Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengawal BPK dari Genggaman Partai Politik
2 September 2024 16:32 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Dr Hamdani, MM, MSi, Ak, CA, CIPSAS, CRGP, CFrA, CACP, ACPA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak DPR membuka pendaftaran anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tanggal 19 Juni 2024 sampai batas akhir pendaftaran, 4 Juli 2024, sebanyak 76 orang telah melamar sebagai calon pimpinan lembaga audit keuangan negara tersebut. Komisi XI DPR RI selaku penyelenggara pada 8 Juli 2024 telah menetapkan 75 nama calon anggota BPK lulus seleksi administrasi yang dapat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya proses uji kelayakan dan kepatutan oleh Komite IV DPD RI telah menghasilkan 74 kandidat yang diserahkan kepada Komisi XI DPR untuk seleksi akhir dan pemilihan. Setelah uji kelayakan yang dikebut oleh Komisi XI DPR pada 2-4 September 2024 ini akan dilanjutkan pemilihan lima orang anggota BPK tanggal 5 September 2024.
Analisis terhadap Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang berkaitan pemilihan anggota BPK menunjukkan peran Komisi XI terhadap keterpilihan anggota BPK sangat dominan. Selain proses pemilihan yang terkesan subjektif dan tidak transparan, patut diduga penentuan anggota BPK sarat dengan rekayasa ketum partai politik (Parpol).
Kendati proses seleksi meliputi seleksi administrasi, rekam jejak kandidat, uji kelayakan Komite IV DPD, dan uji kelayakan Komisi XI DPR dan pemilihan, namun tidak ada kandidat yang digugurkan sampai tahap pemilihan. Hasil rekam jejak dan pertimbangan DPD yang disampaikan secara tertutup, diduga tidak mempengaruhi proses pemilihan atau pungutan suara penentuan calon terpilih.
ADVERTISEMENT
Dinamika proses akhir Pilpres dan kontroversi proses pencalonan kepala daerah pada Pilkada, mengalihkan perhatian publik dari pemilihan anggota BPK yang diselenggarakan dalam waktu bersamaan. Ketika kontrol masyarakat melemah, proses pemilihan anggota BPK telah memasuki tahap akhir. Untuk itu, masyarakat perlu menyuarakan agar lembaga independen ini tidak berada dalam genggaman kekuatan politik manapun.
Independensi Institusi Pemeriksa Keuangan Negara
Amandemen ketiga UUD 1945 bertujuan menempatkan BPK sebagai satu-satunya institusi yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya, temuan pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau kementerian/lembaga dan Pemda sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
ADVERTISEMENT
Konstitusi menempatkan BPK berada di luar pengaruh kekuasaan manapun dengan kedudukan masuk rumpun eksekutif di luar pemerintah. Struktur organisasi BPK yang sejajar dengan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung merupakan perwujudan institusi audit keuangan negara yang independen.
Pasal 23F menyatakan anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Ketentuan ini harus dimaknai Pemerintah tidak boleh terlibat dalam proses pemilihan anggota BPK karena Pemerintah dan organnya merupakan objek pemeriksaan itu sendiri.
Namun, kewenangan sepenuhnya pemilihan berada di tangan DPR bukan berarti pemilihan anggota BPK dilakukan sesuai keinginan DPR belaka. Ada standar, kriteria, dan prosedur yang harus diperhatikan dalam rangka menghasilkan anggota BPK yang berintegritas, independen dan profesional.
ADVERTISEMENT
Berdalih melaksanakan konstitusi, DPR diduga menjadikan pemilihan anggota BPK untuk mempraktekan politik dagang sapi. Kandidat yang diterima pada umumnya bukan yang ahli audit keuangan negara, melainkan figur yang dijagokan Ketua Umum Parpol. Bukan rahasia umum lagi masing-masing fraksi DPR sejak awal pendaftaran sudah mempunyai kandidat yang diunggulkan menjadi anggota BPK.
Minimnya transparansi dan akuntabilitas proses seleksi BPK menyebabkan kandidat terpilih tidak lagi didasarkan pada kompetensi dan kriteria yang objektif, namun ditentukan penilaian subjektif selera politisi. Harapan BPK sebagai institusi audit negara yang paling terpecaya dan layak dipimpin oleh manusia setengah dewa ternyata jauh panggang dari api.
Ketika proses seleksi anggota BPK ditangani politisi Senayan ternyata gagal menghasilkan pimpinan lembaga audit negara yang jauh dari pengaruh politik. Menjelang berakhirnya periode BPK tahun 2024, dari sembilan anggota BPK tercatat enam orang berasal dari anggota partai politik dan hanya satu orang yang murni berasal dari pejabat karir BPK. Padahal jumlah pelamar lebih banyak yang berasal dari kalangan profesional. Ironisnya BPK dijadikan tempat penampungan politisi yang gagal terpilih.
ADVERTISEMENT
Sejatinya BPK dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi memiliki peranan strategis ketimbang KPK dilihat dari kewenangan dan kelembagaan yang dimiliki. BPK secara rutin setiap tahun melakukan pemeriksaan keuangan dalam rangka pemberian opini dan pemeriksaan kepatuhan terhadap pengelolaan APBN/APBD. Selain itu, BPK dapat dengan inisiatif sendiri melakukan pemeriksaan investigasi indikasi kerugian keuangan negara/daerah apabila memperoleh bukti awal adanya indikasi tindak pidana korupsi.
Disamping itu, BPK dapat melakukan pemeriksaan investigasi perhitungan kerugian keuangan negara/daerah. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan permintaan Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK. Apabila kewenangan tersebut diikuti dengan independensi dan kompetensi yang memadai, maka perilaku koruptif pada kementerian, lembaga negara, Pemda, dan BUMN/BUMD dapat dibendung.
Panitia Seleksi Gaya Politisi
Komisi XI DPR memiliki peran, kewenangan dan tanggung jawab memilih anggota BPK untuk selanjutnya disahkan pada rapat paripurna DPR. Setelah itu, Presiden menetapkan anggota BPK terpilih untuk dilantik oleh Mahkamah Agung Oktober 2024. Peran Komisi XI sebagai penyelenggara dan panitia seleksi tidak terpisahkan, sehingga tanggung jawab pemilihan tersebut sepenuhnya berada pada Komisi XI sebagai alat kelengkapan DPR.
ADVERTISEMENT
Saat ini seleksi anggota BPK, proses pendaftaran sampai pemungutan suara untuk menetapkan calon terpilih sepenuhnya berada di tangan DPR. Mekanisme seperti ini membuka ruang terjadinya politik dagang sapi diantara ketum Parpol. Proses seperti ini sulit mendapatkan calon anggota BPK yang terpilih memiliki integritas, kompetensi, dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengemban tugas dan tanggung jawab di lembaga tersebut.
Keberadaan Pansel anggota BPK yang independen dari kalangan akademisi dan profesional yang terpisah dari Komisi XI menjadi solusi terbaik. Pansel ini dipilih pada rapat Komisi XI untuk memilih minimal tujuh orang akademisi dan profesional dengan keputusan Komisi XI.
Pansel bertugas menyeleksi sebanyak dua kali formasi jabatan yang harus diisi dalam hal ini 10 calon untuk menjadi lima anggota BPK terpilih. Pansel tersebut dapat membuat agenda, persyaratan, dan pengumuman hasil seleksi sesuai tahapan seleksi. Kandidat yang gagal dalam suatu tahapan tidak diperkenankan mengikuti tahap selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, berbagai pendapat dan usulan penyempurnaan seleksi anggota BPK secara serentak ditolak DPR yang ingin mempertahankan kewenangannya dalam menentukan jabatan eksekutif di luar pemerintah. Publik patut menduga adanya agenda DPR untuk mencengkram pengaruhnya terhadap lembaga supremasi audit negara dimaksud.
Keberadaan BPK menjadi harapan pendiri bangsa yang tercantum pada UUD 1945. Untuk memperkuat BPK, amandemen ketiga UUD 1945 menambahkan pasal 23F dengan menyerahkan kewenangan pemilihan anggota BPK kepada DPR tanpa campur tangan pemerintah. Amandemen konstitusi ini memperkokoh keberadaan BPK sebagai satu-satunya lembaga audit negara yang bebas dan mandiri dari kekuasaan manapun.
Auditor Negara adalah profesi yang menuntut profesionalisme, integritas, dan kompetensi yang terbentuk melalui proses pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Profesi ini menempatkan integritas sebagai mahkota dan kompetensi sebagai pakaian. Profesi politisi menjadi antitesa profesi auditor, terbukti beberapa anggota BPK yang berasal dari politisi rawan menciderai etika profesi ini karena beban politik yang mereka sandang.
ADVERTISEMENT