Konten dari Pengguna

Refleksi Sejarah Paus Perempuan dalam Novel Pope Joan

Handhyka Permana
Mahasiswa Sastra Indonesia
27 Mei 2022 20:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Handhyka Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto novel Pope Joan karya Donna Woolfolk Cross
zoom-in-whitePerbesar
Foto novel Pope Joan karya Donna Woolfolk Cross
ADVERTISEMENT
Pope Joan adalah novel yang bercerita tentang kisah legenda seorang Paus perempuan bernama Joan atau Paus Yohanes atau Yohana di abad kesembilan. Selama seribu tahun lebih, keberadaannya selalu diingkari dan menjadi sosok kontroversial dalam sejarah, perempuan yang menyamar menjadi seorang laki-laki dan berhasil memegang tampuk tertinggi kepausan selama dua tahun.
ADVERTISEMENT
Kisahnya berawal dari kelahiran seorang anak perempuan. Kelahiranya tersebut di anggap sia-sia oleh Ayahnya Sang kanon desa (semacam pendeta atau imam) yang sangat konservatif. Menurutnya kelahiran seorang anak perempuan adalah hukuman dari Tuhan atas dosa-dosanya. Anak perempuan itu kemudian diberi nama Joan atau Johana.
“Dosa turun melalui kaum perempuan” (Hal-21)
“Joan. Ia akan di panggil dengan nama Joan.” (Hal-22)
Joan lahir dari rahim seorang Ibu bernama Gudrun. Ia adalah seorang Ibu yang sangat penyayang terutama pada Joan. Gudrun selalu berbagi cerita tentang asal-usulnya. Gudrun berasal dari bangsa Sexon yang di anggap kafir oleh Sang Kanon, karena menyembah Dewa-dewi. Sang Kanon mengajaknya mengikuti Tuhan orang Kristen, dan menjadikannya seorang istri.
“Gudrun mendengarkan cerita anaknya, membelai dan mengelus putrinya, serta membisikan kata-kata yang meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.” (Hal-25)
ADVERTISEMENT
“Baiklah, Burung puyuh kecilku. Akan kuceritakan kepadamu kisah itu karena kau benar-benar tahu bagaimana cara memintanya.” (Hal-28)
“Seorang perempuan kafir dari Sexon yang jiwanya telah saya menangkan dengan kerja keras bagi Kristus” (Hal-122)
Joan adalah anak bungsu, ia mempunyai dua orang kakak laki-laki yaitu Matthew dan John. Matthew kakak pertamanya adalah guru pertamanya Joan yang mengajarinya menulis dan membaca, walau kegiatan belajarnya itu sembunyi-sembunyi, sebab ayahnya Sang Kanon melarang perempuan untuk belajar menulis dan membaca. John adalah kakak kedua Joan. Berbeda dengan Matthew dan Joan yang pintar, John justru sebaliknya, lemah dalam pelajaran. Tapi, sepintar-pintarnya Joan, ia tetaplah anak perempuan yang selalu saja menjadi sasaran amarah sang ayah setiap kali menunjukkan kecerdasannya.
ADVERTISEMENT
“Aku dapat membaca tulisan dalam bahasa latin sedang John tidak, pikirnya dengan keras kepala. Kenapa aku tidak boleh hanya karena aku seorang anak perempuan.” (Hal-52)
“Aku bisa membaca. Matthewlah yang mengajari aku . Kami merahasiakannya sehingga tidak seorang pun tahu.” (Hal-54)
Joan sangat berbeda dari kebanyakan gadis. Ia sangat bersemangat untuk belajar, tidak mudah menerima keadaan, dan memiliki kemampuan berpikir dan menganalisis jauh melampaui usianya. Namun sayangnya kemampuannya tidak didukung oleh ayahnya. Pada saat itu, status perempuan sangat rendah dibandingkan dengan laki-laki. Membaca dan menulis dilarang. Jika ada kelas membaca dan menulis, itu hanya untuk anak laki-laki. Jika ada sekolah, itu hanya untuk anak laki-laki.
“Anak-anak perempuan lain di desanya tidak ada yang memiliki ketertarikan semacam itu.Mereka sudah merasa puas dengan duduk-duduk bersama tanpa memahami satu kata pun yang mereka ucapkan. Mereka menerima apa saja yang dikatakan kepada mereka dan tidak bertanya lebih lanjut. Mereka juga memimpikan hadirnya seorang suami yang baik, yang dalam pengertian mereka adalah seorang laki-laki yang akan memperlakukan mereka dengan lembut dan tidak memukuli mereka, dan sebidang tanah yang bisa mereka garap. Mereka sama sekali tidak memiliki keinginan untuk melangkah dan meninggalkan desa mereka yang aman dan familiar. Joan tidak sanggup memahami mereka seperti mereka yang tidak mampu mengerti dirinya.” (Hal-67)
ADVERTISEMENT
"Saya sulit sekali memercayai pendengaran saya tadi! Anda akan mengajar anak perempuan itu dan bukannya putra saya?" (Hal-73)
"Seorang perempuan menjadi akademisi!" Sang kanon mulai marah besar. "Ia akan mempelajari teks-teks suci, sementara kakaknya tak dipedulikan? Saya tidak akan mengizinkannya. Anda boleh memilih, mengajar kedua-duanya atau tidak sama sekali" (Hal-73)
Keberuntungan bagi Joan ketika ilmuwan dari Yunani Aesculapius datang ke rumahnya. Suatu hari, Joan akhirnya bisa membuktikan kepintarannya di hadapan Aesculapius dan ayahnya. Ayahnya marah, sedang Asculapius terkesan dan kagum saat menyaksikan seorang anak perempuan itu mampu menguraikan kandungan makna dalam Alkitab. Kemudian Aesculapius memutuskan untuk membimbing Joan belajar dengan tangannya sendiri.
“Mungkin, besok aku dapat berbicara kepadanya, pikirnya. Mungkin, aku akan punya kesempatan untuk menunjukan kepadanya bahwa aku bisa membaca.” (Hal-63)
ADVERTISEMENT
“Keangkuhan seperti apa yang ingin kau perlihatkan dengan berkata seperti itu?” (Hal-66)
“Anak itu menunjukan kecerdasan yang luar biasa. Aku akan membimbingnya sendiri.” (Hal-71)
Joan memiliki ambisi yang luar biasa untuk belajar. Dalam kegelapan malam, yang hanya di terangi cahaya lilin, ia mampu membaca halaman demi halaman buku yang sangat berharga. Buku itu adalah sebuah amanah dan kenang-kenangan yang diberikan oleh Asculapius ketika ia akan pergi meninggalkan Joan ke Yunani.
"Sekembalinya ke meja, ia memegang lilin tersebut dekat-dekat dengan buku yang hendak dibacanya. Nyalanya kecil saja dan itu pun berkedap-kedip, tetapi dengan sedikit usaha ia akhirnya berhasil membaca baris-baris yang tertulis dengan tinta hitam itu. Huruf-hurufnya yang terukir rapi, menari riang ketika ditingkah oleh nyala api lilin yang berkelap-kelip. Mereka melambai-lambai dan mengajak Joan agar menyusurinya lebih jauh lagi. Sejenak Joan berhenti dan mengecap nikmatnya saat itu. Kemudian, ia membalik halaman baru dan mulai membacanya lagi." (Hal-99-100)
ADVERTISEMENT
Kegigihan ini kemudian membuahkan hasil. Akhirnya, datanglah utusan uskup kerumahnya membawa surat yang berisi perintah untuk menjemput seorang anak perempuan bernama Johanna yang di panggil uskup untuk belajar di schola, tetapi ayahnya menolak, kemudian John lah yang di tunjuk untuk berangkat, akhirnya secara diam-diam Joan pun kabur dari rumah untuk menyusul John. Di sana ia bertemu dengan orang tua angkatnya, Gerold, yang kemudian menjadi kekasihnya.
Joan menikmati hidup di lingkungan barunya di Dorstadt, belajar di schola, tinggal bersama keluarga, istri, dan anak Garold, tiba-tiba orang Viking menyerbu desa mereka. Saat ini Garold tidak ada di desa. Saudaranya John dan orang-orang yang dia kenal meninggal. Joan selamat, ia memotong pendek rambutnya menyamar sebagai seorang laki-laki lalu menggunakan identitas kakaknya John Anglicus untuk memasuki pertapaan Benediktin di Fulda. Dia dikenal luas sebagai cendekia dan tabib. Di sinilah petualangan dan kariernya dimulai.
ADVERTISEMENT
Setelah kematian ayahnya di Fulda, ia beziarah ke Roma. Penghidupan Joan di Roma lebih cerah, ia juga bertemu kembali dengan Gerold setelah terpisah sekian lama. Prestasinya di dunia akademik dan keagamaan perlahan meningkat. Karena kecerdasan Joan yang luar biasa dalam berbagai bidang pengetahuan, kebijaksanaan dan kedokteran, ia menjadi Paus perempuan yang kemudian sejarahnya di hilangkan karena dianggap penghinaan dan dosa besar.
Uskup Agung Arnaldo kemudian menjadi ujung tombak untuk menulis kisah Paus Joan. Dia melakukan ini selain karena dorongan kesetiaan pribadi juga karena hasratnya untuk melihat kebenaran dinyatakan dan diketahui secara luas. Arnaldo yang bernama kecil Arnalda, sesungguhnya adalah putri seorang pelayan dari Frankland bernama Arn dan istrinya, Bona, yang rumahnya pernah disinggahi Joan setelah melarikan diri dari Fulda. Saat itu, Arnalda masih seorang bocah perempuan kecil, Tetapi ia tidak pernah dapat melupakan Joan yang dulu pernah memberinya pelajaran sampai Arnalda akhirnya mulai mampu membaca dan menulis.
ADVERTISEMENT