Apa Perbedaan Kebebasan yang Ada di Indonesia dan Amerika Serikat?

Handika Dewa
Mahasiswa Sastra Inggris UIN Maliki Malang
Konten dari Pengguna
29 Juli 2021 17:28 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Handika Dewa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kebebasan wanita. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebebasan wanita. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Kebebasan, naluri yang dimiliki setiap manusia untuk hidup di muka bumi ini. Kebebasan memiliki arti yang sangat luas dalam hal apa pun, baik itu untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Kebebasan bisa bermakna kebebasan untuk berpendapat, beragama, berpolitik, yang harus dimiliki oleh setiap orang. Kebebasan adalah hak yang dimiliki seseorang untuk tampil berbeda dari orang lain.
ADVERTISEMENT
Meskipun kebebasan memiliki makna literal yang tidak terikat oleh apa pun, namun makna tersebut dipersempit ketika hidup bermasyarakat, tanpa terkecuali di Negara Indonesia. Kita tidak bisa mendapatkan kebebasan sepenuhnya karena menurut sepatutnya mereka masih terikat dengan manusia lain yang nantinya akan membentuk suatu budaya. Itu berarti kebebasan sejati tidak ada, bahkan di Amerika Serikat.
Seperti kebanyakan orang tahu bahwa Amerika adalah satu-satunya tempat di bumi di mana setiap individu bebas untuk memenuhi impian mereka. Kebebasan berekspresi mereka dilindungi oleh Konstitusi Amerika Serikat dalam Amandemen Pertama. Semua kebebasan juga telah diatur sedemikian rupa, namun ada perbedaan kebebasan yang di alami di negara ini dengan beberapa kebebasan di Amerika Serikat yang pernah ada di beberapa artikel jurnal.
ADVERTISEMENT

Kebebasan yang Ada di Indonesia dilindungi Oleh UUD

Hidup selama 20 tahun di Negara Indonesia, lebih tepatnya tinggal di Pulau Jawa yang merupakan pusat perekonomian nasional. Tentu banyak hal yang dapat di ketahui terkait kebebasan, entah itu dari pengalaman hidup atau cerita yang pernah di dengar langsung dari orang-orang terdekat. Dalam lingkup keluarga, jika orang tua kita muslim dan melahirkan kita, maka kita terlahir sebagai muslim. Hal ini karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahkan jika minoritas melahirkan bayi, mereka akan terikat oleh agama orang tua bayi sejak lahir. Budaya ini akan terus ada di berbagai belahan dunia hingga manusia mati.
Di Indonesia, kebebasan beragama pada dasarnya merupakan salah satu hak asasi manusia yang hakikatnya bersifat manusiawi, universal, dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun. Lain halnya dengan Pembukaan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“Hukum Hak Asasi Manusia”). Negara juga menjamin kebebasan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya [Pasal 29 ayat (2) UUD 1945].
ADVERTISEMENT

Bagaimana dengan Amerika Serikat?

Tidak jauh berbeda dengan Indonesia, di Amerika Serikat kebebasan beragama merupakan hak yang dilindungi secara konstitusional sebagaimana diatur dalam klausul beragama dalam Amandemen Pertama. Artinya kebebasan beragama bagi warga negara Amerika Serikat telah dilindungi oleh negaranya, meskipun ketika dewasa nantinya akan menentukan sendiri agama mana yang akan dipilih.
Selain itu, perbedaan budaya itu pasti, ada pepatah yang mengatakan “Di mana bumi diinjak, di situ langit dijunjung”. Artinya di mana kita menginjakkan kaki, kita harus selalu menghormati adat tempat tersebut. Jadi selama kita hidup di dunia kita harus selalu menghormati adat di mana pun kita tinggal. Sayangnya, budaya di Indonesia sendiri masih memegang budaya patriarki. Di mana hak dan kebebasan perempuan telah dibatasi oleh laki-laki. Budaya feminisme yang dimiliki Amerika Serikat telah berhasil membuat perempuan diperlakukan sama dengan laki-laki, seperti pada kelompok etnis lainnya. Tapi setidaknya masyarakat Indonesia masih memiliki rasa sosial yang baik.
ADVERTISEMENT
My body my choice” salah satu prinsip yang di pegang oleh sekelompok wanita di Amerika Serikat. Namun jangan lupa juga pepatah “Ketika di Roma, lakukan seperti yang dilakukan orang Romawi” yang artinya kita tidak bisa tiba-tiba datang ke tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat dengan pakaian yang memperlihatkan belahan dada, atau bagian mana pun yang terbuka. Dalam kasus ini, ketika banyak turis asing dengan budaya kebebasan berpakaian mereka datang ke tempat suci di salah satu pegunungan di Indonesia, tentunya sudah ada aturan yang tercantum tetapi mereka tetap mengabaikannya meskipun telah diingatkan. Memang tidak semua turis asing seperti itu, tapi kebanyakan begitu. Terkadang mereka mengambil kata "kebebasan" secara sembarangan.
Kebebasan berpendapat dan berekspresi dibatasi oleh budaya di Indonesia. Demonstrasi besar-besaran tak terbendung di mana saja, termasuk di Indonesia, yang disayangkan adalah bahwa pemerintah telah membungkam kebebasan berbicara kita. Aspirasi yang disampaikan hanya sampai di depan gerbang. Tidak ada perwakilan dari pemerintah yang datang menemui para mahasiswa. Apalagi setelah itu banyak mahasiswa yang diam-diam diculik karena dianggap dalang kerusuhan, padahal jika perwakilan rakyat bertemu dengan mahasiswa akan meminimalisir gejolak. Penculikan dan pemukulan itu menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat di media sosial.
ADVERTISEMENT
Hinaan-hinaan dan kata-kata kasar bermunculan di berbagai kolom komentar di media online. UU ITE sebagai pedoman tertulis siap menjerat siapa saja yang memberikan komentar negatif kepada pemerintah. Sebagai manusia yang beradab, Indonesia menjunjung tinggi karma dalam hal kesopanan dan kesopanan.
Tidak seperti di Amerika, mereka mengkritik pemerintah dengan kebebasan berpendapat. Baik itu dengan berbicara kasar, mengacungkan jari tengah, mencakar wajah pemimpinnya tanpa hukum yang akan menjerat mereka di penjara. Konstitusi Amerika Serikat melindungi kebebasan berbicara termasuk pendapat yang merendahkan orang lain, bahkan yang paling kuat sekalipun. Siapa pun boleh mengkritik presiden atau pemerintah di negeri ini karena dianggap tidak suci. Mengkritik atau menghina presiden dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin dalam Konstitusi AS.
Ilustrasi Kebebasan Pers. Foto: Pixabay/ geralt
Sementara itu, ternyata menjadi anggota pers juga berkaitan dengan kebebasan berekspresi, yaitu kebebasan pers. Menjadi jurnalis harus mengikuti kode etik jurnalistik yang telah ditetapkan di Indonesia. Meski begitu, apa yang telah di temui di internet dan media online lainnya banyak terdapat media pers yang menyimpang. Tahun lalu, lebih tepatnya, 2019 merupakan tahun di mana bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum serentak untuk menentukan wakil rakyat pada periode berikutnya.
ADVERTISEMENT
Pesta demokrasi yang digelar membuat media online atau media massa menjadi senjata utama mereka di kalangan politisi. Artinya, beberapa orang yang tidak bertanggung jawab di dunia jurnalistik rela menyebarkan berita bohong hanya untuk mencapai tujuannya. Begitu pula sebaliknya, pers yang membahas kebobrokan pemerintah juga akan ditangkap. Perhatikan berita tentang Partai Komunis Indonesia. Sejarahnya gelap dan seharusnya ditujukan kepada publik untuk keaslian cerita, tetapi dilarang oleh pemerintah.
Berbanding terbalik dengan kasus di Amerika, kebebasan pers dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat, yang sangat penting bagi demokrasi. Dalam artian pemerintah harus bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Media adalah pengawas, mereka bebas melaporkan dan menyelidiki pelanggaran pemerintah. Ini juga merupakan gagasan yang dihadirkan secara dinamis, di mana media menjadi wahana bagi warga biasa untuk memperoleh berbagai macam informasi dan mengekspresikan diri. Sejujurnya, saya ingin berita transparan seperti itu.
ADVERTISEMENT
Kebebasan mutlak tidak akan pernah ada karena manusia yang satu dengan manusia yang lain juga ada batasnya. Budaya yang menjadi salah satu faktor kebebasan terkotak-kotak. Selama hidup di Indonesia ini, banyak orang mengalami hal-hal yang dapat merenggut kebebasan warga negaranya dan yang tidak jauh dari pemerintah. Banyak peraturan yang ambigu dan membatasi kebebasan di sini.
Sedangkan di Amerika Serikat, ada yang namanya kebebasan berekspresi, yang terdiri dari kebebasan berbicara, beragama, petisi, pers, dan berkumpul. Istilah umum yang tercatat adalah kebebasan berekspresi. Melindungi hak individu atas kebebasan berekspresi tertulis dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS. Amerika Serikat adalah alam mimpi bagi individu yang menginginkan kebebasan, tetapi mereka belum tentu bebas seperti yang mereka inginkan. Ada sesuatu yang harus dibayar untuk kebebasan itu.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya keduanya menyatakan kebebasan yang menekankan pada budaya antara Indonesia dan Amerika Serikat berbeda-beda. Seolah-olah sedang menumpang di rumah orang tua yang harus mengikuti peraturan di rumah. Intinya hargailah kebebasan setiap orang dimanapun kita berada karena setiap kebebasan juga pasti ada batasnya. Hanya perilaku dan pemikiran seseorang yang dapat membedakan setiap individu. (Penulis adalah Mahasiswa Sastra Inggris UIN Maliki Malang)