Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pendanaan Transisi Pemerintahan Menjelang Tiga Bulan APBN 2024 Berakhir
4 Oktober 2024 11:01 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Dr Hamdani, MM, MSi, Ak, CA, CIPSAS, CRGP, CFrA, CACP, ACPA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Empat bulan menjelang akhir tahun 2024 realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 masih menunjukkan indikasi mengkhawatirkan. Per 31 Agustus 2024, realisasi belanja negara sudah mencapai Rp1.930 triliun atau sebesar 68% dari anggaran yang mengalami lonjakan 15,3% jika dibandingkan dengan periode Januari-Agustus tahun sebelumnya sebesar Rp1.674,68 triliun. Sebaliknya, pendapatan yang terhimpun hingga Agustus tahun ini baru tercapai sebesar Rp1.777 triliun. Nilai itu menyusut 2,5% ketimbang perolehan pada periode yang sama di 2023 sebesar Rp1.822,13 triliun.
ADVERTISEMENT
Capaian realisasi pendapatan APBN selama delapan bulan pada tahun 2024 sebesar 63% dari anggaran menempatkannya terendah dalam empat tahun terakhir. Sebagai perbandingan realisasi pendapatan APBN selama periode tersebut tercatat tahun 2023 sebesar 69%, tahun 2022 sebesar 78% dan tahun 2021 sebesar 68%. Capaian kinerja realisasi tahun 2024 yang berada di bawah tahun 2022 perlu diwaspadai, mengingat tahun 2022 kita masih terdampak pandemi Covid19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi September 2024 pada Senin, 23 September 2024 tetap merasa optimis kemampuan fiskal Indonesia dalam menghadapi tantangan global. APBN KiTA merupakan laporan kinerja bulanan APBN yang dipublikasi setiap bulan. Menkeu pada dua periode pemerintahan Jokowi ini tetap yakin pendanaan APBN masih memungkinkan untuk terus mendukung program-program pembangunan nasional.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan tahun sebelumnya pada tahun 2024 karena adanya transisi pemerintahan, maka pemerintahan Jokowi-Makruf Amin harus menyisakan APBN untuk memberi ruang fiskal yang cukup kepada pemerintahan Prabowo-Gibran. Argumentasinya tambahan kementerian baru memerlukan pendanaan selama 70 hari penyelenggaraan pemerintahan baru pada tahun 2024 ini sejak Prabowo dilantik.
Program prioritas Prabowo yang dilaksanakan oleh Badan Gizi Nasional, kementerian dan lembaga pemerintahan non kementerian yang baru tidak bisa mulai bekerja awal tahun depan ketika APBN 2025 secara efektif digunakan. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN tahun 2025 efektif berlaku mulai Januari 2025.
Untuk dapat dieksekusi pada awal tahun 2025, kementerian baru sudah memiliki anggaran pada 2024 menggunakan sisa APBN yang dicairkan. Kebutuhan rekruitmen personil, penyusunan organisasi, penataan kelembagaan, penyediaan prasarana dan infrastruktur harus sudah dipenuhi pada tahun 2024 ini untuk bisa mengeksekusi APBN 2025. Ketersediaan pendanaan tersebut sangat tergantung kondisi pendapatan dan belanja APBN 2024 yang masih tersisa dan telah teralisasi.
ADVERTISEMENT
Potensi Pendapatan APBN 2024 Tidak Terealisasi
Menjelang tiga bulan APBN 2024 berakhir dan memasuki pergantian pemerintahan, maka diperlukan kalkulasi ulang kemampuan fiskal yang tersisa untuk menyiapkan kebutuhan penyelenggaran pemerintahan. Apabila tidak dilakukan perhitungan yang cermat, kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo Gibran yang menjadi prestasi singkat (quick wins) kurang mendapat appresiasi publik.
Selama delapan bulan sepanjang tahun anggaran 2024, informasi kinerja keuangan Negara yang dipublikasi menyajikan kinerja APBN 2024 yang kurang mengembirakan. Capaian pendapatan APBN selama ini tercatat yang paling buruk dalam kurun waktu empat tahun terakhir periode kedua Pemerintahan Jokowi.
Tabel 1 berikut ini menyajikan realisasi pendapatan APBN selama delapan bulan pertama tahun 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kalau tahun 2023 realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.822,13 triliun atau 69% terhadap APBN, maka tahun 2024 mengalami penurunan sebesar Rp1.776,98 atau 63% terhadap APBN. Seharusnya dari waktu yang tersisa dengan anggaran sebesar Rp 2.802,29 triliun, pemerintahan harus mampu memenuhi target rata-rata dengan realiasi sebesar 67%. Mengingat lonjakan penerimaan pajak penghasilan terjadi pada periode lima bulan pertama tahun anggaran, maka sulit diharapkan pendapatan APBN melampaui target yang ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Tabel 1: Realisasi Pendapatan APBN sampai 31 Agustus 2024 (dalam triliun rupiah)
Analisis terhadap tabel 1 membuktikan penurunan pendapatan APBN secara nominal diikuti dengan penurunan capaian realisasi pendapatan terhadap APBN. Mengingat realiasi pendapatan perpajakan sulit digenjot dalam waktu 4 bulan, maka pendapatan APBN tidak tercapai. Dengan mengurangkan belanja dari pendapatan, per Agustus 2024, anggaran negara sudah defisit sebesar Rp153,7 triliun. Hal itu berbanding terbalik dengan pengelolaan APBN 2023 yang masih mencatatkan surplus sebesar Rp 147,45 triliun pada periode yang sama.
Sebagai perbandingan, realisasi pendapatan APBN 2023 yang telah mencapai 69% pada periode per 31 Agustus 23, pada akhir tahun 2023 hanya melampaui 6% dari anggaran. Padahal anggaran pendapatan tahun ini lebih tinggi tinggi 6% dari tahun sebelumnya yang berarti kemampuan pencapaian pendapatan tahun ini jauh lebih berat. Apabila pendapatan tersebut tidak terealisasi sesuai target yang ditetapkan, maka defisit APBN akan semakin menganga. Konsekuensinya penambahan utang baru melalui penerbitan surat utang negara sulit dihindari.
ADVERTISEMENT
Pengendalian Defisit APBN Tahun Berjalan
Ada dua tantangan terberat pengelolaan belanja APBN 2024 yang berbeda dengan tahun sebelumnya. Pertama, dalam delapan terakhir realisasi APBN telah mengalami defisit, sedangkan realisasi APBN tahun 2023 dan 2022 pada periode yang sama mencatat surplus. Kedua, keseimbangan primer berdasarkan realisasi pada posisi per 31 Agustus 2024 sebesar Rp161,84 atau 51% dari belanja bunga menunjuk pendaparan APBN tidak mampu mendanai kebutuhan bunga. Padahal tahun sebelumnya keseimbangan primer mencatat angka Rp422,33 triliun atau sekitar 153% dari belanja bunga yang berarti belanja didanai sepenuh dari pendapatan APBN .
Pengelolaan belanja APBN tahun 2024 yang seperti tidak menyisakan untuk pemerintahan berikutnya terjadi pada belanja K/L. Tabel 2 menyajikan realiasasi belanja dan pembiayan menunjukan pemerintah telah menghabiskan belanja K/L sebesar Rp703,33 trilun atau 64% dari anggaran. Kalau tahun sebelumnya belanja K/L menjadi penghematan atau automatic adjustment dengan realisasi belanja K/L hanya 58%, realisasi belanja K/L tahun ini seperti tanpa rem. Pengeluaran di sejumlah pos belanja yang kurang produktif dilakukan secara jorjoran bahkan cenderung ugal-ugalan. Menkeu yang pernah dinobatkan terbaik di dunia ini mengakui pesatnya pertumbuhan belanja negara terutama untuk penyelenggaraan Pemilu, penyaluran bantuan sosial (bansos) , dan pembayaran utang. Publik sudah mengetahui bahwa bansos yang membengkak terjadi pada masa pemilu yang diklaim untuk bantalan dampak El Nino.
ADVERTISEMENT
Tabel 2 : Realisasi Belanja dan Pembiayaan APBN Sampai 31 Agustus 2024 (dalam triliun rupiah)
Pengelolaan APBN Tahun 2024 memerlukan kehati-hatian mempertimbangkan dampaknya terhadap periode berikutnya. Belanja mengikat yang menyandera APBN meliputi cicilan utang, beban bunga dan subsidi. Pada APBN 2024 anggaran ketiga jenis pengeluaran tersebut masing-masing cicilan utang sebesar Rp434,29 triliun, bunga sebesar 497,3 triliun, dan subsidi Rp286 triliun.
Ketiga jenis pengeluaran tersebut yang memiliki komponen mata uang asing sangat dipengaruhi oleh kenaikan kurs dollar terhadap rupiah. Padahal pada saat penetapan UU APBN 2024 kurs dollar terhadap rupiah dipatok sebesar Rp15.000,00. Selain itu, suntikan dana penyertaan modal negara kepada BUMN yang mendapat penugasan pemerintah, membuat APBN 2024 sulit bernafas lega.
ADVERTISEMENT
Indikator kinerja APBN yang tersaji pada buletin APBNKiTA September 2024 memberi gambaran betapa sempitnya ruang fiskal pada APBN periode terakhir pemerintahan Jokowi. Rendahnya realisasi pendapatan tahun 2024 dalam delapan bulan ini mencerminkan target pendapatan 2024 tidak akan tercapai. Sementara beban APBN akan mengalami peningkatan karena pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar atas cicilan utang, bunga, dan subsidi BBM. Selain itu, tunggakan proyek strategis nasional dan pembangunan IKN semakin memperlebar defisit anggaran.
Posisi utang per 31 Agustus 2024 sebesar Rp8.461,93 triliun mengalami lonjakan dalam kurun waktu delapan bulan sebesar neto Rp317,24 triliun dari posisi 31 Desember 2023 sebesar 8.144,69 triliun. Beban utang semakin membengkak pada tahun ini akibat kenaikan kurs dollar terhadap rupiah yang diperkirakan melebihi cicilan utang sebesar Rp434,29 trilun dan belanja bunga sebesar 497,3 triliun yang dianggarkan. Untuk tahun 2025 Prabowo mewarisi cicilan utang tahun 2025 sebesar Rp788,6 tiliun dan bunga sebesar Rp561 triliun melebihi sepertiga belanja APBN. Besarnya defisit APBN 2024 menyebabkan mengecilnya sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) sebagai sumber pendanaan tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Defisit anggaran hingga akhir tahun ini sudah diprediksi Kementerian Keuangan melebar dari 2,29% produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,7% PDB, dimana utang yang dipakai membiayai defisit juga akan membengkak. Pelebaran defisit itu semestinya bisa diminimalkan lewat penghematan pos-pos belanja yang kurang memiliki daya dorong perekonomian.
Pengendalian belanja ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi perekonomian nasional dan global untuk pulih, sebelum mengimplementasikan inisiatif-inisiatif baru yang mungkin membebani anggaran. Dengan demikian, pemerintahan baru diharapkan dapat memulai periode kepemimpinannya dengan fondasi fiskal yang lebih solid dan berkelanjutan. Penyesuaian APBN 2024 secepat mungkin perlu dilakukan dengan memperhatikan arsitektur kementerian dan lembaga non kementerian pemerintahan Prabowo-Gibran.