Konten dari Pengguna

Muara Perdebatan Agama tak Kunjung Ditemukan, Langkah Apa yang Kita Ambil?

Hammam Zhofron Abdullah
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
2 Juni 2024 16:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hammam Zhofron Abdullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi umat islam (Sumber : dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi umat islam (Sumber : dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Hari ini umat Islam tengah disibukan oleh polemik memuat terkait hukum dalam muamalah beragama, baik ibadah maupun sosial. Masing-masing orang, golongan, atau ormas berusaha memaparkan argumentasi terbaik mereka terkait hukum-hukum tersebut untuk berdiskusi mencari jawaban pastinya. Namun sampai saat ini, tidak sedikit muara yang muncul tak kunjung ditemukan. Apalagi di era informasi teknologi seperti saat ini, setiap orang bebas saja mengemukakan pendapatnya di khalayak luas, dari mulai pendabat yang berkualitas sampai yang tidak berdasar pun dapat ditemukan dengan mudah. Hal ini tentu sangat beresiko bagi orang yang tidak memahami ilmu Islam secara luas sehingga khawatir terjadi kesalahpahaman.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana agar kita tidak terperosok pada pemahaman yang salah dalam beragama dan dapat menjalani agama Islam secara kaffah (menyeluruh) di era sekarang?
Dalam agama Islam, dasar yang digunakan untuk menemukan hukum-hukum berkehidupan beragama akan dirujuk pada dua hal, yaitu Al-Quran dan hadist. Tentunya mengambil kesimpulan suatu hukum dari Al-Quran dan hadist harus berdasarkan metode dan ilmu yang telah diajarkan oleh para ulama mulai dari era sahabat sampai sekarang.
Pada kesempatan kali ini, penulis rasa kita perlu untuk memahaminya walaupun sedikit cara agar memusatkan perhatian dalam menerima informasi keagamaan yang beredar di media sosial berlandaskan Al-Quran dan hadist. Penulis akan terlebih dahulu memaparkan metode sederhana dalam menganalisis suatu hadist, agar hadist yang kita ambil merupakan hadist yang teruji keontekannya sehingga layak dijadikan hujjah (landasan) beragama.
ADVERTISEMENT
1. Mengenal Hadist Perawi.
Perawi adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan hadist dari satu orang ke orang lainnya. Salah satu aspek agar suatu hadist dapat dipercaya serta diyakini kebenarannya adalah ketika Perawi hadist tersebut memenuhi kriteria sebagai orang yang terpercaya, taat pada moral dan norma-norma dalam agama Islam, serta terjaminnya integritas moral dan kapabilitas intelektualnya.
Berintegritas moral maksudnya memiliki konsistensi serta kejujuran dalam bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang dianutnya, bahkan ketika tidak ada yang mematuhi atau memberikan pengawasan. Sedangkan berkapabilitas intelektual adalah mereka yang memiliki intelektual yang tinggi, dapat berpikir kritis serta wawasan yang luas pengetahuan umum dan keilmuan agamanya.
2. Garis Sanad
Sanad adalah istilah dalam bahasa Arab yang secara harfiah berarti "rantai" atau "sambungan." Dalam konteks ulumul hadist, sanad merujuk pada daftar nama-nama perawi yang mengalami transmisi lisan dari generasi ke generasi berikutnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadist yang autentik dan layak dijadikan hujjah adalah hadist yang sanadnya tersambung, tidak terputus.
ADVERTISEMENT
Dengan mempelajari sanad suatu hadist, kita dapat menelusuri jalur transmisi suatu hadist yang didalamnya akan terkandung pengetahuan hukum-hukum dalam islam, sehingga kita yakin betul bahwa hadist yang sampai ditelinga kita benar-benar disampaikan juga oleh Rasulullah SAW.
3. Keselarasan Norma Al-Quran
Setelah memastikan Perawi sesuai dengan kriteria idealnya dan garis sanad teridentifikasi tidak ada kecacatan, maka sampailah pada metode terakhir yaitu menyelaraskan matan (isi) hadist tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma yang terkandung dalam Al-Quran.
Sebagai utusan Tuhan (Allah), tentunya Nabi Muhammad SAW tidak mungkin mengatakan sesuatu atau membuat pernyataan yang akan bertentangan dengan Al-Quran. Jika teridentifikasi ada hadist yang kandungannya justru menyelisihi Al-Qur'an maka yang harus diteliti adalah ke auntetikan hadist tersebut, apakah betul keluar dari mulut mulia Rasulullah SAW ataukah merupakan karangan dari seseorang yang ingin mengambil keuntungan dengan menjual nama Rasulullah SAW sebagai jaminan dari perkataan yang dibuat-buatnya.
ADVERTISEMENT
Karena kebenaran Al-Quran telah berkali-kali Allah jamin dan mustahil cacat jika Allah adalah jaminannya, maka Al-Quran lah yang menjadi neraca terakhir kita dalam menganalisis suatu hadist untuk diamalkan kandungannya.
Itulah metode yang juga digunakan oleh para ulama-ulama terdahulu dalam menganalisis suatu hadist dalam menguji keautentikannya. Terlepas dari kesalahpahaman atau kekeliruan dalam memahami hadis, yang perlu kita lakukan adalah berupaya mencari kebenaran yang sesungguhnya, dengan terus belajar dan belajar. Setiap orang tentu bebas mengemukakan pendapatnya, namun sebaik-baiknya pendapatnya adalah yang berdasar dan dapat dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah Azza Wa Jalla. Semoga Allah senantiasa meridhoi niat baik kita, Aamiiin.
Hammam Zhofron Abdullah, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
ADVERTISEMENT