Konten dari Pengguna

Siapkah Rakyat Indonesia untuk Berdemokrasi yang Sah?

HANA SURYANI
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15 Desember 2022 19:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari HANA SURYANI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengharapan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Pengharapan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Demokrasi merupakan suatu sistem yang melindungi hak-hak kebebasan individu serta memandang individu sebagai makhluk yang bermartabat mulia. Penerapan demokrasi yang sah adalah demokrasi yang selaras dengan pengertian di atas, yakni diterapkan dengan sebenar-benarnya arti dari demokrasi atau secara mekanisme negara yang telah ditentukan. Penerapannya di Indonesia tentu bukan hal mudah. Hal ini dipandang dari sifat multikultural rakyat Indonesia yang pada kasus-kasus tertentu dapat memicu penyelewengan asas demokrasi. Keberagaman yang ada di Indonesia dapat memicu perbedaan pendapat maupun perilaku sehingga demokrasi yang dijalankan masih terdapat beberapa penyelewengan.
ADVERTISEMENT
Salah dua kasus yang saya sorot mengenai penyelewengan demokrasi berupa perilaku main hakim sendiri dan golput, di mana hal-hal tersebut bukanlah hal tabu di Indonesia. Artinya, hingga saat ini, dua kasus di atas menjadi contoh bahwa rakyat Indonesia belum sepenuhnya siap dalam berdemokrasi yang seharusnya. Salah satu kasus main hakim sendiri menimpa seorang remaja berinisial LEH berumur 16 tahun asal Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Terungkap bahwa korban diteriaki maling pada Sabtu (5/2/22) tengah malam yang berujung korban meregang nyawa akibat dikeroyok sedikitnya enam pelaku. Dipandang dari sudut demokrasi yang sah, asas musyawarah dapat diterapkan sehingga didapat sisi terang apakah benar korban mencuri atau korban telah difitnah. Namun, perilaku main hakim sendiri tidak akan dapat mengungkap hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam UUD 1945 pasal 1 menyatakan bahwa "Indonesia adalah negara hukum" , artinya segala tindak penyelewangan hukum patut diselesaikan secara sah melalui mekanisme hukum. Sila kedua pancasila menyatakan "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Lantas, dimanakah adab dan keadilan yang mesti diperjuangkan apabila rakyat yang menjadi pemegang tertinggi dalam berdemokrasi tidak menerapkan bagaimana seharusnya seorang individu yang bermoral?
Namun, saya dapat mengambil alasan rakyat Indonesia melakukan hal tersebut, utamanya adalah sebagian besar dari mereka telah "muak" dengan keputusan hukum yang ditetapkan para penegak hukum. Sehingga muncul dugaan bahwa pelajaran yang diberikan oleh mereka lebih baik dibanding yang diberikan penegak hukum.
Selain itu, data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan angka golput pemilu 2019 sebesar 19,24 persen. Angka golput yang hampir menyentuh 20 persen ini menjadi tanda tanya di mana bentuk perwujudan demokrasi rakyat Indonesia yang seharusnya mampu memilih pemimpin bangsa secara sah melalui pemilu?. Tentu dapat dilihat bahwa dalam hal memilih pemimpin saja, masih ada rakyat Indonesia yang tidak siap untuk turut berpartisipasi dalam demokrasi.
ADVERTISEMENT
Melalui dua contoh kasus di atas, saya dapat melihat bahwa kepercayaan rakyat Indonesia terhadap pemerintah sangatlah kurang sehingga mengakibatkan kesiapan rakyat Indonesia dalam demokrasi yang sah belumlah sempurna. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dari semua komponen masyarakat dan penegak hukum untuk mewujudkan hal tersebut.