Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Bom Waktu
6 November 2024 16:37 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Hammam Zhofron Abdullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, istilay paylater atau bayar nanti semakin populer dikalangan masyarakat Indonesia. Dengan segala kemudahan dan ke ‘praktisannya’ dalam melakukan transaksi jual beli barang yang ditawarkan, banyak masyarakat memilih untuk menggunakan paylater tanpa berpikir panjang. Menurut survey yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC) menyatakan bahwa sebanyak 43,9% pengguna paylater di Indonesia berasal dari generasi milenial atau yang berusia 26-35 tahun. Lalu 26,5% pengguna dari kalangan gen Z atau kelompok usia 18-25 tahun. Artinya ini menandakan bahwa semakin banyak pengguna dengan usia lebih tua yang mengadopsi paylater.
ADVERTISEMENT
Kemudahan Instan
Paylater mempermudah pembelian barang tanpa harus mengeluarkan uang di awal. Meskipun menarik namun hal ini dapat mendorong seseorang memiliki pola hidup yang konsumtif. Dimana mereka akan membeli barang yang sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan. Dalam jangka panjang, ini berbahaya karena akan terus mendorong masyarakat untuk berbelanja tanpa mempertimbangkan anggaran dan kebutuhan yang sebenarnya. Hal ini terjadi lantaran seringkali fitur paylater menyediakan bebas bunga di awal sehingga banyak orang merasa seperti tidak berhutang. Jika tidak berhati-hati, mereka akan memiliki sejumlah tagihan yang terus menumpuk setiap bulan. Memang tidak terasa di awal-awal, namun akan semakin berat dikemudian hari seperti bom waktu.
Studi menunjukkan bahwa hutang dapat meningkatkan tingkat stres dan kecemasan, terutama jika hutang tersebut tidak dikelola dengan baik. Ketika seseorang tidak mampu membayar, mereka bisa mengalami gangguan mental seperti stres finansial yang mempengaruhi kesejahteraan hidup. Meskipun paylater sering kali menawarkan cicilan tanpa bunga pada tahap awal, jika ada keterlambatan pembayaran, bunga dan denda bisa sangat tinggi. Kebanyakan platform paylater mengenakan biaya denda harian untuk setiap keterlambatan, yang dalam beberapa kasus bisa mencapai 3% dari total tagihan. Ini berarti bahwa keterlambatan pembayaran akan semakin memperberat jumlah utang yang harus dibayar.
ADVERTISEMENT
Selain itu banyak generasi muda yang belum memiliki cukup pengetahuan terkait pengelolaan keuangan. Akibatnya mereka sering menggunakan paylater yang memilki risiko bunga dan denda yang tinggi tanpa mempertimbangkan kemampuan mereka. Hutang-hutang itu terus menumpuk sehingga sulit dilunasi, apalagi jika mereka belum memiliki penghasilan tetap.
Harapan
Sebetulnya, paylater bisa menjadi solusi finansial yang berguna apabila digunakan dengan bijaksana. Namun, jika tanpa perhitungan ia dapat menimbulkan masalah besar, terutama generasi muda yang baru mandiri dalam mengelola keuangannya. Alangkah baik apabila lembaga-lembaga pendidikan maupun setiap individu yang mengerti menyuarakan hal ini. Karena dampak yang timbul akibat kurangnya edukasi terkait paylater jika sampai di suatu titik akan menyerupai bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak menghantam perekonomian di Indonesia. Dengan ini semoga kita semakin sadar dan cerdas dalam memanfaatkan teknologi finansial untuk mendukung kehidupan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Oleh : Hammam Zhofron Abdullah, mahasiswa UIN Bandung