Konten dari Pengguna

Optimalisasi Penyerapan Anggaran Negara pada Sektor Kesehatan di Masa Pandemi

Hana Salsabila Putri
Mahasiswi Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia
2 Januari 2022 10:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hana Salsabila Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh pcess609 melalui Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh pcess609 melalui Pixabay
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020, perekonomian Indonesia menghadapi tantangan yang diakibatkan oleh penurunan perekonomian secara global sehingga berdampak pada perekonomian nasional serta sisi permintaan dan penawaran (Kementerian Keuangan). Realisasi pendapatan negara pada tahun 2020 adalah sebesar Rp1.633,6 triliun atau tumbuh secara negatif sebesar -16,7%. Pemerintah memberikan berbagai bentuk insentif terutama pada sisi perpajakan yang terimbas, seperti PPh 21 DTP dan pengurangan PPh pasal 25 (Kementerian Keuangan). Sedangkan, jika dilihat dari realisasi belanja negara yaitu mencapai Rp2.589,9 triliun dengan rincian sebesar Rp1.827,4 triliun belanja Pemerintah Pusat, sebesar Rp772,3 triliun untuk realisasi belanja non K/L, serta sebesar 762,5 triliun untuk transfer ke daerah.
ADVERTISEMENT
Target pendapatan negara pada APBN 2021 akan mengalami peningkatan menjadi Rp1743,6 triliun atau tumbuh sebesar 6,7% dibandingkan dengan realisasi tahun 2020. (Kementerian Keuangan). Sedangkan, dari sisi belanja negara adalah sebesar Rp2.750 triliun dengan rincian sebesar Rp1.954,5 triliun untuk belanja Pemerintah Pusat dan Rp79,5 triliun untuk transfer ke daerah (Kementerian Keuangan). Pada tahun 2021, APBN masih diprioritaskan untuk sektor kesehatan melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai instrumen utama sebagai dampak terjadinya pandemi Covid-19. Namun, dari total alokasi anggaran tersebut, penyerapan anggaran di sektor kesehatan masih rendah. Permasalahan penyerapan dana anggaran di sektor kesehatan yang masih rendah diakibatkan karena rumitnya administrasi proses reimbursement. Proses administrasi di sektor kesehatan masih rumit (Saputra).
ADVERTISEMENT
Sektor kesehatan sendiri pada APBN tahun 2021 menganggarkan dana sebesar 111,7 triliun atau sekitar 5,7% dari total APBN 2021. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang dibuat dalam menangani Covid-19 di Indonesia, yaitu anggaran kesehatan harus minimal 5% dari anggaran keseluruhan dalam APBN, tetapi jika dibandingkan dengan beberapa sektor lainnya, sektor kesehatan masih cenderung rendah dalam penganggaran dananya. Tiga sektor dengan alokasi terbesar justru ada pada sektor pelayanan pelayanan umum, ekonomi dan perlindungan sosial dengan masing-masing rasio alokasi sebesar 26,9%, 26,2% dan 13,3% dari total APBN 2021. Terlebih lagi dengan alokasi dana yang sudah cukup rendah, penyerapan realisasi dari anggaran kesehatan masih belum maksimal. Kinerja serapan bidang kesehatan sendiri termasuk terendah dibandingkan dengan skema PEN lainnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah anggaran penanganan Covid-19 tidak memiliki kejelasan menentukan sektor K/L mana yang memiliki kewenangan, sehingga berpengaruh pada rendahnya serapan (FITRA). Juga, seharusnya fasilitas kesehatan di masa pandemi dapat lebih dimaksimalkan kembali karena terdapat beberapa masalah yang menghambat proses realisasi anggaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, pemerintah menyediakan berbagai fasilitas kesehatan untuk masyarakat yang terpapar Covid-19. Mulai dari menyiapkan fasilitas rawat jalan sampai rawat inap. Pemerintah juga menunjuk beberapa rumah sakit sebagai rumah sakit rujukan covid-19. Namun seiring dengan peningkatan pasien covid-19 secara signifikan, rumah sakit lainnya pun harus ikut turun tangan menampung pasien covid-19. Dengan banyaknya rumah sakit yang menampung pasien covid-19, menyebabkan pemerintah menganggap pembiayaan paling efektif dan efisien adalah dengan sistem klaim dimana tanggungan biaya pasien akan terlebih dahulu ditanggung oleh rumah sakit dan selanjutnya dengan menyertakan dokumen-dokumen yang telah ditentukan baru akan diklaim oleh pemerintah. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.01/MENKES/4344/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19 Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Covid-19.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya ketentuan tersebut, menyebabkan beban awal perawatan pasien menjadi beban cash flow rumah sakit. Hal ini dikarenakan penggantian dana yang diberikan oleh pemerintah sangat lambat prosesnya. Administrasi yang panjang menjadi penyebab utama dari lambatnya proses klaim biaya tersebut. Banyak pula rumah sakit yang ditolak dokumennya dan menjadi dispute dalam proses klaim. Bagi rumah sakit yang dokumen-dokumennya kurang atau ditolak, harus memperbaiki atau melengkapi terlebih dahulu lalu baru mengajukan kembali dana bantuan fasilitas kesehatan dari pemerintah. Maka dari itu, banyak rumah sakit yang saat ini masih menunggu cairnya dana klaim dari pemerintah karena lamanya audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan beberapa dokumen lain yang masih tertahan karena dispute antara pihak rumah sakit dengan Kementerian Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan dalam Keterangan Pers Update Pembayaran Klaim Rumah Sakit pada hari Jumat, 25 Junis 2021, mengakui bahwa tunggakan klaim Covid-19 saat ini sudah mencapai Rp36,65 triliun per tanggal 31 Mei 2021. Dari total tunggakan klaim Covid-19 tersebut, pemerintah sudah membayar sebanyak Rp14,56 triliun yang terdiri atas tunggakan klaim Covid-19 tahun 2020 dengan Rp5,6 triliun memakai anggaran Kementerian Kesehatan tahun 2021. Selain pembayaran tunggakan tersebut, Kementerian Kesehatan juga telah membayarkan klaim Covid-19 sebesar Rp10,53 Triliun untuk periode 2021 ini dengan total anggaran kesehatan pada tahun 2021 adalah sebesar Rp23,94 triliun.
Permasalahan lama yang masih sulit diatasi oleh pemerintah Indonesia adalah sinergi dari pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Banyaknya kebijakan serta anggaran yang dirancang oleh pemerintah pusat sering kali tidak direalisasikan dengan baik oleh pemerintah daerah. Hal ini tentunya sangat berpengaruh dalam pemulihan di saat pandemi ini. Ekonom Dhenny Yuartha dari Institute of Development on Economics and Finance (INDEF) menilai bahwa terdapat tiga faktor utama yang menghambat penyerapan anggaran penanganan Covid-19 di daerah. Pertama adalah kapasitas fiskal yang dimiliki tiap daerah di Indonesia cenderung sempit sehingga penyerapan di daerah menjadi kurang maksimal. Dengan adanya pandemi ini, kapasitas fiskal tiap daerah juga semakin dibatasi dan lebih berhati-hati dalam penggunaan anggaran-anggaran yang ada untuk bertahan di masa pandemi ini. Kedua, terdapat persoalan kapasitas birokrasi dan komitmen politik pada tiap daerah di Indonesia yang berbeda-beda menjadikan penyaluran serta penyerapan anggaran penanganan Covid-19 kurang maksimal. Terakhir, telah menjadi suatu kebiasaan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang seringkali memiliki pola penyerapan anggaran yang besar di akhir periode anggaran tersebut. Hal ini tentunya menjadikan alokasi di tiap-tiap sektor yang ada jadi kurang efisien.
ADVERTISEMENT
Dengan permasalahan-permasalahan yang ada di Indonesia ini dalam menangani Covid-19 menjadikan keefektifan dan keefisienan dalam penyerapan anggaran kesehatan menjadi tidak maksimal. Maka dari itu, pemerintah diharapkan dapat segera menangani permasalahan-permasalahan tersebut. Untuk permasalahan terkait klaim rumah sakit untuk dana fasilitas penanganan Covid-19, pemerintah dapat mensinergikan sistem administrasi seluruh rumah sakit yang turut menangani Covid-19 langsung dengan Kementerian Kesehatan agar seluruh dokumen-dokumen yang diperlukan ada dalam satu jaringan yang sama sehingga bisa mengurangi dispute yang terjadi pada proses klaim. Selain itu, dengan adanya sinergi data-data pasien dengan Kementerian Kesehatan, menjadikan sistem administrasi secara keseluruhan menjadi lebih tertata. Untuk permasalahan terkait dengan sinergi pemerintah pusat dan daerah juga sama. Pemerintah dapat membuat sistem administrasi yang sudah terhubung langsung dari tiap daerah ke pemerintah pusat agar semua data tidak ada yang terselip atau sampai hilang, sehingga dalam sosialisasi kebijakan dan penyaluran anggaran lebih tertata.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Anggaran Kesehatan, 2010-2021. Direktorat Penyusunan APBN. http://www.data-apbn.kemenkeu.go.id/Dataset/Details/1008
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Informasi APBN 2021. https://www.kemenkeu.go.id/media/16835/informasi-apbn-2021.pdf
Kementerian Keuangan. (2021). APBN Berperan Penting Menahan Dampak Covid-19 Terhadap Perekonomian. https://setjen.kemenkeu.go.id/in/post/apbn-berperan-penting-menahan-dampak-covid-19-terhadap-perekonomian
Kementerian Keuangan. APBN 2021 Mempercepat Akselerasi Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. 27 January 2021. 20 August 2021. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/apbn-2021-mempercepat-akselerasi-pemulihan-ekonomi-dan-penguatan-reformasi/