Wajib Diketahui! Hak Pekerja/Buruh di Perusahaan Berdasarkan UU Ketenagakerjaan

Handika Faqih Nugroho
Indonesia Legal Enthusiasm.
Konten dari Pengguna
20 September 2020 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Handika Faqih Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Pekerja/Buruh | Sumber: Freepik.com
Mendapatkan pekerjaan adalah impian bagi semua orang, menurut Pasal 6 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Masyarakat mencari pekerjaan untuk menunjang kebutuhan mereka demi terciptanya kesejahteraan ekonomi untuk diri sendiri dan/atau keluarga. Untuk mewujudkan impian itu, banyak masyarakat yang mencari pekerjaan tanpa mempedulikan hak-haknya dan abai mengenai isi perjanjian kerja, peraturan perusahaan, serta konsekuensi-konsekuensi kedepannya saat menjadi pekerja di tempat kerja atau perusahaanya. Di sini penulis akan membedah hak-hak pekerja/buruh berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, agar masyarakat tau, peduli, dan dapat memperjuangkan hak-haknya sebagai pekerja/buruh.
ADVERTISEMENT
Perjanjian Kerja
Sebelum melaksanakan pekerjaan dari perusahan, pekerja/buruh akan dihadapkan dengan perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Berdasarkan Pasal 50 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh dan Pasal 51 Ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa perjanjian kerja bisa dibuat secara tertulis atau lisan, Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52 Ayat (1), (2), dan (3) UU Ketenagakerjaan mengatakan bahwa:
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
ADVERTISEMENT
e. dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Kemudian Pasal 54 Ayat (2) dan (3), menyatakan perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja sama (antara beberapa serikat pekerja/buruh dan pengusaha atau beberapa pengusaha), dan kesemua itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Maka dari itu, sebelum memasuki atau melaksanakan pekerjaan, masyarakat harus mengetahui secara penuh dan utuh mengenai isi perjanjian kerja yang akan disepakati kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Perlindungan Kerja Khusus Bagi Pekerja/Buruh Penyandang Cacat, Anak, dan , Perempuan
Dalam dunia kerja, pekerjaan tidak hanya diperuntukkan untuk laki-laki dewasa dan sehat jasmani saja,tetapi juga ada pekerja/buruh penyandang cacat, anak, dan perempuan. UU Ketenagakerjaan mengatur secara khusus mengenai ketiga hal itu, yakni:
- Pasal 67 Ayat (1), mengatakan Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
- Pasal 68 dan 69 mengatakan Pengusaha dilarang mempekerjakan anak kecuali bagi anak berumur antara 13-15 tahun untuk pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
- Pasal 76 mengatakan Pekerja/Buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00- 07.00, pengusaha dilarang mempekerjakan wanita hamil menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungan maupun dirinya apa bila bekerja anara pukul 23.00-07.00, pegusaha yang memekerjakan perempuan antara pukul 23.00-07.00 wajib memberikan makanan minuman bergizi dan menjaga kesusilaan selama di tempat kerja, pengusaha wajib memberikan angkutan antar jemput berangkat dan pulang bekerja pukul 23.00-05.00.
ADVERTISEMENT
- Pasal 81 mengatakan Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Pasal 82 Ayat (1) dan (2) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Kemudian Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Walaupun aturan untuk pekerja/buruh perempuan seperti itu, berdasarkan Pasal 84 UU Ketenagakerjaan, pekerja/buruh perempuan teta[ akan mendapatkan upah penuh tanpa dikurangi sedikitpun.
Waktu Kerja
Dalam melaksanakan pekerjaan, pengusaha tidak bisa sewenang-wenang dan menyalahi Undang-undang dalam menentukan waktu kerja demi tercapainya keinginan suatu perusahan secara cepat dan instan yang akan menguras tenaga bagi pekerja/buruh.
ADVERTISEMENT
- Pasal 77 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatur, yakni 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
- Pasal 78 Ayat (1) mengatakan jika pengusaha memperkerjakan melebihi waktu kerja sebagaimana diatur di Pasal 77, maka harus ada persetujuan dari pekerja/buruh. Untuk waktu kerja lemburnya sendiri hanya dapat dilaksanakan maksimal 3 jam dalam satu hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
Istirahat dan Cuti
Pekerja/buruh bukanlah robot yang harus bekerja setiap waktu, tetapi mereka juga memiliki hak yang manusiawi yakni istirahat dan cuti. Hal ini diatur dalam Pasal 79 UU Ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
- Isirahat Harian: istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
- Istirahat Mingguan: istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
- Cuti Tahunan: cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus
- Istirahat Panjang: istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
ADVERTISEMENT
Pengupahan, Tunjangan Hari Raya (THR), Pesangon Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Upah adalah tujuan utama dari bekerja atas jerih payah pekerja/buruh dalam melaksankan kewajian mereka dalam bekerja. Semua hal itu diatur dalam Pasal 88-98 UU Ketenagakerjaan. Upah apa aja yang diterima pekerja/buruh?
- Upah minimum berdasarkan wilayah/sector Provinsi atau kabupaten/kota
- upah tambahan atas kerja lembur
- upah tidak masuk kerja karena berhalangan
- upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaanya
- upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
Tidak hanya upah pokok, tetapi pekerja/buruh juga ada yang Namanya Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan. Berdasarkan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, yakni:
ADVERTISEMENT
- THR merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerla/buruh atau keluarganya menjelang Haru Raya Keagamaan, seperti Idul Fitri, Hari Natal, Hari Nyepi dll
- Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
- Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah
- Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional
- Pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.
ADVERTISEMENT
- Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.
Terakhir adalah uang pesangon yang diberikan kepada pekerja/buruh atas diputusnya hubungan kerja sepihak oleh perusahaan kepada pekerja/buruh. Hal ini diatur dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan, yakni dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Itulah beberapa hak pekerja/buruh berdasarakan hukum yang berlaku, alangkah bijaknya para tenaga kerja membaca UU Ketenagakerjaan terlebih dahulu sebelum melamar pekerjaan, agar tidak terjadi perampasan haka tau kerugian bagi dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Handika Faqih Nugroho Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga, Ketua Umum Komunitas Peradilan Semu 2019/2020