Konten dari Pengguna

Membangun Harapan di Kampung Mongol: Perjuangan Sukarelawan dalam Pendidikan

Putri Hana Tsabitha
Mahasiswa Universitas Pancasila (Fakultas Ilmu Komunikasi
28 Oktober 2024 16:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Hana Tsabitha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di perbukitan hijau Kampung Mongol, sekelompok generasi muda sukarelawan bersatu dengan semangat membara untuk mengubah nasib anak-anak terpinggirkan. Melalui belajar pendidikan yang penuh cinta, mereka membangun harapan menjadi relawan di tengah tantangan, menciptakan cahaya masa depan bagi generasi yang ingin belajar.
Aktivitas sekolah nusantara di kampung mongol, Bogor (sumber foto : dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas sekolah nusantara di kampung mongol, Bogor (sumber foto : dokumen pribadi)
Bogor, Jawa Barat – Di tengah hijaunya perbukitan Kampung Mongol, sekelompok sukarelawan berkumpul dengan satu misi mulia: membawa pendidikan kepada anak-anak yang terpinggirkan. Di komunitas kecil ini, harapan dibangun melalui ketulusan dan semangat yang membara. Mereka adalah anggota komunitas Senyum Anak Nusantara (SAN) Chapter Bogor, yang berusaha mengubah nasib anak-anak yang kurang beruntung.
ADVERTISEMENT
Di sebuah ruangan sederhana, anak-anak berusia 5 hingga 12 tahun berkumpul dengan wajah ceria meski di tengah tantangan yang mereka hadapi. "Mengajar bukan hanya soal buku dan angka, tetapi tentang memberi harapan," ujar salah satu pengajar, menyampaikan komitmen mereka untuk tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan yang penting.
Salah satu program unggulan yang mereka jalankan adalah “Sekolah Nusantara,” sebuah inisiatif yang tidak hanya bertujuan mengajarkan literasi, tetapi juga menumbuhkan empati dan semangat juang dalam belajar. Dalam suasana belajar yang penuh keceriaan, anak-anak diajak untuk memahami berbagai kecakapan penting dalam kehidupan sehari-hari. Literasi baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewarganegaraan menjadi fokus utama.
Namun, di balik keceriaan tersebut, tantangan tak dapat dihindari. Alsyaila, seorang pengajar, mencerminkan realitas yang dihadapi saat mengajar di Kampung Mongol. “Selama saya mengajar di sini, saya menemukan banyak anak yang masih kesulitan membaca dan menulis. Bahkan, ada yang belum bisa melakukannya sama sekali,” ujarnya. Dengan pendidikan yang masih kurang merata, terutama di daerah terpencil, perjuangan mereka menjadi semakin berarti.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, Alsyaila membagikan tantangan lain yang dihadapi dalam proses belajar. “Banyak anak kecil yang belum sekolah, jadi sulit untuk diajari. Mereka belum memahami hal-hal dasar, sehingga kita kesulitan saat mengajarkan materi baru. Misalnya, saat diminta untuk tepuk konsentrasi, mereka bilang, ‘Aku tidak bisa ngomongnya, Kak,’” ceritanya dengan nada penuh pengertian. “Mereka gampang bosan, jadi baru belajar sedikit saja langsung lari-larian,” tambahnya, menyiratkan tantangan yang harus dihadapi para pengajar.
Di tengah segala rintangan, semangat untuk menciptakan metode pembelajaran yang menarik tak surut. Menggabungkan permainan dan aktivitas fisik menjadi salah satu solusi untuk menjaga perhatian anak-anak. Dengan pendekatan yang kreatif, pengajar berupaya menjadikan proses belajar tidak hanya bermakna tetapi juga menyenangkan.
ADVERTISEMENT
“Setiap langkah kecil yang kami ambil akan memberikan dampak positif bagi perkembangan mereka,” tutup Alsyaila dengan penuh harapan. Dalam perjuangan ini, komunitas Senyum Anak Nusantara (SAN) Chapter Bogor telah membuktikan bahwa pendidikan yang lahir dari hati dapat menjadi cahaya harapan bagi generasi muda di pelosok negeri.