Konten dari Pengguna

Rasulullah Sang Teladan

27 Juni 2019 16:46 WIB
clock
Diperbarui 27 Juni 2019 17:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hamdi Mansur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul sekaligus menjadi uswah hasanah (suri teladan yang baik) bagi umatnya. Allah SWT berfirman: “Laqod kaana lakum fii rosuulillaahi uswatun hasanatun” yang artinya “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab : 21). Untuk bisa mencintai dan meneladani kehidupan Nabi Muhammad secara benar, tentunya kita harus mempelajari serta mengkaji sepak terjang beliau semasa hidupnya. Seperti kata pepatah: “Tak Kenal Maka Tak Sayang.”
ADVERTISEMENT
Salah satu misi kenabian Muhammad SAW adalah memperbaiki akhlak (umatnya). Beliau diturunkan menjadi nabi dan rasul di suatu tempat yang masyarakatnya mengalami degradasi akhlak (moral, susila) yang luar biasa. Masyarakat itu adalah kaum Quraisy di Makkah. Mabuk-mabukan, berjudi, dan mengundi nasib adalah sebagian kerusakan akhlak tersebut. Karena kondisi moral yang demikian rusak, maka mereka disebut sebagai masyarakat jahiliah. Mereka jahil (bodoh) dan jauh dari nilai-nilai ketauhidan.
Orang-orang Arab pada zaman jahiliahnya, mereka adalah umat yang berselisih, terlantar, musyrik, penganut paganisme, saling berperang, dan membunuh. Mereka bodoh, hidup seperti binatang. Beginilah kondisi umat kala itu, mereka tidak punya sejarah, prinsip, dan akhlak. Mereka seperti binatang, saling berperang hanya gara-gara urusan seekor kambing, saling memutuskan silaturahim, sujud kepada berhala dan menyembah patung.
ADVERTISEMENT
Ketika Rasulullah SAW diutus, beliau membebaskan mereka dan menjadikan mereka menjadi hamba Allah. Pernah, Rabi’ bin Amir berkata kepada Rustum, panglima Persia, “Sesungguhnya Allah mengutus kami untuk mengeluarkan hamba dari penghambaan kepada hamba menuju penghambaan kepada Tuhannya hamba, dari sempitnya dunia menuju luasnya akhirat, dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam”. (Rawa’i Sirah, Dr. ‘Aidh Al-Qarni, Al-I’tishom, 2014)
Untuk memperbaiki kebobrokan akhlak itulah Muhammad SAW diutus ke tanah Arab. Beliau bersabda, “innamaa bu’itstu li-utammima makaarimal akhlaaq.” Artinya, sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Allah pun memuji keluhuran akhlak beliau sebagaimana tergambar dalam QS Al-Qalam ayat 4 yang artinya, “Sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.”
Banyak kisah bertaburan tentang keluhuran akhlak Nabi Muhammad SAW dari Anas bin Malik RA beliau berkata, “Seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lalu dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat ketika itu meneriakinya dan berkeinginan untuk mencegahnya, namun Rasulullah SAW dengan penuh bijaksana bersabda, Jangan kalian putuskan kencingnya!
ADVERTISEMENT
Maka tatkala orang tersebut selesai dari kencingnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencing itu disiram dengan satu ember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda kepadanya, Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untuk sholat dan membaca Al Qur’an dan dzikrullah.(HR. Bukhari Muslim). Dalam riwayat Imam bin Hambal, orang Badui itu berkata : “Ya Allah, sayangilah saya dan Muhammad dan janganlah engkau sayangi seorang pun.”
Rasulullah SAW dihadapkan pada kepedihan, ketabahan, kesabaran, dan ujian agar menjadi teladan bagi manusia. Rasulullah SAW pernah patah gigi depannya, kepalanya terluka, terjatuh dari kudanya, kehormatan, dan keluhurannya terlukai dan dihina, para sahabatnya dibunuh, dan menderita di perang Uhud. Namun, semua itu merupakan jalan untuk meninggikan kedudukan yang dipilih Allah untuknya. (Rawa’i Sirah, ‘Aidh Al-Qarni) Itulah dimensi manusiawi Rasulullah Muhammad SAW yang bisa mengalami peristiwa sebagaimana yang dialami seorang manusia biasa. (QS Al-Kahfi ayat 110).
ADVERTISEMENT
Maka, amat sangat pantaslah Muhammad Rasulullah SAW kita dijadikan sebagai idola dan teladan dalam segala aspek kehidupan (QS Al-Ahzab ayat 21). Beliau tidak hanya berperan sebagai tokoh spiritual, tetapi juga sebagai guru atau konselor, panglima perang, kepala negara, arsitek peradaban, suami, dan ayah teladan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika seorang Michael H. Hart, pengarang The 100: A Ranking of The Most Influential Persons in History, menempatkan Nabi Muhammad di peringkat pertama manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah. Di bawah beliau bertengger Isaac Newton (peringkat dua), Yesus (peringkat tiga), Siddharta Gautama (peringkat empat), Kong Hu Cu (peringkat lima), dan masih banyak tokoh dunia lainnya.
Salah satu cara meneladani beliau adalah dengan mencintainya melebihi cinta kita kepada kedua orang tua, anak, dan semua manusia. Rasulullah bersabda : Tidak sempurna keimanan seseorang di antara kalian hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya.(HR. Bukhari).
ADVERTISEMENT
Semoga kita bisa menjadi pengikut beliau yang mencintai, setia, serta mengamalkan ajaran dan sunahnya. Aamiin. Wallahu a’lam bish-shawab.