Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Punisment atau Reward, Perlukah Diterapkan dalam Mendidik Santri Gen Alpha?
29 Oktober 2024 18:49 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Hamidah Assolihah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Reward dan Punishment merupakan salah satu metode pendidikan yang sering digunakan termasuk dalam dunia pesantren. Santri yang berprestasi atau berkelakuan baik biasanya akan mendapatkan reward dari pihak pesantren, sementara santri yang melanggar peraturan maka akan dikenakan sanksi atau mendapat punishment untuk membuatnya jera. Namun, akhir-akhir ini tersebar beberapa penerapan sanksi pada santri yang terlalu kejam, seperti pada kasus santri di Aceh Barat yang digunduli dan disiram air cabai seusai melakukan pelanggaran berupa merokok.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya adalah, apakah reward dan punishment perlu diterapkan dalam mendidik santri generasi alpha, menimbang generasi alpha yang secara penelitian dikatakan adalah spesies manusia yang lebih mudah stres dibandingkan generasi sebelum-sebelumnya?
Ketika hendak menerapkan suatu metode pendidikan, kita sebagai pendidik perlu tahu dan paham terlebih dahulu maksud dan tujuan dari metode yang ingin kita gunakan.
Reward memiliki arti hadiah, upah dan ganjaran yang diberikan sebagai bentuk penghargaan. Hal ini dilakukan demi menghargai pencapaian santri serta memberinya semangat. Reward bisa berupa barang, seperti alat tulis, sepeda, atau keperluan sekolah lainnya. Bisa juga berupa traktiran makan di tempat yang diinginkan santri. Memberikan reward pada santri harus disertai dengan pengertian. Jangan sampai santri menjadi fanatik dengan reward, dan melakukan segalanya dengan mengharapkan reward semata.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dalam memberikan reward, kita perlu menerapkan beberapa peraturan seperti tidak terlalu sering memberikannya dan adil dalam penerapannya serta sesuai dengan usia mereka. Jangan terlalu sering memberikan reward pada santri, karena dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif pada santri. Santri menjadi pamrih, dan bisa kehilangan motivasi positif lainnya. Santri hanya akan berusaha dengan keras jika diiming-iming akan ada hadiahnya. Tentunya ini akan menjadi kebiasaan yang kurang bagus untuk perkembangan karakter santri tersebut. Berikan reward secara adil kepada para santri, sehingga tidak menimbulkan rasa iri di antara mereka. Berikan batasan kapan reward diberlakukan, dan maksimal berapa kali seorang santri boleh mendapat reward. Ini untuk mengantisipasi kecemburuan sosial di antara santri. Saat memberikan reward, orangtua juga harus memahami karakter santri. Untuk santri yang masih kecil, jangan memberikan janji yang rumit saat menjanjikan reward pada mereka. Cukup janjikan sebatang coklat, jika santri bisa tampil dengan berani saat acara pertunjukkan di sekolah. Jangan menjanjikan reward yang terlalu mewah, sekalipun pendidik atau pesantren mampu untuk mengadakannya.
Adapun punishment, hal itu adalah teguran dan gertakan yang diberikan pada santri sebagai imbalan atas pelanggaran yang telah dilakukan dengan harapan mereka jera dengan tindakan yang telah dilakukan. Namun, sayangnya pemberian punishment ini seringkali menimbulkan efek emosi negatif pada santri. Khususnya bagi santri yang sensitif. Santri akan merasa sedih, dan menjadi kurang percaya diri. Dengan demikian, para ahli parenting mengatakan bahwa penerapan punishment sebagai salah satu bentuk pola asuh, kurang efektif. Para santri yang melakukan kesalahan, seringkali tidak menyadari kesalahan mereka, bahkan tidak mengetahui letak kesalahan mereka. Punishment juga seringkali menimbulkan rasa dendam, yang jika tidak diolah dengan benar, akan berakibat kurang baik. Santri yang sering mendapat punishment, bisa menimbulkan kesalahpahaman terhadap pengasuh asrama atau pendidik. Mereka yang sensitif akan merasa bahwa para pendidik dan pengasuh tidak menyayangi mereka. Oleh karena itu, saat memberikan punishment pada santri, harus mempertimbangkan beberapa hal.
ADVERTISEMENT
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tujuan utama dari punishment itu tersampaikan adalah hendaknya pendidik menghindari memberikan punishment dalam bentuk perlakuan fisik, sebab akan menimbulkan trauma psikis pada santri. Santri yang mendapat hukuman berupa perlakuan fisik, akan menyimpan luka batin dalam waktu yang lama. Tak jarang ada yang menyimpan luka batin hingga dewasa. Jika tidak ada pembicaraan dari hati ke hati dengan pendidik, luka ini akan terbawa terus. Oleh karena itu, jangan sampai orangtua memberikan hukuman fisik pada santri.
Selain itu, menyesuaikan punishment dengan usia, karakter, dan tingkat kesalahannya adalah hal penting yang perlu diterapkan. Jangan berlebihan memberikan punishment kepada santri seperti memerintahkan santri kelas 3 lari keliling lapangan sebanyak 50 putaran. Usahakan hindari melabeli santri dengan kata-kata yang tidak baik. Terkadang masih ditemukan pendidik yang cenderung suka melabeli santri dengan kata-kata seperti anak manja, anak malas, dan label negatif lainnya. Tanpa disadari kata-kata tersebut akan melekat di alam bawah sadar santri, hingga akan menjadi karakternya. Ubahlah label tersebut menjadi kata-kata positif, sehingga akan membentuk karaktersantri yang positif juga.
ADVERTISEMENT
Saat memberikan punishment, kita juga perlu mengendalikan emosi agar tidak bertindak terlalu jauh, seperti yang terjadi pada kasus santri di Aceh Barat tersebut. Berikanlah punishment secara konsisten dan sebab yang jelas. Punishment yang diberikan sesuai dengan aturan yang berlaku pada peraturan pesantren tersebut yang telah menjadi persetujuan antara pendidik, orang tua, dan peserta didik.
Jadi, manakah yang lebih manjur untuk diterapkan dalam pendidikan santri di pesantren? Reward ataukah Punisment? Maka jawabannya adalah 2 hal tersebut sama-sama rekomended untuk diterapkan, dengan catatan harus ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan agar tujuan dari diadakannya perlakuan tersebut akhirnya tercapai.
Referensi:
Fuad, M. (2023). Implementasi Reward Dan Punishment Di Pondok Pesantren Kalimantan Timur. Jurnal Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Borneo, 4(2), 155–164. https://doi.org/10.21093/jtikborneo.v4i2.6645
ADVERTISEMENT
Gusmarni, R., & Rahman, R. (2024). Penerapan Metode Reward dan Punishment untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. JPT: Jurnal Pendidikan Tambusai, 8(1), 7392–7402. https://doi.org/10.31943/afkarjournal.v7i3.1162.Application
Julianto, L. (2024). AL-AFKAR : Journal for Islamic Studies Model Hukuman dalam Upaya Membentuk Kedisiplinan Santri Pondok Pesantren Tahfiz Putra Darul Qur ’ an Kota Mojokerto. 7(3), 70–80. https://doi.org/10.31943/afkarjournal.v7i3.1286.Model
Julita, D. (2021). Islamic Montessori Curriculum Reconstruction. Indonesian Journal of Islamic Early Childhood Education, 6(1), 1–17. https://doi.org/10.51529/ijiece.v6i1.240