Konten dari Pengguna

Konflik Agraria: Persoalan di Indonesia Antara Harapan dan Kenyataan

Arya Nugraha Hamdani
Mahasiswa Ilmu Hukum - Universitas Pamulang
16 Oktober 2024 19:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arya Nugraha Hamdani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Agraria, Panen padi. Foto: Canva Pro
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Agraria, Panen padi. Foto: Canva Pro
ADVERTISEMENT
Konflik Agraria. Tanah merupakan aset vital bagi kehidupan dan pembangunan suatu bangsa. Di Indonesia, persoalan agraria telah menjadi isu krusial yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Sejak disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, harapan akan terciptanya keadilan dan kesejahteraan dalam pengelolaan sumber daya agraria mulai tumbuh. Namun, setelah lebih dari enam dekade berlalu, realitas di lapangan masih jauh dari ideal yang dicita-citakan.
ADVERTISEMENT
UUPA lahir dengan semangat untuk mewujudkan kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (3) yang menyatakan bahwa hak menguasai dari negara digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Lebih lanjut, Pasal 6 menegaskan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Prinsip-prinsip ini seharusnya menjadi landasan kokoh bagi pengelolaan agraria yang berkeadilan.
Sayangnya, implementasi UUPA dalam praktik seringkali menghadapi berbagai tantangan. Konflik agraria masih menjadi pemandangan umum di berbagai daerah. Ketimpangan kepemilikan tanah, alih fungsi lahan pertanian, dan sengketa lahan antara masyarakat dengan korporasi atau pemerintah menjadi potret buram persoalan agraria di tanah air.
Salah satu akar masalah yang perlu disoroti adalah ketidakseimbangan dalam distribusi dan akses terhadap tanah. Pasal 7 dan Pasal 17 UUPA sebenarnya telah mengatur tentang batas maksimum kepemilikan tanah untuk mencegah penguasaan tanah yang berlebihan. Namun, dalam praktiknya, masih banyak terjadi penguasaan tanah dalam skala besar oleh segelintir pihak, sementara sebagian besar masyarakat, terutama petani, hanya memiliki lahan yang sangat terbatas atau bahkan tidak memiliki tanah sama sekali.
ADVERTISEMENT
Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian juga menjadi isu yang mengkhawatirkan. Meskipun Pasal 10 UUPA menekankan prinsip "tanah untuk petani penggarap", kenyataannya banyak lahan produktif yang beralih fungsi menjadi kawasan industri atau perumahan. Hal ini tidak hanya mengancam ketahanan pangan nasional, tetapi juga merampas sumber penghidupan petani.
Persoalan lain yang tidak kalah pelik adalah tumpang tindih klaim atas tanah antara masyarakat adat, pemerintah, dan korporasi. Pasal 3 UUPA mengakui keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat, namun dalam praktiknya pengakuan ini seringkali diabaikan demi kepentingan investasi atau pembangunan infrastruktur.
Untuk mengatasi persoalan agraria yang kompleks ini, diperlukan pendekatan yang holistik dan berkeadilan. Pertama, pemerintah perlu melakukan peninjauan ulang dan penegakan yang tegas terhadap implementasi UUPA. Kedua, reformasi agraria yang komprehensif harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, termasuk redistribusi tanah kepada petani dan masyarakat yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, penyelesaian konflik agraria harus dilakukan melalui dialog yang inklusif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat, petani, dan kelompok marginal lainnya. Keempat, diperlukan kebijakan yang tegas untuk melindungi lahan pertanian produktif dari alih fungsi yang tidak bertanggung jawab.
Kelima, penguatan kapasitas dan akses masyarakat terhadap informasi pertanahan harus ditingkatkan untuk mencegah manipulasi dan eksploitasi. Terakhir, penegakan hukum yang adil dan transparan dalam penyelesaian sengketa tanah harus menjadi prioritas.
Menyelesaikan persoalan agraria di Indonesia bukanlah tugas mudah, namun bukan berarti mustahil. Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menegakkan prinsip-prinsip UUPA dan semangat keadilan sosial, kita dapat berharap bahwa suatu hari nanti, tanah di negeri ini benar-benar akan menjadi sumber kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT