Konten dari Pengguna

Kampanye Pemilu 2024 dan Responsif Digital Generasi Z

Hana Tifhatun Nisa
Mahasiswa Universitas Andalas Departemen Ilmu Komunikasi (S1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
8 Oktober 2023 9:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hana Tifhatun Nisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai Peserta Pemilu Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di negara yang menjunjung sistem demokrasi, tempat kekuasaan tertinggi berada di naungan rakyat. Pastinya kampanye pemilu menjadi pesta demokrasi besar sebagai tempat penyaluran dari berbagai aspek penyampaian aspirasi, keluhan, dan harapan masyarakat dari berbagai kalangan.
ADVERTISEMENT
Agenda pemilu bukanlah hal yang baru di negara kita, tetapi tetap menjadi kewajiban yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya. Kampanye politik dengan masyarakat diumpamakan sebagai proses jual-beli.
Proses ini terjadi jika kedua belah pihak memiliki kesepakatan dan didukung daya tarik yang saling menyesuaikan sehingga mencapai pada tahap mufakat, maka proses kampanye dinyatakan pada tahap selesai dan berhasil.
Pencapaian mufakat tersebut akan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap citra partai politik, baik dari calon legislatif, maupun bagi calon presiden dan wakil presiden yang menjadi pusat perhatian masyarakat
Kampanye politik adalah ranah unjuk diri masing-masing calon legislatif dari partai politik dalam mengusungkan keunggulan program kerja yang dimiliki, guna mendapatkan umpan balik yang baik dari masyarakat untuk pemilu mendatang.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik itu terdapat tantangan tersendiri bagi partai politik dalam menjaga citra baik kampanyenya. Pandangan buruk mengenai desas-desus black campaign yang tersebar diberbagai media massa, propaganda negatif, serta kampanye yang membawa gimmick semata.
Tentunya hal tersebut akan menjadi pedang bermata dua, apakah menjadi keuntungan atau kerugian? Atau hanya menjadi permainan lama politik yang turun temurun tanpa pembaruan?
Dikutip dari Data Pemilih Tetap (DPT) yang dipublikasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU), persentase peserta pemilihan umum 2024 mendatang, sekitar 56,45 persen—setengah lebih dari total keseluruhan peserta pemilu—didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z atau nama bekennya “gen z” dengan rentang umur sekitar 17 hingga 24 tahun, menginjak pada usia produktif berpikir.
ADVERTISEMENT
Apakah ini penting? Tentu iya, karena generasi muda zaman kini memiliki tingkat kewaspadaan dan keunggulan dalam menyaring dan memilah isu mengenai segala hal yang berbau politik dan juga generasi yang lebih melek dan terbiasa terhadap perkembangan dan kemajuan teknologi digital.
Namun, kebiasaan generasi Z yang terlalu fleksibel menciptakan pemberontakan emosional dan ketergantungan validasi sosial. Sehingga ini menjadi tantangan baru bagi partai politik dalam taktik penyelenggaraan kampanye pemilu 2024.
Perwujudan revolusi industri 4.0 menghasilkan dunia serba daring dan berinternet untuk memudahkan segala kegiatan industri dan aktivitas manusia. Segala perkembangan dan kemajuan teknologi yang dihadirkan, membuat perubahan baru yang dikehendaki dalam menyesuaikannya oleh pribadi, suatu kelompok, maupun lembaga besar agar tidak terjadi ketimpangan ketertinggalan dan secara tidak langsung menciptakan generasi muda yang penuh informasi teknologi.
ADVERTISEMENT
Dalam segala aspek, termasuk politik negara menyinkronkan media atau saluran kuasanya, kampanye politik lah yang menjadi sorotan saat ini dengan didampingi gen Z yang memiliki pengaruh besar di dalamnya.
Media digital menjadi alat perang partai politik dalam menarik massa pendukungnya semaksimal mungkin dan juga memberi pengaruh pada respons partisipasi politik masyarakat.
Berdasarkan UU RI No.7 tahun 2017 menyatakan media sosial merupakan salah satu sarana berkampanye dalam menyebarkan berita, menyampaikan informasi, dan memobilisasi berbagai aktivitas politik dengan cara berinteraksi, mengekspresikan dan menginovasikan ide dalam strategi komunikasi politik.
Akan tetapi, semua itu dianggap formalitas belaka, banyak oknum-oknum yang menyalahgunakan media online massa, seiring semakin panasnya pergulatan kampanye politik.
Oleh sebab itu, pengimplementasian komunikasi media online dalam penyelenggaraan kampanye yang berbasis gen Z dalam menarik perhatian respons baik generasi Z. Pengaruh keterlibatan besar generasi Z dalam berkampanye di tahun 2024 kelak, menghadirkan kontribusi besar bagi kandidatnya.
ADVERTISEMENT
Keakraban generasi Z dengan teknologi, menjadikannya penguasa dunia maya. Segala berita, isu dan permasalahan yang disebarluaskan, akan mempengaruhi respons generasi Z. Keterlibatan ini dapat menggiring dari berbagai kacamata publik terhadap ulasannya. Tidak dapat dimungkiri, keinginan setiap kandidat dalam menguasai suara dan dukungan dari generasi Z.
Responsif generasi Z yang relatif dominan ini sangat mempengaruhi atmosfer berkampanye kelak, dilihat dari gaya komunikasi digital generasi ini yang mampu dan mudah menggiring opini, menyampaikan indikasi dalam menarik pusat perhatian, dan kemungkinan terlibat dalam perilaku partisipasi politik yang kontroversial.
Kemudahan akses di media sosial dalam mengekspresikan berupa membagikan postingan pemilu, mengomentari berita pemilu, dan bereaksi dengan emosi pada isu pemilu. Jembatan antara politik dengan gen Z bisa menjadi penghubung atau jurang tersendiri.
ADVERTISEMENT
Memaknai dari segala perspektif penggunaan media daring tidak mampu dikendalikan kepada arah yang benar yang dibumbui kampanye gelap menambah kesan buruk, secara tidak langsung menarik oknum berbuat ujaran kebencian, perundungan dunia maya, dan berbagai cybercrime lainnya.
Bagaimana strategi generasi Z dalam menampung segala isu politik mendatang? Diharapkan partisipasi baik generasi Z terhadap kegiatan politik atas keikursertaan di dalamnya dengan kesadaran teknologi dan kesadaran hidup berdemokrasi dalam menyampaikan aspirasinya.
Sehingga menciptakan politik dan generasi yang sehat hubungannya dan tentunya dari seluruh suara pemilu dapat dimanfaatkan pada tempat yang tepat, tidak hanya untuk dimanfaatkan sebagai dominasi suara. Namun, bisa menjadi catatan baru yang baik untuk keberlangsungan pemimpin negara dan kehidupan warga negara kelak.
ADVERTISEMENT