlu pembuktian apakah tindakan yang dilakukan oleh Kepala SKPD bisa merupakan inisatif sendiri atau permintaan atasannya.

Salah Kaprah Penyerahan Dana Sebagai Pembuktian Korupsi

Ilustasi pemberian uang dan korupsi: freepik.com
SHB melayangkan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Gugatan ini akan disidangkan Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 28 Oktober 2024. Tindakan ini merupakan hak hukum warga negara, karena pada beberapa kasus penetapan tersangka ternyata KPK salah. Beberapa gugatan praperadilan penetapan tersangka oleh KPK dimenangkan oleh penggugat.
Berdasarkan keterangan KPK pemberian suap ini terutama ditujukan untuk kepentingan sang gubernur dengan sandi “Paman Birin”. Kalau dugaan KPK ini terbukti benar, maka apakah SBH mampu memerintahkan bawahannya untuk melakukan korupsi untuk kepentingan logistik sang gubernur menjelang masa jabatan berakhir menimbulkan kontroversi. Pasalnya, Mendagri Tito Karnavian mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100.2.1.3/1575/SJ tanggal 29 Maret 2024 mengenai kewenangan kepala daerah yang melaksanakan Pilkada dalam aspek kepegawaian. Dalam edaran yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan wali kota seluruh Indonesia, Mendagri mengingatkan larangan melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri sesuai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
ADVERTISEMENT
Ketentuan ini sebenarnya cukup untuk mencegah SHB memerintahkan bawahannya melakukan korupsi untuk kepentingan pribadinya. Apabila Kepala SKPD menolak perintah sang gubernur, maka gubernur tidak bisa memberhentikannya dan dipastikan perbuatan korupsi tidak terjadi. Dalam kaitan ini patut diduga Kadis PUPR apakah korupsi pengadaan barang atas permintaan SHB atau inisiatif sang Kadis tersebut
Dugaan keterlibatan SHB patut diragukan, karena dalam musim pilkada para petahana harus berpikir puluhan kali kalau melakukan korupsi apalagi korupsi pada area terbuka seperti pengadaan barang. Apabila ada permintaan gubernur kepada Kepala SKPD untuk melakukan korupsi pengadaan barang dan jasa akan memikiki disaksikan melibatkan banyak orang. Rekayasa dalam pengadaan barang sekurang-kurang melibatkan Kepala SKPD, PPK, Staf PPK, UKPBJ, dan Rekanan lebih mudah dibocorkan kepada pihak lain.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Wakil KPK Nurul Ghufron pada konferensi pres tanggal 9 Oktober 2024 yang menyatalan kegiatan OTT ini dilakukan setelah mendapat laporan dari masyarakat adanya penyerahan uang suap terkait ketiga proyek dimaksud. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada KPK, perlu dipertanyakan apakah korupsi ini dapat terungkap apabila tidak ada pengaduan masyarakat. Kasus korupsi yang terungkap dari OTT itu hanyalah puncak gunung es saja yang terlihat di permukaan,sementara yang di dalamnya belum terungkap jelas. Untuk itu KPK harus melakukan audit investasi atau meminta BPKP melakukan audit investigasi terhadap proyek PUPR yang lainnya.
Tabel 1 berikut ini belum bisa menunjukkan nilai proyek yang dikorupsi gubernur dan aparatnya. Nilai korupsi belanja APBD tidak bisa dihitung dari jumlah dana yang mengalir dan yang disita KPK. Pasalnya keuntungan yang tidak wajar dinikmati pemborong atau kontraktor belum sepenuhnya tercermin dari uang yang disita KPK tersebut. Penghitungan kerugian keuangan daerah yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi tersebut hanya dapat dilakukan melalui audit investigasi penghitungan keuangan negara.
ADVERTISEMENT
Tabel 1 : Sumber dan Asal Dana OTT Korupsi Pengadaan Barang Kalsel (dalam jutaan rupiah)
Sumber dan asal dana OTT Korupsi Pengadaan Barang Kalsel
Analisis terhadap tabel 1 menunjukkan uang yang disita sebesar Rp13.404.960.000,- melebihi dari 7,5 persen nilai proyek. Sesuai komitmen yang diungkap KPK dan yang diberikan kepada pemberi pekerjaan sebesar 7,5 persendari Rp54.695.000.000,- atau Rp4.102.125.000,-. Selanjutnya perlu diselidiki lebih lanjut selisih uang sebesar Rp9.302.835.000,- dari pengurangan Rp13.404.960.000,- dengan perhitungan jatah 7,5 persen sebesar Rp4.102.125.000,-.

Anatomi Belanja APBD Kalsel dan Potensi Korupsinya

Ilustrasi anatomi belanja APBD: freepik.com
Potensi resiko korupsi belanja APBD memiliki tingkatan yang berbeda sesuai karakteristik belanjanya. Belanja pegawai hampir tidak mungkin dikorupsi karena jumlah yang dibayarkan jelas dan diterima langsung ke rekening masing-masing pegawai. Belanja barang dan jasa memiliki kerawanan untuk dikorupsi terkait pengadaan barang dan jasa melalui pihak ketiga. Sedangkan belanja barang dan jasa yang bersifat personal seperti perjalanan dinas relatif tidak memiliki resiko untuk dikorupsi.
ADVERTISEMENT
Tabel 2 menyajikan APBD Kalsel tahun 2023 dan 2024 pendapatan, belanja dan pembiayaan. Postur belanja APBD tahun 2024 mengalami perbedaan yang cukup signifikan dari APBD tahun 2023. Pada APBD tahun 2024 terjadi kenaikan pendapatan APBD sebesar Rp2.617,31 miliar karena kenaikan PAD dan pendapatan tranfer. Kenaikan pendapatan tersebut menyebabkan kenaikan belanja APBD tahun 2024 sebesar Rp3.928,98, sehingga kenaikan belanja ini merupakan yang tertinggi selama dua periode pemerintahan SHB.
Diantara belanja tersebut, terdapat kenaikan belanja modal tahun 2024 sebesar Rp2,09 triliun atau 150 persen menjadi Rp3,48 trilun. Angka tersebut membuat porsi belanja modal terhadap total belanja mencapai 30 persen tertinggi dari jenis belanja yang lain. Selain itu, kenaikan belanja tahun 2024 juga dipicu kenaikan angka sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun 2023 sebesar 1,07 triliun suatu angka yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Tabel 2 : APBD Provinsi Kalsel Tahun 2023 - 2024 dan Belanja Modal (dalam miliaran rupiah)
Sumber: Peraturan Gubernur Kalsel Mengenai APBD Tahun 2023 dan 2024
Dari tabel 2, sumber korupsi berasal dari belanja modal gedung dan bangunan berupa kantor, kolam renang, dan lapangan sepak bola. Dari sisi analisis risiko audit investigasi, belanja modal gedung dan bangunan relatif masih risiko dibandingkan pekerjaan jalan dan irigasi yang dikerjakan pada lokasi yang relatif sulit. Dari lonjakan anggaran untuk pembangunan jalan, jembatan dan irigiasi patut diduga angggaran tersebut berpotensi menjadi objek bancakan korupsi.
Untuk itu, KPK harus mengungkap kemungkinan korupsi dari belanja modal sebesar Rp3,48 trilun tersebut tidak hanya mengandalkan informasi dan laporan dari masyarakat. Audit investigasi terhadap indikasi kerugian keuangan daerah dengan bekerjasama dengan BPK dan BPKP harus dilakukan untuk memastikan tindak korupsi tersebut tidak hanya terjadi pada tiga proyek yang menjadi sasaran OTT. KPK tidak boleh menbatasi penanganan perkara korupsi belanja modal pada Pemprov. Kalsel secara parsial dan kasuistik.
ADVERTISEMENT
Penanganan korupsi harus menyasar pada akar permasalahannya, tidak dapat dilakukan bagaikan pemadam kebakaran. Uang yang disita pada kegiatan OTT oleh KPK merupakan indikasi telah terjadinya korupsi. KPK berkewajiban memastikan besaran kerugian keuangan daerah yang terjadi akibat kejahatan luar biasa ini. KPK juga memiliki tanggungjawab pencegahan untuk memastikan peristiwa ini tidak terjadi lagi. Penyelamatan kerugian keuangan daerah menjadi perioritas di tengah keterbatasan fiskal daerah saat ini.