Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Potret Buram Penanganan Korupsi Hibah APBD Jawa Timur
13 September 2024 13:53 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Dr Hamdani, MM, MSi, Ak, CA, CIPSAS, CRGP, CFrA, CACP, ACPA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terhadap rumah dinas Menteri Desa Abdul Halim Iskandar (AHI) di Jakarta Selatan tanggal 6 September 2024. Penggeledahan ini menarik perhatian publik karena dikaitan dengan dugaan kasus korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) 2019-2022.
ADVERTISEMENT
KPK menyatakan tengah mengembangkan kasus korupsi dana hibah untuk Pokmas dari belanja APBD Provinsi Jatim tahun 2019-2022. Penanganan kasus korupsi hibah ini bagaikan pertunjukan drama berseri yang telah berjalan hampir dua tahun. Berawal dari penangkapan Sahat Tua Simanjuntak (STS), penindakan KPK berlanjut pada pencegahan 21 orang tanggal 30 Juli 2024. Kendati sudah berselang hampir dua bulan, KPK belum melakukan penangkapan terhadap 21 orang dimaksud.
Serangkaian penggeledahan beberapa tempat di Jatim yang menyita sejumlah dana dan dokumen yang diduga memiliki keterkaitan dengan korupsi hibah APBD Jatim ternyata belum cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Dalam kurun waktu hampir dua tahun, KPK hanya mampu mentersangkakan dan mempidanakan satu penyelenggara negara dan tiga pihak swasta. Padahal belanja hibah jumbo bernilai triliunan rupiah yang diduga menjadi bancakan, masih dialokasikan pada APBD Tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Persidangan terdakwa STS mengungkap banyak fakta ketidakberesan dalam pengelolaan belanja hibah APBD Provinsi Jatim selama kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa. Mengingat gubernur wanita pertama Jatim ikut dalam ajang Pilkada serentak 2024 ini, publik menduga kemungkinan kelambatan KPK menangani kasus korupsi daerah yang tergolong fantastis tersebut dipengaruhi dinamika kontestasi Pilkada.
Faktanya, sampai saat ini KPK belum satupun menyentuh pihak eksekutif sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap peristiwa korupsi tersebut. Kendati dalam keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya tahun lalu diuraikan carut marut pengelolaan belanja hibah dimaksud, namun KPK baru mengantarkan satu dari 120 orang anggota DPRD Jatim sebagai tersangka dan terpidana. Penanganan perkara yang berlarut-larut ini belum menunjukkan tanda-tanda meminta pertanggungjawaban pihak eksekutif Pemprov Jatim.
ADVERTISEMENT
Postur APBD Pembawa Musibah
Untuk membedah terjadi korupsi hibah jumbo APBD Jatim, dapat digunakan Fraud Triangle Theory (Teori Segitiga Kecurangan) yang dikemukakan oleh Donald Cressey. Dalam teori ini tiga penyebab terjadinya korupsi adalah tekanan yang dihadapi pelaku, kesempatan yang dimiliki dan rasionalisasi atas tindakan yang dilakukan. Kebutuhan biaya politik yang ditanggung anggota DPRD Jatim baik ongkos politik yang masih membebani mereka maupun biaya elektoral konstetasi menjadi tekanan finansial yang dirasakan.
Kesempatan terbuka karena DPRD memiliki fungsi anggaran untuk pembahasan dan persetujuan APBD. Posisi tawar menawar semakin meningkat ketika kepentingan elektoral legislator sejalan dengan kepala daerah. Belanja APBD yang seharusnya dikelola secara transparan dan inklusif berubah menjadi dana pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD sebagai jatah untuk konstituen wakil rakyat ini.
ADVERTISEMENT
Rasionalisasi adalah pandangan atau persepsi pelaku korupsi bahwa perbuatan yang dilakukannya bukan merupakan kejahatan tetapi sesuatu kewajaran. Bagi pelaku koruptor, tindak pidana korupsi adalah kompensasi dari ongkos politik yang telah dikorbannya. Selain itu, mereka berpandangan praktik yang mereka lakukan lazim terjadi pada orang lain.
PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, mengamanatkan alokasi belanja APBD dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada regulasi. Selanjutnya, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah mengatur pengelolaan belanja hibah dari APBD.
Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 mengatur belanja hibah kelompok kemasyarakatan secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran. Pemberian hibah bertujuan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemda dalam mendukung fungsi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
ADVERTISEMENT
PP Nomor 12 Tahun 2019 memberi batasan belanja hibah dianggarkan dalam APBD harus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Postur belanja APBD Provinsi Jatim pada periode tahun 2020-2024 menunjukan alokasi belanja hibah yang signifikan seperti terlihat pada tabel 1 berikut ini.
Belanja hibah APBD pada tabel diatas terdiri dari belanja hibah yang berasal alokasi DAK untuk dana belanja operasional sekolah (BOS) satuan pendidikan swasta dan belanja hibah kepada pemerintah pusat, ormas dan kelompok masyarakat. Alokasi belanja hibah Pokmas Provinsi Jatim menempati peringkat tertinggi di Indonesia dibandingkan provinsi lainnya. Tabel dibawah ini menyajikan alokasi belanja hibah untuk Pokmas dengan persentasenya terhadap belanja APBD.
Dari tabel 2 dapat disimpulkan rata-rata belanja hibah pokmas terhadap total APBD sebesar 8,42% dengan alokasi tertinggi tahun 2021 mencapai 14,2 %. Alokasi belanja hibah untuk Pokmas bahkan mencapai dua kali lipat rata-rata alokasi belanja modal terhadap belanja APBD yang hanya 7,14%. Padahal menurut UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, belanja modal sebagai belanja infrastruktur wajib dialokasikan minimal 40% dari total belanja APBD.
ADVERTISEMENT
Mengabaikan Pencegahan Korupsi
Dalam fakta persidangan kasus korupsi dengan terpidana STS terungkap perilaku culas anggota DPRD Jatim yang menjadikan belanja hibah sebagai bancakan. Berdalih melaksanakan Pokir DPRD, mereka membagi alokasi belanja hibah untuk kepentingan elektoral masing-masing. Tabel di bawah ini menyajikan belanja hibah yang alokasikan kepada masing-masing fraksi yang digunakan untuk kepentingan konstituen mereka.
PP 12 Tahun 2019 dan Permendagri 77 Tahun 2020 tidak pernah mengatur pengelolaan APBD dalam format jatah para legislator daerah. Makna Pokir adalah penyampaian aspirasi DPRD secara institusi dan kolektif kepada pihak eksekutif Pemda berdasarkan aspirasi yang mereka serap pada saat reses.
UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU 30 Tahun 2002 tentang KPK, menugaskan KPK melakukan peran penindakan, pencegahan, dan edukasi anti korupsi secara seimbang. KPK harus mengedepankan fungsi pencegahan ketimbangan penindakan dalam artian sebelum melakukan penindakan telah menempuh upaya pencegahan. Sebaliknya ketika kegiatan penindakan telah dilaksanakan, KPK wajib membantu entitas pemerintahan tersebut melakukan upaya pencegahan terjadinya kasus korupsi yang sama.
ADVERTISEMENT
Pada kasus korupsi hibah APBD Jatim, peran tersebut ternyata tidak dijalankan sebagaimana yang diharapkan. Faktanya, ketika STS digelandang ke gedung merah putih tanggal 15 Desember 2022, APBD Jatim tahun 2023 belum ditetapkan menjadi Perda. Ketika Gubernur Jatim menetapkan Perda APBD Jatim Tahun 2023 Nomor 14 Tahun 2022 tanggal 30 Desember 2022, belanja hibah Pokmas masih teralokasi sebesar Rp2,07 triliun.
Selanjutnya, Khofifah masih menandatangani Perda Nomor 9 Tahun 2023 tanggal 31 Desember 2023 tentang Perda APBD Jatim Tahun 2024 dimana terdapat alokasi belanja hibah Pokmas sebesar Rp2,28 triliun. Padahal tahun 2024 sebagai tahun politik diharapkan tidak dimanfaatkan calon pertahana sebagai kontestan Pilkada menggelontorkan belanja hibah maupun belanja sosial untuk kepentingan elektoral dalam rangka memenangkan kompetisi.
ADVERTISEMENT
Seyogiyanya KPK tidak saja memfokuskan tugas penindakan perkara korupsi belanja hibah tahun 2019-2022, tetapi juga melakukan pencegahan kemungkinan praktik korupsi tersebut menyasar alokasi belanja hibah tahun 2023 dan 2024 yang besarannya mencapai Rp4,34 triliun. KPK harus bertindak pro aktif dengan cara meminta Gubernur Jatim tidak merealisasikan belanja hibah tahun 2023 dan 2024 sebelum menyempurnakan tata kelola belanja hibah sebagaimana mestinya.
Ketika KPK melakukan OTT tanggal 14 Desember 2022, kegiatan pencegahan dapat dilakukan untuk meminta Gubernur Jatim memblokir pencairan belanja hibah Pokmas pada APBD 2023. Faktanya KPK tidak melaksanakan peran pencegahan korupsi belanja hibah Pokmas untuk tahun 2023 dan 2024. Menjelang berakhir periode kepempinan KPK 2019-2024, ketidakseriusan KPK menangani pencegahan dan pemberantasan korupsi semakin nyata.
ADVERTISEMENT
Kesan KPK dalam penanganan kasus korupsi hibah APBD tidak bekerja secara profesional dan imparsial terlihat dari belum adanya pejabat eksekutif Pemprov Jatim yang disajikan dicekal dan dinyatakan terlibat. Selain itu, penggeledahan AHI yang hanya satu bulan menjabat Wakil Ketua DPRD Jatim memperlihatkan prioritas penuntasan korupsi hibah sudah salah arah.
Mengingat pembahasan dan persetujuan APBD Jatim 2020 dilakukan setelah AHI menjadi menteri, maka keterlibatan AHI lebih ringan dibandingkan pimpinan dan anggota DPR Jatim yang lain. Apabila AHI terseret dalam pusaran korupsi dana hibah, maka berpotensi terjadinya korupsi berjamaah DPRD dengan dukungan Pemprov Jatim. Sementara itu, kesan tebang pilih penanganan kasus sulit ditepis ketika KPK meletakkan kasus korupsi tersebut merupakan peristiwa pidana sebagai perbuatan anggota DPRD dengan Pokmas.
ADVERTISEMENT